Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nikhil Varma tak boleh jauh dari Internet. General manager perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) ini bertemu para pelanggannya dari seluruh dunia di tempat itu—via e-mail, video conference, dan aneka fitur Internet lainnya.
Tapi, Rabu pekan lalu, kotak e-mail-nya kosong. Gempa berkekuatan 7,1 skala Richter yang menggoyang Taiwan memutus kabel komunikasi serat kaca yang menjadi tempat lalu-lalang data Internet. ”Yang putus adalah backbone alias jaringan utama Internet di bawah laut Taiwan,” kata Ketua Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia, Sylvia W. Sumarlin.
Nikhil pun gelisah tak kepalang. Pria keturunan India ini sedang menunggu e-mail persetujuan pengiriman 10 kontainer produk tekstilnya ke Amerika Serikat. ”Kalau sampai terlambat, saya bisa rugi besar,” ujarnya kepada Tempo.
Bukan cuma Nikhil yang terancam. Efek domino terjadi. Industri perbankan, misalnya, mengalami gangguan pada sistem transaksi pengiriman uang dari dan ke luar negeri. Demikian pula sambungan telepon internasional. ”Kejadian ini bisa dikategorikan bencana nasional,” kata Heru Nugroho, Direktur PT Melvar Lintas Nusa (Melsa.Net), sebuah perusahaan penyedia jasa Internet di Indonesia.
Bagi Heru, gempa itu membuatnya rugi besar. Selain mendapat umpatan pedas dari pelanggan, perusahaannya terpaksa mengeluarkan dana ekstra yang tak sedikit untuk memperoleh saluran Internet darurat via satelit. Padahal, hasilnya tidak memuaskan karena kapasitas saluran yang disediakan satelit tak sebesar serat kaca.
Heru juga berusaha membeli saluran dari tempat lain. Tapi, para penyedia jasa Internet di seluruh Asia melakukan hal yang sama. Data Internet pun menumpuk di Hong Kong, Jepang, dan Korea. Walhasil, tetap saja lalu-lintas Internet merayap.
Sylvia memperkirakan, perbaikan kabel bawah laut bisa memakan waktu hampir sebulan. Selama itu pula Internet mengalami ”koma”. Karena itu, ia berharap pemerintah segera membangun jaringan Internet ke wilayah di luar Asia. ”Sehingga, jika bencana serupa menimpa wilayah Asia di kemudian hari, koneksi Internet tetap berjalan mulus.”
Menanggapi permintaan Sylvia, Departemen Komunikasi dan Informatika mengaku masih sibuk dengan urusan lain. ”Kami masih memilah-milah opsi penggunaan satelit, kebijakan soal hak labuh satelit, hingga penggunaan jalur alternatif,” ujar Gatot S. Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi pada departemen itu.
D.A. Candraningrum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo