Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Kerusakan Karst Gunung Kidul Dipamerkan Walhi

Di Gunung Kidul, Anang Saptoto bersama Walhi mengamati bagaimana bukit karst dipapras atau dipotong untuk berbagai proyek investasi.

12 Maret 2019 | 17.29 WIB

Pameran seni Ecolab di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. (TEMPO/Shinta Maharani)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Pameran seni Ecolab di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. (TEMPO/Shinta Maharani)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Foto-foto keindahan karst di Kabupaten Gunung Kidul menghiasi bekas kolam ikan di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. Dokumen-dokumen tentang karst milik organisasi non-pemerintah yang fokus pada lingkungan melengkapi cerita tentang kerusakan karst, misalnya gencarnya investor membangun resor di sepanjang pesisir pantai Gunung Kidul. Satu di antaranya Pantai Seruni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Di dinding ruangan yang sama terdapat karya seni kolase street art (seni jalanan) yang bicara tentang ketidakpedulian investor sehingga menggusur penduduk kota yang miskin.

Karya seni foto, dokumen, dan street art itu dipamerkan selama sebulan, 26 Februari hingga 26 Maret 2019 di kantor Walhi. Organisasi ini memamerkan karya seni di ruangan mini yang disebut Ecolab seiring dengan agenda pertemuan rakyat yang akan digelar pada 23 Maret 2019.

Walhi akan melibatkan berbagai komunitas dari seluruh Indonesia yang terkena dampak kerusakan lingkungan karena proyek-proyek negara. "Karya seni ini gambaran situasi kerusakan karst dan lingkungan di Yogyakarta," kata kurator pameran, Anang Saptoto.

Pameran itu menyajikan tujuh karya seni. Lima foto karst karya Anang Saptoto, video tentang maraknya investasi di Gunung Kidul yang mengancam lingkungan karya Himawan Kurniadi berkolaborasi dengan Ikatan Mahasiswa Gunung Kidul, dan satu karya street art ciptaan seniman Anti-Tank, Andrew Lumban Gaol.

Lewat pameran itu, para seniman dan aktivis punya harapan pengunjung punya kepedulian terhadap situasi kerusakan lingkungan yang nyata di depan mata. Di Gunung Kidul misalnya, Anang Saptoto bersama Walhi mengamati bagaimana bukit karst dipapras atau dipotong untuk berbagai proyek investasi. Sebagian penduduk bahkan tidak memahami fungsi geologis karst yang dilindungi.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunung Kidul menyebutkan pengelolaan kawasan lindung geologi dibatasi hanya sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata warisan dunia.

“Pemkab Gunung Kidul abai. Kawasan lindung geologi wajib dilindungi dan tidak diubah bentang alamnya karena punya bentukan yang khas,” kata Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta Halik Sandera.

Simak artikel lainnya tentang karst di kanal Tekno Tempo.co.

Shinta Maharani

Lulus dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Yogyakarta. Menjadi Koresponden Tempo untuk wilayah Yogyakarta sejak 2014. Meminati isu gender, keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus