Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUDUHAN ini tidak main-main. Sebagian produsen sepatu Indonesia dituding membantu Cina memasukkan barang ilegal ke Brasil. Jika terbukti benar, pemerintah negeri samba itu bakal mengenakan tambahan tarif atas sepatu produk Indonesia yang masuk ke sana.
Modus yang ditudingkan, para pebisnis Indonesia mengekspor ulang sepatu merek Nike dan Adidas asal Cina ke Brasil. Ekspor dilakukan dengan bermodalkan certificate of origin atau surat keterangan asal barang dari Indonesia.
Dengan cara ini, sepatu dari negeri panda itu leluasa masuk ke Brasil tanpa terhambat aturan proteksi. Sebelumnya, sepatu Cina ke Brasil dikenai bea masuk antidumping US$ 13,85 per pasang. Ketentuan ini berlaku sejak 3 Maret 2010.
Buah dari kecurigaan ini jelas bisa merugikan pelaku industri alas kaki. Sepatu produksi Indonesia terancam dikenai kebijakan yang sama dengan sepatu Cina. "Pemerintah Brasil sebaiknya adil, tidak semua perusahaan bisa disamaratakan," kata Binsar Marpaung, Sekretaris Jenderal Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
Untuk membuktikan ada-tidaknya praktek pengelakan kebijakan antidumping (anti-dumping circumvention), Brasil kini menggelar investigasi. Sebanyak 16 produsen sepatu Nike dan Adidas di Indonesia telah diwajibkan mengisi kuesioner impor-ekspor. Tenggat untuk pengisian adalah akhir Oktober.
"Kami minta perpanjangan dua pekan sampai 20 hari," kata Ernawati, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan. Setelah pengisian kuesioner, akan dilakukan verifikasi. "Biasanya prosesnya satu tahun," Ernawati menambahkan. "Pemerintah juga sudah mengirim surat sanggahan."
Isu antidumping sudah didengungkan oleh Brasil sejak pertengahan tahun lalu. Kecurigaan adanya praktek curang ini muncul lantaran setelah kebijakan antidumping untuk sepatu Cina diberlakukan pada Maret 2010, ekspor sepatu dari Indonesia—juga Malaysia dan Vietnam—ke negeri di Amerika Selatan itu melonjak. Kini isu ini kian bergema, meski sebelumnya sempat reda.
Menurut dokumen Kementerian Perdagangan, pada 4 Oktober lalu otoritas Brasil bahkan sudah memulai penyelidikan anti-dumping circumvention untuk produk sepatu asal Indonesia. Langkah itu dilakukan setelah muncul protes dari Brazilian Footwear Industries Association kepada produsen sepatu Nike dan Adidas Indonesia.
Tudingan mereka, sepatu yang diekspor ke Brasil bukanlah produksi Indonesia, melainkan barang asal Cina yang singgah lebih dulu ke Indonesia. Praktek pengelakan seperti ini bisa dilakukan lewat transshipment alias pemindahan kapal pengangkutan barang untuk mengubah identitas asal barang tersebut.
Seorang pelaku industri mengungkapkan, selain transshipment, cara lain yang biasa dilakukan adalah menumpuk barang impor terlebih dulu di gudang penampungan. Saat barang masih tersimpan, dokumen ekspor dipersiapkan. Biayanya bisa mencapai US$ 500 per dokumen. "Lewat oknum yang main," ujar si sumber.
Berbekal dokumen itulah, barang kemudian diekspor dengan mulus. "Semuanya resmi, bisa dicek satu-satu," katanya lagi. Produk Cina menjadi incaran modus ini karena harganya yang supermurah. Dengan cara ini, pemain lokal bisa meraup keuntungan sebesar selisih nilai pembelian dan reekspor.
Indikasi transshipment ilegal sebetulnya bukan barang baru di negeri ini. Tiga tahun lalu, Departemen Perdagangan dan Bea-Cukai Amerika Serikat menyelidiki dugaan praktek pemindahkapalan ilegal tekstil dan produk tekstil asal Cina yang diekspor oleh 33 perusahaan di Jabotabek ke negeri adidaya itu.
Menanggapi tudingan Brasil, Binsar menegaskan institusinya melarang praktek semacam itu. Investigasi pun sedang digelar Asosiasi hingga akhir bulan ini. "Harus kami klarifikasi dulu," ujarnya. "Sebab, ini sensitif."
Dewan Penasihat Aprisindo juga pernah menjamin tak ada praktek transshipment ilegal. "Produk ekspor pasti disertai sertifikat asli, yang pembuatannya tidak bisa sembarangan," kata Djimanto dari Dewan Penasihat.
Harun Mahbub, Febriana Firdaus, Eka Utami
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo