Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan (Ecoton) mengkaji dampak sampah plastik yang dihasilkan dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Plastik yang seharusnya bisa dipakai berkali-kali namun hanya dimanfaatkan sekali pakai. Akibatnya, terjadi penumpukan sampah di sepanjang sungai dan lahan-lahan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Konsumsi plastik sekali pakai telah mempermudah hidup manusia dan menjadi gaya hidup. Namun manusia tidak bertanggung jawab atas apa yang digunakannya,” kata Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini, dikutip dari keterangan tertulisnya, Ahad, 14 Juli 2024. Ia menyebut kantong kresek sebagai sampah plastik paling banyak dibuang sembarangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Daru, sampah yang tersebar di Indonesia dihasilkan dari dua sumber; primer dan sekunder. Sumber primer yaitu plastik yang sengaja dibuat seperti tas kresek. Sedangkan sumber sekunder merupakan plastik yang tidak sengaja dibuat namun ditambahkan sebagai unsur dari produk, misalnya pembersih wajah. Kendati demikian, dua sumber ini sama-sama menghasilkan mikroplastik yang sulit terurai di lingkungan.
Ecoton kerap melakukan kajian soal dampak sampah plastik terhadap sungai di Indonesia. Selain studi, lembaga ini juga ikut melakukan pembersihan sungai dan ekspedisi susur sungai untuk mengatasi dampak sampah serta mengedukasi masyarakat setempat.
Survei terbaru dilakukan Ecoton pada 12 Juli 2024 lalu di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Suvey itu menemukan, 48 persen dari 152 responden khawatir sampah plastik mengancam kesehatannya. Responden juga sepakat bahwa sampah plastik menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan di Poso.
Tahun lalu saja, kata Daru, sedikitnya ada 400 ton sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Poso setiap bulannya. “61,8 persen dari 152 responden mengatakan masalah lingkungan yang paling mengkhawatirkan di Poso adalah sampah plastik,” ujar Daru.
Sebanyak 20,4 persen responden juga menyebut pencemaran plastik di sungai, danau dan laut mengkhawatirkan. Sebanyak 33 persen responden berpendapat, penyebab banjir di Sulawesi Tengah belakangan ini akibat sampah plastik.
Walaupun khawatir terhadap dampak sampah plastik, kata Daru, survei menemukan fakta menarik terkait rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. “Menariknya, hanya 30,9 persen responden yang melakukan pemilahan sampah di rumah, sedangkan yang lainnya membakar sampah plastik.”
Selain melakukan survey, Ecoton juga menggelar workshop bertajuk Saya Pilih Bumi: Tolak Plastik Sekali Pakai yang digelar pada 9-12 Juli 2024 di Poso. Peserta pelatihan, yang terdiri dari siswa dan warga, sepakat membangun jaringan dan kelompok untuk mengkampanyekan diet plastik.