Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#CC0033>Bisnis retail</font><br />Bintang Baru dari Negeri Ginseng

Makro mengembangkan sayap ke hipermarket, supermarket, dan pusat belanja. Bisnis perkulakan ditinggal?

26 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Makro adalah pionir. Inilah pusat perkulakan mo­dern pertama di Indonesia. Pada zamannya, orang Jakarta bangga jika di dompetnya ada kartu keanggotaan Makro.­ Bagi Ibu Salimin, warga Kampung Melayu, misalnya, Makro adalah cinta lama. ”Saya jadi pelanggan setia sejak 15 tahun lalu.”

Makro memang tak tampil kinclong seperti hipermarket yang datang bela­kangan. Tapi itu tak jadi masalah. ”Yang penting, saya mendapat harga miring,” kata Ibu Salimin. Jarak Ma­kro di Kelapa Gading yang lumayan jauh dari rumahnya pun bukan masalah.

Sejak awal, Makro—di bawah naung­an SHV Holdings, perusahaan asal Belanda—memang memilih jurus harga murah, ”everyday low price”. Jurus ini terbukti efektif meraih pelanggan. Se­tidaknya jurus itu manjur pada 1990-an, sehingga jumlah gerai Makro berkembang menjadi 19.

Tapi, seiring dengan bergeraknya waktu, rupanya jurus jual murah tidak­ lagi cukup. Sang pionir perlu darah ba­ru dan modal lebih kuat.

Lotte Mart, peretail asal Korea Selatan, datang menawarkan darah baru bagi Makro. Proses pengambilalihan Makro oleh Lotte Mart telah rampung pada Oktober 2008.

Pertumbuhan penjualan Makro yang lebih dari 25 persen per tahun telah memikat Lotte Mart. Apalagi, di negeri sepadat Indonesia, potensi pasar masih amat luas (lihat ”Rimba Persilatan Makin Seru”).

Maret nanti, semua outlet Makro akan bersolek. Nama dan logo akan diganti menjadi Lotte Mart yang didominasi warna merah. Jumlah gerai akan diperbanyak, yakni menjadi 45 dalam empat tahun mendatang.

Target omzet pun dipacu. ”Tahun ini target omzet dipatok naik 20 persen dibanding 2008, menjadi Rp 5,7 triliun. Lima tahun mendatang, angka itu diharapkan bisa tumbuh tiga kali lipat menjadi Rp 17 triliun,” kata Presiden Direktur PT Lotte Shopping Indonesia Moon Young Pyo.

Demi langkah yang lebih agresif, Lotte Mart melepaskan diri dari label ”perkulakan” yang selama ini menempel pada Makro. Lotte memilih berfokus pada tiga macam format, yakni hipermarket, supermarket, dan pusat perbelanjaan, yang diklaim sudah mendapat izin Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Lotte tidak secara tegas menyatakan akan meredupkan bisnis perkulakan yang telah dirintis belasan tahun. Direktur Operasional PT Lotte Shopping Indonesia Jusuf Halim hanya memastikan proses transformasi tidak akan dilakukan gegabah. ”Bakal ada studi mendalam guna memilih format yang paling menguntungkan,” katanya.

Walhasil, langkah Lotte Mart diperkirakan membuat bisnis perkulakan modern makin sepi. Pada awal 1990-an, pemainnya adalah Makro, Goro, dan Alfa Gudang Rabat. Goro sudah tamat seiring dengan runtuhnya Orde Baru. Alfa berubah menjadi Carrefour. Kini, jika Makro benar mundur dari perkulakan, tinggal Indogrosir yang tersisa.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Retail PT AC Nielsen Indonesia Yongky Surya Susilo menilai bisnis perkulakan sebetulnya masih menjanjikan.­ ”Sayang­ kalau tidak dipertahankan oleh Lotte. Indogrosir kan tidak seagresif Makro,” katanya.

Pemilik toko kecil, menurut Yongky, akan tetap memilih pusat perkulakan. Alasannya, kestabilan harga dan varia­si barang yang dibutuhkan pedagang lebih terjaga. ”Walau lokasinya agak jauh dari pusat kota, barang selalu ada,” kata Yongky. ”Rantai pasokan juga konsisten.” Di Amerika, bisnis perkulakan seperti di Costco juga masih prospektif karena, selain pengusaha toko, konsumen individu—end user—juga dila­yani.

Rencana mundurnya Makro dari bisnis perkulakan tentu membuka peluang baru. Indogrosir, unit perkulakan milik Grup Salim, yang kini baru memiliki enam gerai, bisa jadi merebut peluang ini.

Manajemen perusahaan yang berafiliasi dengan Indomaret itu enggan berbicara tentang hal ini. Direktur Operasional PT Indomarco Prismatama, Laurentius Tirta Widjaja, hanya menyatakan, pembeli yang biasa mencari produk dalam jumlah besar pasti mencari alternatif toko baru jika Makro meninggalkan perkulakan. ”Pasti ada juga yang ber­alih ke Indogrosir,” katanya.

Potensi bisnis perkulakan memang masih terbuka lebar. Tapi, seperti kata Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Tutum Rahanta, bisnis ini belum berkembang optimal. Penyebabnya antara lain persyaratan keanggotaan, pembelian barang eceran yang tidak fleksibel, dan suasana belanja yang tidak nyaman. ”Kebanyakan perkulakan tidak berpendingin ruang­an. Anak-anak juga dilarang dibawa saat belanja,” tuturnya.

Adakah pemerintah sengaja menyurutkan langkah pebisnis perkulakan? Sekretaris Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo membantah dugaan ini. ”Tidak ada pilih kasih. Kami justru mendorong perkulakan sebagai perantara toko dan produsen,” katanya.

Kalaupun bisnis perkulakan sema-kin me­rosot, menurut dia, itu semata ­karena urusan bisnis. Pengusaha per­kulak­an tak sanggup bersaing dengan hipermarket dalam menggaet pemasok dengan harga lebih kompetitif. Pemerintah pun, menurut Gunaryo, hanya mendorong pedagang berada pada koridor masing-masing. ”Peretail jangan menjual dalam bentuk grosir. Sebaliknya, perkulakan jangan menjual secara retail. Jika itu dilanggar, izin usaha bisa dibekukan,” tuturnya.

R.R. Ariyani, Amandra Mustika

Pertumbuhan Peretail Nasional

Jenis2007*2008**
Minimarket5.1376.218
Supermarket270286
Hipermarket90121
Perkulakan2525
Drugstore341401

Sumber: AC Nielsen
*Sampai Desember
**Sampai November

Pendapatan Peretail (Miliar Rupiah)

Matahari
1. 8.488
2. 9,768*

Hero
1. 4.809
2. 5.147*

Ramayana
1. 4.478
2. 9,768*

Alfa
1. 3.625
2. 2.410*

Carrefour
1. 10.030
2. 11.108

Ket :

1. 2006
2. 2007

*Sampai September

Sumber: Bursa Efek Indonesia, situs Carrefour

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus