Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK film Bebas membuka casting untuk pemeran laki-laki, Baskara Mahendra, 26 tahun, sudah mengincar peran Jojo. Alasannya, belakangan karakter lelaki keperempuan-perempuanan kerap dianggap tabu dan mengundang perdebatan. Padahal, realitasnya, di sekitar kita dan Baskara, “Jojo” ada. “Walau ada kemungkinan karakter seperti dia ditolak penonton, gue enggak takut. -Justru gue makin tertantang menjadi Jojo,” kata Baskara di Jakarta, akhir November lalu.
Karakter Jojo dalam Bebas menyempal dari film aslinya, Sunny (2011), garapan sutradara Korea Selatan, Kang Hyeong-cheol. Dalam Sunny, geng sekolah menengah atas pimpinan Ha Chun-hwa beranggotakan enam perempuan. Sedangkan geng Bebas berisi lima orang, termasuk Jojo. Ini demi sesuai dengan kondisi di Indonesia, yang kebanyakan sekolahnya memiliki siswa campuran laki-laki dan perempuan. Melebur di geng perempuan, Jojo digambarkan sebagai cowok remaja 1990-an yang sedang mencari jati diri. Dia bermulut pedas dan jago menari.
Keputusan sutradara Riri Riza serta penulis skenario Mira Lesmana dan Gina S. Noer melahirkan karakter Jojo yang feminin terbilang berani. Sebab, menurut pengamat media Andina Dwifatma, jika resep penyajiannya keliru secuil saja, si tokoh lelaki lembut ini rentan menjadi obyek olok-olok belaka. Sebab, representasi lelaki feminin dalam film Indonesia, demikian pula perempuan maskulin, kerap terjerumus menjadi comic relief. “Tapi tak ada adegan Jojo yang diperankan Baskara ini mengarah ke sana,” ucap Andina, yang juga pengajar ilmu komunikasi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta. “Ini menarik karena kerap terjadi misrepresentasi bila pekerja kreatifnya bukan bagian dari minoritas. Sedangkan Riri dan Baskara bisa membuat sosok Jojo tidak berujung menjadi sebatas dekorasi.”
Cara Baskara berakting pun tidak mengeksploitasi kelembutannya. Ia terlihat luwes, tapi juga tak tergoda menampilkan stereotipe lelaki keperempuan-perempuanan yang lekat dengan gestur tertentu. Misalnya tangan yang melambai, cara berjalan yang bak model di catwalk, apalagi menggoda lelaki. Hal-hal itulah yang membuat dia terpilih sebagai Aktor Pendukung Pilihan Tempo 2019.
Adegan geng Bebas terjebak dalam tawuran anak sekolah./Miles Film
Memang, ada adegan kawan-kawan sekolah Jojo meledek saat ia sedang berjalan sendirian di lorong sekolah. Namun ini tak lantas berpretensi menyediakan ruang bagi penonton untuk ikut menertawai. Jojo masa SMA malah menjadi karakter yang menarik simpati. Ia jauh dari riuh stereotipe sosok lelaki lembut dalam kebanyakan produk film ataupun layar kaca. Dalam Bebas juga tak ada dialog ataupun adegan yang secara eksplisit mengungkap orientasi seksual Jojo. Pun Jojo dewasa (diperankan Baim Wong), yang mengaku lelah hidup dengan dua wajah, samar membicarakan soal itu.
Baskara mulai berakting pada 2016 dalam film My Generation. Sebelumnya, lelaki kelahiran Jakarta ini bekerja kantoran sebagai manajer penjualan. Baskara beralih ke seni peran lantaran seorang kawan menilai foto-fotonya di Instagram menarik. “Katanya muka gue di Instagram kayak beda terus, semacam punya banyak topeng,” ujarnya. Pendapat tersebut ditambah iming-iming yang menyebut Baskara bisa berkarya sebanyak mungkin sebagai aktor. “Dia tahu yang gue cari bukan duit.”
Walau sudah bermain dalam tiga film sebelum Bebas, Baskara mengaku membutuhkan waktu lama sampai bisa -jejeg memerankan Jojo. Ia bahkan sampai -ngekos demi mengeksplorasi karakter ini. “Soalnya, di rumah saya bakal terus menjadi Baskara yang seorang kakak dan anak,” tuturnya. Baskara mengungkapkan, irisan karakternya dengan Jojo hanya sedikit walau keduanya punya persamaan. “Gue juga punya banyak teman cewek, dan yang kenal dekat pasti tahu gue ini orangnya nyinyir,” katanya, lalu -tergelak.
Di satu sisi, Baskara merasa bebannya tak seberat aktor lain karena tokoh Jojo tak punya pembanding dalam film Sunny. Namun, di sisi lain, Baskara merasa sosok Jojo tricky dan rentan menjadi cemoohan, seperti karakter lelaki kemayu yang sudah-sudah. Karena itu, sejak awal Baskara mematok keras dirinya: jangan sampai Jojo jatuh pada stereotipe ataupun menyindir orang lain.
Baskara mendalami karakter Jojo sembari terus berdiskusi dengan Riri. Dalam latihan, ia juga bertukar peran dengan Baim Wong, seperti halnya pemeran anggota geng Bebas remaja lain yang bersulih karakter dengan aktor dewasa. Metode ini, dia menjelaskan, bertujuan menggali kemungkinan tafsir karakter bila diperankan aktor berbeda. “Proses reading yang baru ini menarik karena kami berbagi karakter dengan orang lain. Saya pun jadi ada gambaran sosok Jojo yang berbeda di tangan Baim Wong,” ujarnya.
Di satu sisi, Baskara merasa bebannya tak seberat aktor lain karena tokoh Jojo tak punya pembanding dalam film Sunny. Namun, di sisi lain, Baskara merasa sosok Jojo tricky dan rentan menjadi cemoohan, seperti karakter lelaki kemayu yang sudah-sudah.
Karakter Jojo sendiri terus berkembang dan baru benar-benar mantap tak jauh sebelum syuting berlangsung. Selama proses itu, Baskara diminta mengisi biodata sebagai Jojo, seperti hobi, makanan favorit, dan karakter keluarga fiktifnya. Gimmick seperti ini yang menurut Baskara membantunya memerankan Jojo. Ia juga banyak melihat karakter lelaki feminin, mencomot sedikit-sedikit gaya mereka, dan merekonstruksinya menjadi Jojo.
Proses membaca naskah selama satu setengah bulan dimanfaatkan Baskara untuk melakukan riset sedetail mungkin. Ia mengaku terbantu oleh naskah Bebas yang kuat dan dialog Jojo yang setiap barisnya ibarat punch line. “Gue deg-degan kalau apa yang gue omongin enggak bikin orang ketawa. Soalnya dialog Jojo kan lucu-lucu banget,” ucapnya. Nyatanya, dalam proses syuting pun tim produksi kerap terbahak melihat Baskara berakting. “Sampai ada yang tanya, saya beneran gitu (seperti Jojo) enggak sih, ha-ha-ha....”
Selama memerankan Jojo, menari menjadi tantangan bagi Baskara. Walau adegan menari geng Bebas tak sampai lima menit, itu menuntut Baskara bergerak seluwes mungkin. Ia mengaku badannya semula kaku, tak mampu merespons gerakan tari dengan lentur. Akhirnya ia mampu gemulai menari berkat sesi latihan tambahannya dengan koreografer Bebas. Saban kali pemain lain kelar berlatih tari, Baskara biasanya menambah porsi latihannya.
Adegan geng Bebas terjebak dalam tawuran anak sekolah./Miles Film
Tantangan lain adalah fragmen tawuran, ajang geng Bebas gencetan fisik dengan geng Baby Girl. Dalam adegan itu, hanya Jojo yang adu mulut dengan seorang anggota Baby Girl (diperankan Nada Novia). Mereka saling menampar lewat hinaan yang, ternyata, tak dibuatkan dialognya dalam naskah. Walhasil, Baskara dan Nada mesti mengimprovisasi celaan yang mencabik-cabik tapi sekaligus kocak. Baskara mengungkapkan, ia dan Nada awalnya sepakat hinaan mereka tak menyentuh urusan fisik. Sebab, mereka emoh dianggap melakukan body shaming, walau pada 1990-an mengolok-olok fisik adalah hal yang lumrah. Keduanya juga berjanji merahasiakan materi pertengkaran agar akting mereka lebih natural.
Namun janji tinggal janji. Saking menghayatinya, Nada sampai terbawa emosi saat syuting dan menggelontorkan ejekan yang semula terlarang. “Dia nepuk jidat gue dan nyebut gue bencong,” kata Baskara. Namun adegan itu dipotong tim produksi dan tak naik layar karena terlalu sensitif. Umpatan balasan Baskara yang menyindir fisik Nada justru yang lolos tayang. “Aku waktu itu nanya ke dia, ‘Udah minum susu, belom?’, karena kan badan Nada mungil,” tutur Baskara, tertawa.
Baskara berhasil menyajikan peran Jojo dengan wajar dan tak dibuat-buat. Meskipun demikian, Baskara mengaku tak mau lagi berperan sebagai sosok “queer” dalam film-filmnya mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo