Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMPUNG Tanah Merah Atas tak pernah tidur cepat. Begitu juga pada Ahad dua pekan lalu. Meski mendung menggelayut, warga kampung yang terletak di Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara, itu masih lalu-lalang. Yang menonton televisi juga ada. Salah satunya Usman, 47 tahun.
Tiba-tiba, sekitar pukul 21.30, terdengar ledakan keras menggelegar. Duarrr…! Guncangannya kencang sekali, seperti gempa. Dinding-dinding rumah pun bergetar. Tanpa pikir panjang, Usman menyambar anak bungsunya dan lari ke luar rumah. Ternyata warga lain sudah lebih dulu berhamburan ke luar.
Rupanya, ledakan bersumber dari depo Plumpang milik PT Pertamina. Gudang penyimpanan bahan bakar minyak yang berjarak hanya sekitar sepuluh meter dari perkampungan tersebut terbakar. Jilatan kobaran api yang menjulang tinggi dan kepulan asap hitam membuat hawa di sekitar Kampung Tanah Merah memanas.
Bapak tiga anak ini pun menyelamatkan diri ke Islamic Center, yang berjarak sekitar satu kilometer dari fasilitas milik Pertamina itu. Istri dan dua anaknya sudah ada di sana. ”Di sana sudah banyak orang mengungsi,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Kebakaran ternyata berasal dari tangki nomor 24 yang berisi 2,5 juta liter premium. Bagian atas tangki buatan 1972 itu meleleh dan melengkung ke dalam. Warnanya yang semula putih menjadi merah. Seorang petugas keamanan depo, Zainuddin, 25 tahun, tewas. Tapi tak ada warga yang menjadi korban. Polisi dari Unit Laboratorium Forensik langsung menyelidiki kebakaran. Tim Detasemen Khusus Antiteror 88 pun ikut mengamankan lokasi kejadian.
Cuma satu tangki yang terbakar. Depo Plumpang pun hanya berhenti beroperasi sekitar 19 jam, sejak Minggu malam hingga Senin pekan lalu. Toh, muncul ekses negatif. Pasokan premium ke pompa bensin terganggu. Puluhan pompa di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi kehabisan stok bensin hingga Rabu pekan lalu. Bantuan pasokan dari depo Tanjung Gerem, Banten, depo Cikampek, dan depo Padalarang, Jawa Barat, tak banyak membantu.
Seandainya kebakaran menghanguskan seluruh tangki dan melumpuhkan Plumpang, menurut sumber Tempo di lingkungan Pertamina, kondisinya bisa gawat. ”Bisa krisis bahan bakar lebih dari seminggu,” sehingga, katanya, ”Bukan tak mungkin Jakarta jadi kacau.”
Kini Plumpang sudah beroperasi kembali. Tapi pasokan bahan bakar minyak hingga pekan lalu hanya mencapai 9.183 kiloliter atau sekitar 62 persen dari biasanya, 14.818 kiloliter.
Lalu muncul tanda tanya besar: ini musibah biasa atau ada unsur kesengajaan alias sabotase. Maklum, depo Plumpang pernah menjadi sasaran ancaman teroris. Pada 21 Oktober tahun lalu, Detasemen Khusus Antiteror 88 menangkap lima orang yang disangka akan mengebom gudang penyimpanan ratusan juta liter premium, solar, Pertamax, dan minyak tanah ini. Beberapa politikus Dewan Perwakilan Rakyat menduga kebakaran depo Plumpang bermuatan politis. Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua pihak tidak berspekulasi.
Hasil penyelidikan sementara polisi menyebutkan penyebab kebakaran bukan sabotase, melainkan kesalahan teknis dan gagalnya sistem pengaman tangki. ”Tekanan dari dalam tangki tak mampu diantisipasi sistem pengaman,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Indonesia Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira kepada wartawan pekan lalu.
Sumber Tempo di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan, sekitar 60 persen kebakaran tangki penyimpanan bahan bakar minyak di dunia disebabkan oleh petir. Penyebab lain adalah masalah teknis dan kesalahan prosedur. Tapi, untuk depo Plumpang, sumber tersebut tak yakin kebakaran dipicu oleh kegagalan sistem pengaman.
Pada akhir 2007, ungkapnya, tim inspektur minyak dan gas pernah memeriksa ketebalan pelat dinding dan atap tangki depo Plumpang. Ternyata masih baik. Remaining life time (daya pakai) atap tangki masih lebih dari 16 tahun. Dinding tangki malah masih bisa tahan 28 tahun lagi. Begitu pula tekanan pipa dan katup pengaman saat pengisian masih oke.
Sumber itu menduga kebakaran disebabkan oleh faktor manusia dan pelanggaran prosedur standar operasi. Indikasinya ada korban tewas dan telepon seluler di dekat tangki yang terbakar. ”Untuk apa dia sana? Plastik saja tak boleh dibawa masuk, apalagi ponsel. Ini bisa memicu ledakan dan kebakaran,” katanya.
Sumber Tempo lainnya punya pendapat berbeda. Dia menduga kebakaran depo Plumpang ada kaitannya dengan penerapan MySap 2005: sistem otomatisasi terintegrasi di seluruh bisnis Pertamina dari hulu sampai hilir. MySap yang diuji coba tahun lalu itu menyempurnakan sistem lama SAP R/3. MySap akan membantu Pertamina dalam manajemen jalur suplai, hubungan dengan konsumen, masa edar produk, dan hubungan dengan penyuplai.
Sistem otomatisasi yang lama, kata dia, tidak mampu melakukan fungsi-fungsi tersebut. Sistem itu bisa menimbulkan banyak kebocoran, termasuk di Plumpang. Modusnya dari mengakali pemesanan sampai mengambil jatah bahan bakar minyak, sehingga para pemain mendapat keuntungan yang tak seharusnya. Tapi, dengan MySap, proses transaksi akan tercatat secara terintegrasi. Mulai proses produksi, penjualan, jumlah transaksi yang terjadi, hingga data suplai yang diperlukan akan terekam. Alhasil, manipulasi sulit dilakukan lagi.
Menurut Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno, MySap membuat Pertamina makin efisien. Di Plumpang, misalnya, ada efisiensi tenaga kerja dari 500 orang menjadi 100-an orang. Frekuensi mengangkut bahan bakar juga semakin sering, dengan jumlah mobil tangki lebih sedikit. ”Mungkin saja ada yang tak puas, tapi saya enggak tahu. Saya enggak berpikiran sejauh itu,” katanya.
Depo Plumpang memang strategis. Ia menjadi pemasok bahan bakar minyak untuk 645 stasiun pengisian bahan bakar umum di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta sebagian Jawa Barat dan Banten. Jumlah pasokan bahan bakar dari depo ini mencapai 10 miliar liter setahun atau 16 persen dari total kebutuhan nasional sebanyak 60 miliar liter setahun. Depo Plumpang merupakan depo terbesar di Indonesia.
Sayangnya, depo ini tak memiliki standar pengamanan layak. Lihat saja, jarak depo dengan permukiman penduduk kurang dari sepuluh meter. Bahkan ada beberapa rumah warga yang berjarak sekitar semeter dari pagar beton Pertamina setinggi tiga meter. ”Orang yang tak bertanggung jawab akan dengan mudah melempar barang-barang berbahaya ke dalam depo,” kata pengamat perminyakan Kurtubi di Jakarta pekan lalu.
Warga yang bermukim di kampung sekitar depo Plumpang, yakni Tanah Merah Atas, Tanah Merah Bawah, dan Rawa Sengon, merupakan penduduk liar yang sudah ada sejak 1980. Mereka menempati 80 hektare tanah depo, dari total tanah depo Plumpang seluas 153 hektare.
Agar insiden serupa tak terulang, kata Kurtubi, Pertamina wajib menata depo Plumpang. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga telah mendesak Pertamina mengosongkan permukiman penduduk di sekitarnya. Kalla meminta ada zona aman dalam radius 100 meter.
Sekretaris Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Said Didu mengungkapkan, kementeriannya sebenarnya pernah mengusulkan Pertamina membangun parit selebar 50 meter mengitari depo Plumpang beberapa tahun lalu. Tapi rencana itu belum terealisasi hingga sekarang. ”Sekarang kami minta Pertamina kembali menata ulang semua depo, bukan Plumpang saja,” katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Padjar Iswara, Gabriel Wahyu Titiyoga, Cornila Desyana, Retno Sulistyowati, Amandra Megarani
Profil Depo Plumpang
Luas: 70 hektare. Beroperasi sejak 1974.
Pasokan: Kilang Balongan lewat pipa.
Jumlah tangki penyimpan : 27 unit.
Daya tampung tangki:
Wilayah Pasokan: 645 pom bensin di Jabotabek (16 persen kebutuhan nasional)
Pasokan rata-rata harian:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo