Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Perbankan</B></font><BR />Tersandera Jatuhnya Harga

Lima bank ternama terseret kredit macet eksportir biji kopi. Jaminan utangnya tumpang-tindih.

24 November 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH jatuh tertimpa tangga. Ungkapan itu pas buat PT Tripanca Group. Gara-gara harga kopi di pasar dunia sedang lesu, eksportir kopi robusta terbesar asal Lampung ini ngos-ngosan melunasi utang Rp 1,7 triliun ke lima bank ternama. Perusahaan ini tambah limbung karena biji kopi yang disuplai dari pemasok ada yang belum dibayar senilai Rp 450 miliar.

Padahal semua biji kopi itu, juga tanah dan bangunan milik perusahaan, dijadikan agunan pada saat Tripanca meminjam dana ke bank. Kelimanya adalah Bank Ekspor Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Mega, dan Deutsche Bank. Para pemasok, karena merasa belum dibayar, juga meminta biji kopi itu dikembalikan.

Silang-sengkarut ini memaksa Tripanca, sejak Senin pekan lalu, membongkar kopi yang ditaruh di gudang milik PT Aneka Sumber Kencana di Bandar Lampung. Puluhan buruh bongkar-muat pun sibuk memindahkan ribuan karung biji kopi ke atas truk. ”Biji kopi yang kami kembalikan hanya yang belum ditransaksikan,” kata Albert Tiensa, kuasa hukum PT Tripanca, Jumat pekan lalu. Jumlahnya sekitar 4.000 ton. Tapi di gudang ini biji kopi milik Tripanca hanya ada 1.000 ton.

Biji kopi lainnya disimpan tersebar di tujuh gudang milik Tripanca. Total biji kopi yang disimpan Tripanca 60 ribu ton. Dari jumlah itu, sekitar 10 ribu ton sudah dibeli dan siap dikirim ke Eropa. Nah, sisanya sekitar 44 ribu ton akan berpindah tangan menjadi milik bank karena Tripanca gagal bayar.

Persoalannya tidak sesederhana itu. Jaminan berupa stok biji kopi plus aset perusahaan, setelah diagunkan ke bank yang satu, ada yang dijadikan jaminan buat mencari pinjaman ke bank yang lain. Itu sebabnya semua gudang kopi itu dijaga ketat puluhan petugas dari Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung. ”Isi gudang dalam proses audit,” kata Albert. ”Kami belum menentukan siapa yang berhak atas aset tersebut karena masih status quo.”

l l l

KISRUH ini bermula dua bulan lalu, tatkala harga kopi mulai menukik. Harga kontrak kopi robusta pada Maret, untuk penyerahan Mei, sempat mencapai US$ 2.752 per ton. Sejak itu rata-rata harga biji kopi US$ 2.200-an per ton. Tapi pada awal Oktober harga kontrak pengiriman kopi ambruk di bawah US$ 2.000 per ton. Saat ini harganya di kisaran US$ 1.612 per ton. Seretnya pemasukan membuat arus kas Tripanca tertekan. Aset lancar Tripanca per 10 November Rp 1,2 triliun. Sedangkan kewajiban lancarnya Rp 1,6 triliun. ”Perusahaan terlalu berat menanggung beban utang, meski dalam keadaan tidak krisis,” kata Albert.

Padahal pola penjaminan dalam perjanjian pengucuran kredit modal kerja antara Tripanca dan dua bank, yakni Bank Mega dan Deutsche Bank, memakai pendekatan resi gudang (warehouse receipt). Jaminannya berupa biji kopi yang tercatat di gudang.

Perjanjian itu biasanya diteken pada saat harga kopi tertentu, dan akan dibayar dalam rentang waktu tertentu. Bila harga kopi turun, debitor harus menutup selisihnya. ”Tripanca harus top up membayar jaminan sesuai dengan yang ada dalam perjanjian,” kata Direktur Utama Bank Mega Yungki Setiawan. Berapa harga kopi yang dipatok dalam perjanjian, Yungki tidak mau menyebutkan.

Berbeda dengan Bank Mega dan Deutsche Bank, Tripanca menjaminkan aset tetap dan fidusia atas sejumlah persediaan biji kopi untuk mendapatkan pinjaman dari Bank Ekspor Indonesia, BRI, dan Bank Mandiri.

Masalahnya, ya itu tadi, terjadi jaminan silang karena aset juga diagunkan ke kreditor lain. Jumlah biji kopi yang dijadikan jaminan buat kelima bank 85.940 ton. Sedangkan stok biji kopi yang tersimpan di gudang Tripanca cuma setengahnya—setelah ada yang hendak dikapalkan dan dikembalikan ke pemasok.

Perjanjian resi gudang juga janggal karena PT Cideng Makmur Utama, anak usaha Tripanca yang mendapat Rp 648 miliar dari Deutsche Bank, mengajukan jaminan biji kopi 37 ribu ton. Padahal perusahaan ini tidak punya riwayat membeli dan memperdagangkan biji kopi.

Begitu pula dengan perjanjian antara Bank Mega dan Tripanca. Selain mengagunkan biji kopi, Tripanca juga mengajukan jaminan lada untuk memperoleh kredit. Padahal perusahaan ini tidak punya riwayat perniagaan lada.

Situasi jadi semakin rumit karena sejak awal Oktober lebih dari 70 pemasok kopi, lada, dan cokelat tidak bisa mencairkan nota pembelian komoditas yang mereka pasokkan. ”Mereka tidak mampu membayar barang yang sudah kami setorkan ke gudang,” kata Juanto Hazirin, salah satu pemasok. Tak cuma itu. Dari biji kopi yang dikembalikan, pemasok rata-rata hanya kebagian 50 ton.

Rantai ini bertambah panjang karena banyak pemasok yang belum membayar biji kopi yang mereka ambil dari pedagang pengumpul. ”Kami dikejar-kejar pengepul,” kata Juanto. Para pemasok belum bisa membayar selama dana dari Tripanca belum cair.

Selama ini pemasok ramai-ramai menjual biji kopi ke Tripanca karena perusahaan milik Sugiharto Wiharjo ini berani membeli dengan harga lebih tinggi. ”Mereka beli  Rp 500 lebih mahal dari harga pasar,” kata Juanto. Tak mengherankan bila perusahaan yang sudah menjadi eksportir kopi sejak 1980-an ini mampu menguasai hampir 70 persen ekspor kopi robusta dari Lampung.

Cuma, Sugiharto terlalu berspekulasi. Dia banyak memborong biji kopi hingga stok berlebih. Tidak tahunya, harga di pasar jeblok. Pendapatannya seret. Ibarat kantong kanan beli mahal, kantong kiri jual murah. Padahal hingga Oktober lalu cicilan pembayaran masih lancar. ”Akibat krisis finansial global, dia kena getahnya,” kata seorang eksportir kopi.

Sejak itu Sugiharto menghilang. Direktur Kredit BRI Sudaryanto Sudargo mendapat kabar, pengusaha itu berobat ke Singapura karena terkena stroke. ”Dia stres,” katanya. Namun, kata Kepala Kepolisian Daerah Lampung Brigadir Jenderal Ferial Manaf, petugas masih berusaha melacak keberadaannya. Padahal, menurut Albert, penyelesaian kisruh ini akan berjalan cepat jika Sugiharto kembali.

l l l

MESKI ditinggal ”pergi” Sugiharto, para kreditor mengaku tidak khawatir. Direktur Mikro dan Retail Banking Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kredit yang dikucurkan Mandiri sudah ditutup oleh jaminan berupa tanah dan bangunan. ”Dan kredit yang dikucurkan itu belum 100 persen ditarik oleh Tripanca,” katanya kepada Retno Sulistyowati dari Tempo.

Yungki juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, sesuai dengan perjanjian resi gudang, setiap barang yang masuk ke gudang menjadi jaminan untuk diberikan kepada bank. ”Karena tidak ada pembayaran, barang itu sekarang kami pegang,” katanya. Bank Mega berencana menjual biji kopi tersebut setelah proses hukumnya selesai.

Soal pemasok yang meminta kembali kopinya, Yungki berpendapat hal itu mesti dibicarakan dengan Tripanca. Bank Mega tidak ada urusan dengan pemasok. ”Kalau ada masalah pembayaran, pemasok harus menagihnya ke Tripanca, bukan meminta kembali barang yang ada di gudang,” ujarnya.

Namun niat Bank Mega belum tentu lempeng. Apalagi Deutsche Bank dan bank lainnya merasa punya hak yang sama untuk mengamankan aset Tripanca. ”Masalahnya, ada jaminan yang overlap dengan bank lain,” kata Sudaryanto.

Itu sebabnya ia menyarankan agar para kreditor dan pemasok duduk bersama. ”Tidak boleh salah satu pihak merasa paling berhak mengeksekusi lebih dulu,” katanya. Sebab, bila persoalan ini berlarut-larut, apalagi sampai ke pengadilan, bisa-bisa biji kopi di dalam gudang terbengkalai dan tidak bisa dijual.

Yandhrie Arvian, Nurochman Arrazie (Bandar Lampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus