Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI LANTAI 9 Gedung Granadi, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, 56 tahun, mengelola kerajaan bisnisnya. Tommy adalah pemilik PT Humpuss, induk usaha yang berkantor di Granadi. Grup ini menghimpun sejumlah usaha, dari bisnis tanker sampai properti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tommy bersama saudaranya, Sigit Harjojudanto, memiliki saham di Humpuss masing-masing senilai Rp 347 miliar dan Rp 231 miliar. Usaha Tommy juga melebar ke bisnis perhotelan lewat Grup Lor Internasional. Namun masih ada perusahaan Tommy yang tak terungkap ke publik. Saking banyaknya, sampai ia sendiri lupa jumlahnya. "Wah, saya lupa berapa banyak perusahaan yang ada," katanya di Jambi, Rabu dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian perusahaan Tommy justru terlacak dari dokumen milik firma hukum Appleby dan Asiaciti Trust, yang berbasis di Bermuda, yang dipublikasikan International Consortium of Investigative Journalists-gabungan jurnalis investigasi di seluruh dunia, termasuk Tempo. Dalam dokumen yang disebut Paradise Papers itu, Tommy tercatat sebagai Direktur Asia Market Investment, perusahaan cangkang di Bermuda yang berdiri pada 1997 dan tutup pada 2000.
Ia juga memiliki Asia Market dan V Power, perusahaan cangkang di Bahama. Menurut catatan Securities and Exchange Commission, V Power memiliki saham di perusahaan mobil mewah Italia, Lamborghini. Cabang Humpuss juga mempunyai usaha patungan dengan NLD, perusahaan iklan di Australia. Firma patungan ini mendirikan bisnis papan reklame pinggir jalan di Australia, Filipina, Malaysia, Myanmar, dan Cina. Tapi firma tersebut tutup pada 2003.
Nama Siti Hutami Endang Adiningsih, adik Tommy, terlacak di Panama Papers, bocoran dokumen yang terbit sebelum Paradise Papers. Ia tercatat sebagai Wakil Presiden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik Golden Spike South Sumatra Ltd. Kedua perusahaan yang berkantor di Bermuda sejak 1990 ini dikabarkan sudah tutup.
Tommy tak menjelaskan soal kepemilikan perusahaan cangkang di luar negeri seperti yang disebutkan dalam Paradise Papers. Tapi ia mengatakan telah mengikuti program pengampunan pajak pada 2016. Ia merahasiakan nilai kekayaannya yang diikutkan dalam amnesti pajak. "Tidak bisa saya ungkapkan di sini. Rahasia, dong," ujarnya.
Direktorat Jenderal Pajak telah menelusuri dokumen Paradise Papers. Hasilnya, dari total 96 wajib pajak yang tertera dalam berkas itu, hanya 62 orang yang mengikuti pengampunan pajak dengan nilai aset mencapai triliunan rupiah.
Anak-anak Soeharto diketahui memiliki banyak perusahaan ketika ayah mereka berkuasa selama 32 tahun. Dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang diberikan, mereka bisa menguasai semua sektor usaha. Namun, setelah Soeharto lengser, kekayaan Keluarga Cendana seolah-olah jadi misteri.
Majalah Time Asia menurunkan laporan bertajuk "Soeharto Inc." pada edisi 24 Mei 1999. Isinya menelisik kekayaan Soeharto yang mencapai US$ 15 miliar dan tersebar di 564 perusahaan. Keluarga Soeharto membantah laporan tersebut dan menggugat majalah itu ke pengadilan. Time Asia kalah, tapi kemudian menang dalam peninjauan kembali di Mahkamah Agung pada 2009.
Bocoran harta Keluarga Cendana justru terungkap di sidang perceraian Bambang Trihatmodjo dan istrinya, Halimah Augustina Kamil, pada 2008 di Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Di situ terungkap Bambang memiliki tanah seluas 1.000 hektare dan 99,99 persen saham di Asriland, yang menaungi stasiun televisi RCTI, Mobile Telecom, dan Plaza Indonesia.
Pengacara Bambang ketika itu, Juan Felix Tampubolon, menganggap daftar kekayaan tersebut ngawur. "Pak Bambang malah bingung, tertawa sendiri. Banyak perusahaan padahal dia enggak tahu," katanya di sela-sela sidang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo