Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum genap dua bulan menggantikan Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo sudah menuai kritik. Dia diprotes setelah menggulirkan rencana impor ikan awal November lalu. Pemilik PT Ario Bimo, perusahaan pialang muatan kapal dan properti, itu dituding anasionalis dan tak memihak kepentingan nelayan.
Sabtu dua pekan lalu, Cicip menerima Bobby Chandra dan Sahrul dari Tempo di lantai 26 Hotel Ritz-Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta. Dengan gaya bertutur lu-gue ala anak muda Jakarta, bekas Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia ini bicara blakblakan tentang berbagai masalah perikanan nasional.
Bagaimana duduk perkara impor ikan? Berkali-kali saya bilang, izin impor tidak pernah ditutup. Izin imporitu urusan Kementerian Perdagangan. Kami diberi hak memilih ikan yang diimpor. Saya sudah terangkan secara gamblang, tapi persepsinya malah berbeda. Dipikir saya yang membuka impor. Per 21 November, dari volume 2,4 juta ton, yang diizinkan hanya 248 ribu ton atau 8,6 persen. Impor adalah alternatif terakhir.
Impor ikan apa yang diperketat?
Saya memberi izin impor ikan subtropis, seperti makarel dan sarden, untuk industri pemindangan sebagai pengganti ikan kembung. Tapi, kalau ikan kembung impor masuk, saya tangkap kontainernya dan cabut izin impornya. Ada sekitar 65 ribu industri pemindangan di Jawa dan Sumatera yang bisa mati kalau tak ada pasokan bahan baku.
Namun impor ikan ilegal lebih besar dari data pemerintah....
Data impor ilegal tak bisa dikonfirmasi. Kami mencatat sesuai izin.Mungkin saja ekspor dari Cina tercatat lebih banyak di sana karena terjadi penyelundupan. Pemerintah Cina memberi insentif bagi eksportir berupa pengurangan pajak dan bunga bank yang murah. Bisa jadi pengusaha Cina berbohong karena ingin mendapat dukungan pemerintahnya.
Banyak pelabuhan kecil di sekitar Bitung dan Belawan yang produksi ikannya tak tercatat….
Saya bukan Superman. Kami harus mengakui penangkapan ikan ilegal terus terjadi. Banyak kapal yang ditangkap, tapi lebih banyak pula yang tak tertangkap. Laut kita lebih luas dua pertiga dari daratan. Aparat TNI, polisi, dan Kementerian minim kapal pengawas. Tak mungkin semua diawasi. Data produksi juga tak akurat. Saya sendiri curiga dengan data produksi yang 6,4 juta ton.
Anda memperketat izin impor ikan, tapi ada informasi izin beberapa importir (CV Rezeki Kita, CV Soon Ho, PT Golden Cup, CV YSR, CV Banjar Makmur, PT Medan Canning) sudah diteken….
Itu nanti saya tanya Dirjen. Yang pasti monitoring-nya benar atautidak. Dirjen memberi izin tentu karena persyaratannya sudah benar.Enggak mungkin diberi izin tapi persyaratannya tak benar. Yang saya monitor adalah pelaksanaannya. Kalau Dirjen berlagak bodoh (soal izin itu), baru saya tegur.
Bagaimana bentuk pengawasan impor ikan ilegal?
Pertengahan Desember kami menangkap ikan ilegal di Muara Angke dan Muara Baru, Jakarta Utara. Saya tahu karena ada laporan. Saya suruh cek, kalau benar ilegal, tangkap. Sesuai undang-undang harus dimusnahkan. Kalau diekspor kembali bisa nyangkut lagi.
Inspeksi mendadak biasanya di-setting sesuai dengan kepentingan pejabat….
Terkait inspeksi di Muara Baru dan Muara Karang, saya tahunya hari itu juga. Saya langsung pergi melihat impor ilegal itu. Saya militan. Saya undang wartawan. Dirjen yang saya panggil dua, tapi yang datang empat. Saya sudah memerintahkan pengawas dari Jakarta untuk memantau lima pelabuhan impor dan ekspor.
Penangkapan ikan ilegal dipicu oleh penyelewengan surat izin penangkapan ikan (SIPI)....
Banyak laporan menyebutkan bahwa pengawas perikanan menangkap kapal berbendera Indonesia, bukan kapal asing. SIPI diberikan kepada satu kapal. Jangan perusahaan lain yang nebeng pakai SIPI yang sama. Dirjen memberi izin 10 kapal, tapi dia tidak tahu fakta di lapangan. Padahal ada 40 atau 50 kapal. Ini yang akan diawasi.
Apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan kinerja Kementerian?
Saya sudah memotong anggaran hingga Rp 100 miliar untuk pos yang tidak menghasilkan, seperti perjalanan dan rapat. Anggaran ini saya realokasi untuk produksi, infrastruktur, dan perbaikan tambak. Kami akan menambah jumlah kapal nelayan khusus berbobot 5-10 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo