Inilah wajah buruk peradilan kita. Selain ribut soal jual-beli perkara, pengadilan kini juga menjadi tempat tawuran antara mahasiswa, pengacara, polisi dan aparat pengadilan.
Sidang pengadilan dua aktivis mahasiswa Forum Kota (Forkot), Mixil Mina Munir dan Aris Wardoyo, Rabu pekan lalu berbuah rusuh. Tiga pengacara mahasiswa dipukuli polisi dan pe-tugas keamanan pengadilan. Kejadian memalukan itu berlangsung di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Saat itu, sidang yang dipimpin oleh Hakim Abdul Madjid Rohim akan mengetuk putusan sela. Namun, sebelum vonis jatuh, kegaduhan muncul. Itu bermula ketika kawan-kawan Mixil ngotot memasuki ruang sidang yang sebelumnya dinyatakan terbuka untuk umum. Terjadi adu mulut antara hakim dan Mixil, dan mahasiswa ini memilih walk out dari ruangan. Saat itulah kegaduhan berubah menjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat.
Untuk melerai keributan, tiga pengacara dari Tim Advokasi Gerakan Mahasiswa (Takwa), Arif Setiono, Laka Dodo Laila, dan Mangapul Silalahi, mengambil inisiatif naik ke lantai II Gedung PN Jakarta Selatan. Namun, baru sampai di tangga, mereka dikepung 40 polisi dan petugas keamanan pengadilan. Akibatnya, ketiga pengacara itu babak-belur.
Atas tindakan brutal aparat itu, para pengacara telah mengadukan masalah ini kepada Kapolri, Ketua Komisi II DPR, dan Mahkamah Agung. Jumat lalu, para pengacara juga menyambangi Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat. Kepada anggota Komnas HAM, B.N. Marbun dan Sugiri, para pengacara menyampaikan protes. Komnas pun merasa kecewa dengan perlakuan aparat hukum tersebut. Menurut Marbun, "Tindakan brutal aparat pengadilan me-rupakan pelecehan lembaga peradilan oleh aparat pengadilan itu sendiri," katanya.
Edy Budiyarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini