Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Kacamata Pintar Pemantau Bencana

Quick Disaster menyediakan panduan singkat untuk menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Perangkat lunak pertama buatan Indonesia yang ada di Google Glass.

26 Mei 2014 | 00.00 WIB

Kacamata Pintar Pemantau Bencana
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DANIEL Oscar Baskoro berulang kali memberi perintah suara kepada kacamata pintar Google Glass yang dikenakannya. "Ok, glass…, quick disaster… landslide." Alih-alih muncul beragam informasi baru tentang bencana tanah longsor, kacamata pintar besutan mesin pencari Google itu malah menyajikan informasi lain. Ya, ini lantaran bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu bagi Oscar. Yang terjadi, kata yang ia ucapkan tak sesuai dengan perintah yang dimengerti Google Glass. "Landslide", misalnya, diartikan sebagai "lens light". "Begini kalau pengucapannya tidak pas," kata Oscar.

Di kantor Tempo pada Rabu pekan lalu, mahasiswa tingkat akhir program studi ilmu komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini mendemonstrasikan penggunaan Google Glass yang sudah ditanami Quick Disaster. Ini adalah aplikasi panduan singkat tentang bagaimana menyelamatkan diri ketika terjadi bencana: apa yang harus dilakukan dan ke mana harus menyelamatkan diri, serta beberapa petunjuk lain. Hanya dalam 15 detik pengguna Google Glass dapat mengakses petunjuk penyelamatan agar terhindar dari malapetaka.

Cara menggunakan Quick Disaster, yang dikembangkan oleh Oscar dan empat rekannya, cukup mudah. Begitu Google Glass dikenakan dan diaktifkan, bagian prisma memunculkan tampilan layar virtual di depan atas mata kanan. Layarnya berukuran sekitar 2 x 2 sentimeter. Pada layar inilah semua informasi tersaji. Sensasinya seperti menatap layar telepon seluler berukuran mini dan terpampang sangat dekat dengan mata.

Mengucapkan "ok, glass" adalah cara awal untuk masuk ke daftar menu. Ini ibarat memencet tombol "start menu" jika mengakses sistem operasi Windows di laptop atau komputer desktop. Pada tampilan kedua terpampang beberapa pilihan aplikasi, antara lain mengambil gambar, merekam video, berselancar di situs pencari Google, dan Quick Disaster. Semua dalam bahasa Inggris.

Pengucapan kata harus jelas supaya aplikasi yang diinginkan terbuka. Sampai tahap ini masih terbilang mudah. Cukup mengucapkan "quick disaster", aplikasi tersebut langsung terbuka. Setelah itu, akan muncul sembilan macam pilihan bencana, dari gempa bumi, banjir, gunung meletus, tsunami, angin topan, tornado, hujan abu vulkanis, tanah longsor, hingga kebakaran.

Nah, tantangan berucap dalam bahasa Inggris pun muncul. Pernah satu kali ketika ingin memilih menu tsunami, Google Glass mengartikannya sebagai "too many". Bahkan keinginan mengakses informasi tentang banjir menjadi salah kaprah tatkala pelafalan kata "flood" yang tidak jelas dideteksi sebagai, maaf, "butt" atau "fuck". Awalnya terasa lucu, tapi jika terjadi berulang rasanya cukup menjengkelkan juga.

Begitu berhasil memilih salah satu jenis bencana yang diinginkan, selanjutnya muncul empat tampilan slide sederhana seperti pada PowerPoint. Untuk gempa bumi, misalnya, slide pertama berisi tulisan "earthquake solution" dan gambar jalan raya retak akibat guncangan lindu. Disusul tiga slide berikutnya yang masing-masing berisi tulisan "Get out of the building", "Avoid buildings", dan "Do not move". Semua proses ini, jika lancar, tidak melebihi 15 detik.

Pengoperasian aplikasi di Google Glass bersandar pada perintah suara. Daftar kata yang ditanamkan di kacamata pintar ini masih dalam bahasa Inggris dan belum ada pilihan dalam bahasa Indonesia. Itu sebabnya orang Indonesia harus dapat menyesuaikan logat agar gelombang suaranya dapat dideteksi benar. Keseleo lidah sedikit saja bisa tak dikenali oleh Google Glass. Terlebih jika berlogat Inggris medok.

Ide membuat Quick Disaster datang ketika Oscar bersama Zamsyari, Bahrunur, dan Sabrina Anggraini, yang sama-sama mengambil ilmu komputer, serta Maulana Rizki dari program studi geofisika tercengang melihat tingginya angka korban bencana alam di Indonesia. "Kami juga terinspirasi dari Iron Man," kata Oscar, merujuk pada tokoh Tony Stark dalam film Iron Man, yang memakai peranti mirip Google Glass untuk berkomunikasi dengan sistem kecerdasan buatan bernama JARVIS.

Meski masih sederhana, Quick Disaster tercatat sebagai perangkat lunak pertama buatan Indonesia yang dibenamkan di Google Glass. Pembuatannya ternyata tidak mudah. Oscar dan timnya harus bersusah payah berkenalan dengan peranti yang masih dijual terbatas ini. Di Indonesia, baru ada empat unit Google Glass. Salah satunya digunakan Oscar dan timnya. "Panduan dari Google sangat sedikit. Ketika terjadi error, kami tidak tahu harus bertanya ke siapa," katanya.

Google hanya menyediakan panduan tentang bagaimana menyetel tampilan layar Google Glass supaya nyaman bagi mata pengguna. Praktis, dengan segala keterbatasan itu, Oscar dan timnya harus cermat mengutak-atik bahasa pemrograman dan mengukur parameter memori dan catu daya. Mereka, misalnya, harus mencari solusi sendiri ketika kacamata menjadi panas sewaktu koneksi Internet atau Wi-Fi melambat.

Pintu masuk pengerjaan Quick Disaster bermula saat Oscar diundang untuk menghadiri lokakarya Google Map di Amerika Serikat pada November 2013. Dari hasil menjalin jaringan selama di sana, ia kembali mendapat undangan untuk mengikuti program Explorer Glass. Program dari Google ini digelar bagi pengembang terpilih yang diperbolehkan membuat aplikasi di Google Glass. Dari situlah Oscar dan timnya memilih membuat Quick Disaster.

Awalnya Google meminjamkan satu unit Google Glass. Belakangan, kata Oscar, UGM menebus peranti canggih itu sekitar Rp 22 juta. UGM pula yang mendanai pengerjaan Quick Disaster, aplikasi berbasis audio-visual yang digarap sejak Februari hingga April lalu. "Aplikasi ini baru saja memperoleh hibah paten dari Bank Dunia," katanya. Saat ini Quick Disaster dapat diunduh secara gratis dari www.codeforresilience.org, situs berisi bermacam aplikasi penanganan dan mitigasi bencana.

Quick Disaster memang dirancang khusus untuk Google Glass. Sebagai salah satu wearable device, kacamata pintar ini dinilai lebih praktis dan efisien untuk menjalankan aplikasi buatannya. "Jika memakai ponsel, memakan waktu banyak," ucap mahasiswa yang tahun lalu membuat program "Health Circle" untuk ponsel berbasis Android ini. Lagi pula Quick Disaster dapat dioperasikan secara offline, tidak bergantung pada koneksi Bluetooth dengan ponsel.

Seperti aplikasi lain yang baru diperkenalkan, Quick Disaster tak lepas dari kritik. Menurut pakar teknologi informasi Heru Sutadi, aplikasi ini masih sulit diterapkan di Indonesia. Selain karena harga Google Glass yang sangat mahal, efektivitas Quick Disaster dipertanyakan. "Mengapa tidak dikembangkan dengan bentuk yang lebih sederhana, di ponsel misalnya?" ujarnya.

Pendiri ICT Institute ini menganggap aplikasi dengan format lebih sederhana akan memudahkan orang menyelamatkan diri ketika menghadapi bencana. Apalagi sebagian besar masyarakat di Tanah Air belum tanggap teknologi. Heru menilai aplikasi semacam itu lebih cocok digunakan di negara maju, yang mayoritas warganya sudah melek teknologi.

Hal serupa disampaikan pengembang aplikasi dan game asal Bandung, Agate Studio. Legion Guild Master Agate, Wiradeva Arif, mengatakan pengembangan aplikasi di Google Glass terhambat oleh harga peranti yang sangat mahal, selain ketersediaannya yang masih sangat terbatas. Itu sebabnya mereka belum berniat mengembangkan aplikasi untuk Google Glass. "Masih sulit karena kami belum pernah mengeksplorasi Google Glass," ujarnya.

Oscar tak menampik anggapan bahwa Quick Disaster masih banyak kekurangan. Ia dan timnya terus menyempurnakan fitur di dalamnya, termasuk menambahkan database tentang lokasi rawan bencana di Indonesia dan kawasan lain, informasi detail mengenai sejarah, dan karakter bencana di setiap lokasi serta peta kawasan. Mungkin, ini yang penting, bagaimana Google Glass bisa mengerti perintah dalam bahasa Indonesia supaya salah paham tidak terjadi.

Mahardika Satria Hadi, Satwika Movementi


Cara pengoperasian Quick Disaster
1. Nyalakan dan pakai Google Glass.
2. Menu utama, ucapkan "ok glass".
3. Submenu utama, ucapkan "quick disaster", atau ketuk touchpad-bagian pipih yang menyatu dengan bingkai kanan kacamata-untuk langsung masuk ke Quick Disaster.
4. Pilih jenis bencana, ucapkan namanya.
5. Geser jari pada touchpad ke depan atau belakang untuk mengganti slide panduan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus