Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil menciptakan sebuah unit mobil listrik bernama Garuda UNY.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun untuk memproduksi massal mobil listrik bukan perkara gampang. Bukan hanya karena prosesnga panjang harus melewati berbagai uji, tapi persoalan klasik soal harga produksi bakal tinggi juga masih membayangi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu diungkap Ketua Tim Mobil Listrik Garuda UNY, Adhe Herlambang ditemui di kampus Fakultas Teknik UNY Yogyakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Dari komponen yang digunakan untuk membuat mobil listrik, sebagian besar memang diproduksi sendiri. Seperti sasis, kaki kaki, dashboard, bodi dan lainnya.
Bisa dibilang mobil Garuda yang menghabiskan investasi sebesar Rp 150 juta itu, komponen bahannya 90 persen bisa diperoleh dari dalam negeri. Baru sisa komponen lainnya masih impor dari Cina.
Sayangnya, sedikit komponen yang impor ini bagian paling vital dari mobil listrik.
Baca juga: Test Drive Mobil Listrik Garuda UNY, 4 Bagian Ini Perlu Perbaikan
"Komponen terpenting mobil listrik ada tiga, yakni motor listrik, controller, dan baterai. Jika tiga komponen itu Indonesia bisa memproduksi sendiri, ongkos produksi mobil listrik bisa sangat ditekan, kami bisa low cost manufacture," ujar Adhe.
Mobil listrik Garuda UNY ini digerakkan dengan motor listrik BLDC (Brushless Direct Current) berdaya 10 kiloWatt. Adapun sumber tenaga menggunakan baterai 48V 75AH.
"Harga motor dan controller yang impor saja mencapai Rp 32 juta," ujarnya.
Adhe meyakini, jika Indonesia bisa memproduksi sendiri motor listrik, controller, dan baterai maka bakal banyak bertumbuh industri yang memproduksi dan memilih mobil listrik di tanah air karena murahnya biaya produksinya.
Simak video test drive mobil listrik Garuda UNY:
Adhe dan timnya sumringah, mendengar kabar Indonesia akan dibangun pabrik pembuat motor listrik, controller dan juga baterai.
Terlebih, ujar Adhe, saat memperkenalkan mobil listrik Garuda dalam peringatan Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ke- 55, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir Jumat, 21 Juni 2019, lalu juga membawa kabar baik.
Bahwa pemerintah Indonesia kini tengah menyiapkan pembanguan sebuah pabrik baterai di Halmahera dan Morowali, yang diperkirakan mulai bisa produksi massal tahun 2020 atau selambat lambatnya 2021. Namun untuk pendirian pabrik produksi motor dan controller belum terdengar kabarnya.
"Kolaborasi kampus, pemerintah, dan industri itu sekarang perlu sekali untuk pengembangan mobil listrik ini, berat kalau kampus berjalan sendiri apalagi jika arahnya mau di bawa ke produksi massal," ujarnya.
Baca juga: Mobil Listrik Garuda UNY Diperkenalkan, Simak Spesifikasinya
Kepala Jurusan Program Studi Otomotif Fakultas Teknik UNY Zainal Arifin mengungkapkan sempat ditanyakan berapa harga mobil listrik Garuda UNY jika bisa dijual.
Zainal menuturkan saat ini beberapa produsen memang ada yang menawarkan moda listrik ini sampai Rp 30 juta. Sedangkan untuk riset saja mobil Garuda habis Rp 90 juta. Jika melihat kondisi ongkos produksi dan harga jual pasaran tentu tak sebanding.
"Kalau mau dikembangkan ya mari kolaborasi agar bisa diproduksi massal dan harga bisa bersaing," ujarnya.
Zainal mengatakan mimpi pemerintah mewujudkan proyek prestisius Mobil Listrik Nasional atau Molina yang digaungkan sejak tiga tahun silam butuh pengawalan kongkret.
Sejauh ini yang muncul dari impian Molina itu masih riset-riset dasar dari sejumlah kampus yang ditunjuk saat itu. Misalnya universitas A mengembangkan baterai, universitas B mengembangkan motor listrik, atau universitas C mengembangkan sasis dan bodi.
"Kampus bisa diajak berkolaborasi sesuai potensi kelebihan masing dibarengi payung hukum jelas, karena sekarang belum ada regulasi yang mengatur kolaborasi itu, seperti perpres (peraturan presiden) nya," ujarnya.
Menurut Zainal, jelas tak mungkin menjadikan kampus sebagai area pabrik untuk memproduksi massal mobil listrik. Kampus bisa berkolaborasi menghasilkan prototype lalu produksi massal dilakukan industri. Adapun pemerintah bisa menjamin dan melindungi ruang lingkup kampus dan industri sehingga mobil listrik nasional bisa diproduksi.