Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANGKAH kakek itu gesit naik-turun tangga. Di usianya yang sudah senja, 80 tahun, William Soeryadjaya masih tampak trengginas. "Masih muda, kok," katanya terkekeh. Waktu memang seperti tak sanggup melunglaikan semangatnya. Padahal, ia tengah dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit. Astra, pabrik mobil terbesar di negeri ini, yang susah payah dibesarkannya sejak 1957 dan lalu direnggut darinya tahun 1992, justru kini tak sebugar dirinya—bahkan mungkin sedang sakit parah.
Ironisnya, salah satu borok di tubuh Astra malah baru dikelupas oleh tangannya sendiri. Maret lalu, kepada polisi Om Willem mengadukan Theodore P. Rachmat—keponakannya sekaligus Presiden Direktur Astra yang pernah sangat dipercayainya—atas tuduhan penggelapan US$ 4 juta dana milik keluarganya yang telah disetor ke Astra. Dan apa lacur, laporan itu lantas mengungkap serentetan skandal keuangan lain yang selama ini diselimuti rapat-rapat.
Meski tak lagi jadi pemilik, si Om—begitu William selalu menyebut dirinya—toh tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya melihat nasib Astra sekarang. Jumat petang kemarin, sambil mengisap cerutunya dalam-dalam, William membeberkannya kepada Karaniya Dharmasaputra dan Prasidono L. dari Majalah TEMPO serta Metta Dharmasaputra dari Koran Tempo. Berikut petikannya.
Bagaimana sebenarnya sengketa dana setoran Edwin US$ 4 juta itu?
Sebenarnya si Om tidak mau diwawancara, karena sudah ada kesepakatan. Kami akan mengeluarkan keterangan pers bersama Senin ini. Nanti dikira melanggar dan berkomplot. Tapi garis besarnya sudah ada kesepakatan berdamai, perkaranya dianggap beres. Ya sudah, si Om bersyukur. Ini kan untuk kepentingan bersama. Kami sendiri menyayangkan ini semua terjadi. Tapi rupanya sudah ditakdirkan jalannya mesti begini.
Kenapa sampai harus melapor ke polisi?
Karena si Om sudah memberikan banyak tenggang waktu, tapi tidak juga diselesaikan. Ini yang bikin kami putus asa, sehingga akhirnya kami menempuh jalur hukum, yang menurut kami jalan paling baik untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ini semata-mata karena persoalan uang US$ 4 juta itu?
Pertama-tama untuk mencari keadilan. Jangan sampai hak-hak kami dilecehkan. Sudah jauh-jauh hari kami ingatkan, tapi sama sekali tidak ada respons dari Astra. Sampai akhirnya kami harus melaporkan untuk mendapatkan hak-hak kami. Ini juga sekaligus untuk memperbaiki yang tidak benar. Orang kan kalau sudah di puncak lalu lupa.
Banyak yang kaget, selain keponakan Anda, Teddy Rachmat juga pernah sangat Anda percayai.
Jangankan keponakan, anak sendiri saja kan bisa begitu.
Uang Edwin US$ 4 juta itu sudah dikembalikan Astra?
Sudah. Buat si Om persoalannya sekarang sudah beres.
Pengaduan itu sudah Anda cabut?
Sudah, sudah. April kemarin.
Setelah disetor Edwin, benarkah dana itu ditransfer Astra ke PT Suryaraya Gatratama?
Menurut bukti Bank Universal yang sudah dipegang polisi, memang ditransfer ke situ. Cuma apa yang terjadi dengan perusahaan itu, kami tidak tahu.
Uang itu lalu mengalir ke mana?
Dari yang kami ikuti selama ini memang tidak jelas. Tapi lari ke mana persisnya, ya, tidak tahu, ha-ha-ha....
Selain Rini Soewandi sebagai komisaris, di Suryaraya Edwin juga tercatat sebagai presiden komisaris.
Dulu itu kan memang anak perusahaan Astra. Tapi ketika dana itu ditransfer tahun 1996, Edwin sudah tidak lagi di situ, sudah dikuasai oleh pemilik dan pejabat yang baru. Sejak 1992 kami tidak tahu lagi apa yang terjadi di Astra.
Astra dulu dikenal sebagai salah satu perusahaan tersehat. Kenapa sekarang jadi begini?
Keadaan berubah. Seperti cuacalah. Lihat sekarang keadaan sudah terbalik. Dulu, waktu kasus Bank Summa, si Om sendiri yang keluar duit untuk menutup kewajiban terhadap semua nasabah, tapi masih dilikuidasi dan kami harus menyerahkan Astra. Sesen pun tidak dibantu pemerintah. Sekarang, semua dana nasabah di bank yang dilikuidasi dibayar pakai uang pemerintah, masih dapat berbagai keringanan pembayaran utang lagi. Tapi sudahlah, nanti kami dikira dendam. Kami sudah ikhlas menerimanya.
Apa yang berbeda antara Astra saat dipegang Anda dulu dan sekarang?
Wah, itu tidak boleh si Om utarakan, dong. Pokoknya, tergantung moral masing-masing. Sekarang moralitas itu yang rupanya jadi langka.
Apa yang salah dengan manajemen Astra?
Dulu si Om betul-betul memisahkan antara kepemilikan dan manajemen. Bahwa kepemilikan tidak boleh ada sangkut-pautnya dengan manajemen. Itu ternyata terlalu idealis. Akhirnya jadi begini. Itulah kesalahan terbesar yang pernah si Om lakukan. Dari berbagai kejadian yang menimpa si Om, hikmahnya adalah bahwa kata akhir harus ikut diputuskan oleh pemilik, tidak boleh murni oleh manajemen. Tapi sekarang nasi sudah jadi bubur. Yang bisa dilakukan adalah mengambil hikmahnya.
Semua mekanisme kontrol, termasuk akuntan publik, seperti tidak berfungsi.
Iya. Semua ikut-ikutan. Kan itu juga yang terjadi dengan Enron. Itu sangat kami sayangkan. Karena itulah, kepada sebuah konsorsium yang pernah berniat membeli Astra kemarin, Edwin menasihati supaya jangan menawar dengan harga terlalu tinggi. Edwin kan orang dalam, dia tahu persis isi dapurnya Astra. Cycle & Carriage (salah satu pemilik Astra sekarang—Red.) berani menawar tinggi karena mereka ingin menambal kerugian distribusi Mercedes mereka dengan pendapatan dari Astra. Nggak tahu sekarang mereka menyesal apa tidak, ha-ha-ha....
Diangkat Cycle, Edwin kan duduk sebagai komisaris dan komite audit Astra?
Betul. Tapi kalau advis dia tidak diindahkan, dan lalu tidak diambil tindakan sama sekali, ya apa yang bisa diperbuat? Edwin telah berusaha. Itu sudah terbukti ketika dia tidak bersedia ikut menandatangani laporan keuangan Astra tahun 2000.
Karena kasus Indover itu?
Bukan cuma karena itu, tapi juga banyak ketidakberesan lainnya. Tapi kan dia tidak bisa mengungkapkannya ke luar.
Edwin juga tak akan meneken laporan keuangan 2001?
Sudah pasti enggak. Tahun 2000 saja sudah tidak mau.
Kalau keterlibatan Rini Soewandi?
Wah, tidak tahu ya... (William terdiam). Janganlah, beliau kan sekarang menjabat menteri. Izinkan saya tidak berkomentar tentang hal ini.
Teddy kembali terpilih jadi presiden direktur atas restu Anda?
Nggak, dia ditunjuk Cycle.
Jadi, seberapa parah Astra ini sebenarnya?
Wah, si Om tidak berani menjawabnya. Tapi jauh-jauh hari saya sudah bilang Astra sudah jadi seperti kumpulan BUMN, ha-ha-ha....
Anda telah meneken kesepakatan damai. Tapi bagaimana kalau ini di-gunakan untuk menutupi pengungkapan kebenaran?
Ini pertanyaan bagus. Yah, si Om harus mematuhi kesepakatan itu. Ibaratnya saya sekarang sudah disegel. Meskipun itu melawan hati nurani, ya, bagaimana lagi? Kami menerimanya karena ini untuk kebaikan semua pihak. Biar yang berwajib dan kalian yang mengungkap segala tabir ketidakberesan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo