Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Proyek Beach Club Gunungkidul Ditentang, Pemda : Desain Wisata Yogya Junjung Budaya

Walhi menilai rencana pembangunan beach club ini berpotensi merusak kawasan karst Gunungkidul.

14 Juni 2024 | 22.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Rencana pembangunan beach club di kawasan Pantai Krakal, Ngestirejo, Tanjungsari, Gunungkidul, disorot aktivis lingkungan hingga Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rencana proyek yang digaungkan pesohor Raffi Ahmad bersama sejumlah sejawatnya pada akhir 2023 itu mengancam bentang alam karst yang merupakan kawasan lindung nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raffi Ahmad pekan ini menyatakan mundur dari proyek bernama Bekizart itu setelah mendapat reaksi keras berbagai pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris DIY Beny Suharsono mengatakan, rencana investasi termasuk investasi wisata di Yogyakarta, harus melihat secara detail peruntukan dan rencana tata ruang wilayah yang akan jadi lokasi investasi.

"Keputusan tentang investasi daerah memang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten setempat," kata Beny Jumat 14 Juni 2024.

Namun, kata Beny, perlu diketahui juga bahwa investasi wisaya di Yogyakarta harus mempertimbangkan banyak hal, selain perizinan teknis.

"Desain pariwisata di Yogyakarta adalah pariwisata yang berbudaya, kami tidak melihat jadi tidak jadinya investasi, tetapi untuk Yogya harus dilihat sampai ke arah sana," kata Beny.

Sesuai kultur Yogyakarta

Beny menuturkan, pertimbangan apakah investasi itu cocok untuk budaya Yogya menjadi hal penting juga. Selain wajib mempertimbangkan aspek lingkungan dan manfaatnya bagi masyarakat, kajian terhadap dampak lingkungan juga perlu jadi prioritas.

Beny menegaskan, pemberian izin kepada investor harus jeli meski kini kewenangan itu ada di tangan pemerintah kabupaten/kota.

"Perlu dipastikan, segala perizinan itu sesuatunya harus sesuai AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), proses inilah yang wajib diikuti dan tidak boleh diabaikan," kata dia.

Dia menambahkan, Yogyakarta terbuka dengan kucuran dana swasta untuk mendukung pengembangan dan akselerasi ekonomi wilayah. Namun harus disesuaikan dengan karakteristik budaya dan aturan yang ada.

"Investasi yang masuk juga harus yang sesuai dengan kebutuhan Yogyakarta," ungkap Beny.

Belum Tentu Proyek Batal

Sebelumnya Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Yogyakarta, Dimas R. Perdana menyatakan meski sudah ada pernyataan dari Raffi Ahmad yang mundur, proyek tersebut belum tentu batal. Sebab, rencana pembangunan tersebut adalah konsorsium dan banyak pihak yang terlibat, jadi bukan hanya Raffi.

"Meski Raffi mundur belum tentu pembangunannya batal. Makanya harus dicermati soal pembangunannya, harusnya proyek yang dibatalkan dan kami akan kawal bersama jaringan lain," kata dia.

Menilik dari kajian awal yang dilakukan Walhi Yogyakarta, rencana pembangunan beach club ini dipastikan berpotensi merusak kawasan karst. Aktivitas yang dilakukan akan mengganggu ekosistem aliran air dan habitat banyak hewan. 

Pemkab Gunungkidul harus benar-benar memastikan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana pembangunan tersebut.

"Masyarakat disana sudah kesulitan air, air banyak tapi aksesnya susah, agar air tetap aman di sana itu perlu bentuk karst yang stabil," kata dia. "Ketika (jalur air di kawasan karst) itu dipotong atau dikurangi maka akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang bisa dimanfaatkan masyarakat," imbuh dia.

Karst Dilindungi

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan perlu dikaji lebih jauh pembangunan beach club tersebut. Apakah berada di kawasan karst yang dilindungi atau tidak, juga wajib mempertimbangkan berbagai aspek lainnya.

“Kalau pembangunan di Karst Geologi Gunungkidul yang dilindungi tidak mungkin. Kalau diizinkan bangun di karst yang dilindungi, itu jelas salah,” kata Sultan pada Kamis 13 Juni 2024.

Sultan sendiri belum mendapatkan laporan dari Pemkab Gunungkidul terkait rencana pembangunan tersebut. Raja Keraton itu hanya menegaskan, di kawasan karst yang merupakan cagar budaya, tidak boleh ada bangunan.

Aturan tersebut tidak bisa ditawar, sesuai dengan Permen No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

Kawasan bentang alam karst merupakan kawasan lindung geologis sehingga pemanfaatannya tidak boleh berpotensi merusak kawasan bentang alam karst itu sendiri. “Mestinya kan tidak boleh kawasan itu untuk ada bangunan,” kata Sultan.

PRIBADI WICAKSONO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus