Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla memberikan kuliah umum di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu 20 November 2024. Bertopik Toleransi di Era Digital; Peran Generasi Muda Merawat Kebhinekaan, Ulil memaparkan Gen Z bersama tantangan serta masalahnya dalam keragaman di ruang digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, komunikasi di ruang digital mengagumkan dan memudahkan banyak hal, memberikan pilihan informasi yang luar biasa dan bisa membuat orang terhubung dengan siapa saja. Namun begitu, ada kelemahan yang diantaranya berasal dari penggunaan algoritme seperti di media sosial. “Sehingga menimbulkan efek echo chamber atau juga filter buble,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibat rumus algoritme itu, pengguna media sosial cenderung diberikan informasi berdasarkan akses sebelumnya. “Masa lalu menentukan masa depan, itu cara kerja algoritme dalam media sosial modern,” ujar Ulil.
Karena pembatasan informasi oleh algoritme itu, dunia digital yang bisa menghubungkan orang secara global pada saat bersamaan sekaligus memutus informasi lain. “Memutus kita dari komunikasi dengan hal-hal yang seharusnya kita ketahui.”
Tantangan lain untuk Gen Z, menurut Ulil, adalah politik identitas yang diartikannya sebagai identitas yang dipolitisir dan menjadi ciri menonjol pada masyarakat digital saat ini. Generasi dulu disebutnya memaknai politik identitas sebagai fakta sosial semata.
“Sekarang identitas ini dimaknai sebagai alat untuk menguasai kelompok yang berbeda,” katanya. Ditambahkannya, politik identitas itu juga menyebar di media sosial yang menjadi tempat hidup Gen Z.
Menurut Ulil, tantangan besar kebhinekaan di era digital sekarang tidak hanya pada bidang agama, melainkan banyak isu, seperti ras dan imigran. Menghadapi masalah itu, dia mengusulkan untuk mengembangkan cara berpikir dan menelaah secara kritis suatu informasi yang tersebar lewat teknologi digital.
“Informasi yang kita baca di ruang digital itu sebetulnya bukan informasi yang sepenuhnya naïf dan lugu, tetapi ada sesuatu dibaliknya,” ujar Ulil.
Sumber informasi perlu dicari lebih banyak lagi dari media arus utama juga informal atau tidak resmi untuk dikritisi. “Setiap informasi yang kita baca sekarang ini harus kita anggap sebagai informasi yang kemungkinannya salah,” katanya.
Upaya lain dengan memperluas pergaulan dengan banyak kelompok yang beragam serta aneka pandangannya. Kemudian memperbanyak dialog lintas budaya sehingga terjadi proses saling belajar.
Pilihan Editor: Cara Mengatasi dan Mencegah Akun WhatsApp Kena Spam