Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TOKO Indomaret di dekat Pasar Slipi Jaya, Kemanggisan, Jakarta Barat, serasa dikepung pesaing. Di seberang jalan agak ke kanan, berdiri Alfamart—kompetitor utama—yang buka 24 jam. Di seberang juga, 500-an meter ke arah kiri, Alfamart menghadang lagi. Hanya dalam rentang 600 meter, Jalan Anggrek Rosliana dijejali tiga minimarket.
Kamis siang pekan lalu, Tempo mengamati ketiga gerai retail waralaba tersebut. Alfamart yang buka 24 jam terlihat paling ramai. Hampir saban menit pengunjung datang. Toko ini ”dipegang” PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk.—pengelola Alfamart—alias belum diambil alih. Istilahnya: toko reguler.
Di kawasan lain, yang terjadi bisa sebaliknya, Indomaret mengepung Alfamart. Malah, di Jalan Sentosa Sukmajaya, Depok, keduanya berjejer ”berbagi tembok”. Ketatnya pertarungan keduanya juga tampak dalam pameran franchise (waralaba) internasional di Jakarta Convention Center dua pekan lalu. Booth mereka sama sesaknya.
Para awak Indomaret meladeni satu per satu pengunjung yang mampir. Ada yang sekadar bertanya cara menjadi franchisee. Ada yang serius, malah langsung meneken kontrak. Menurut Hendry Gunawan, manajer franchise yang bertugas di stan pameran, hingga hari kedua telah ada 20 orang yang menandatangani perjanjian.
Di hari ketiga, menutup pameran, Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama—pengelola jaringan Indomaret—Laurensius Tirta Widjaja menambahkan, 50 toko takeover ludes terjual. Masih ada ratusan proposal pendirian toko baru. Bukan hanya investor Jakarta yang berminat. Ada yang datang dari Surabaya dan Bali. ”Kami harus metani satu per satu proposal yang masuk, feasible atau tidak,” katanya.
Alfamart punya cara lain melayani calon investor. Manajemen mengumpulkan mereka dalam satu ruangan, lantas mempresentasikan penawaran bisnis, dari prospek minimarket, cara menjadi franchisee, hingga modal yang mesti disediakan. Hasilnya, 13 toko laku, juga ada ratusan proposal. ”Stok kami cuma itu. Ludes dalam lima jam,” kata Wakil Direktur Utama Alfaria, Henryanto Komala.
Bisnis retail di Tanah Air memang sedang seru-serunya. Lembaga riset The Nielsen Company Indonesia memperkirakan pertumbuhannya tahun ini 9-10 persen, lebih cekak dibanding tahun lalu, 21 persen. ”Lima tahun terakhir, retail Indonesia terus tumbuh. Tiga besar se-Asia Pasifik,” kata Febby Ramaun, Associate Director Retailer Service The Nielsen Company Indonesia, kepada pers Kamis pekan lalu.
Pada akhir 2008, Nielsen Indonesia mencatat, retail modern mencapai 12 ribu, sedangkan pasar tradisional 2 juta unit. Penjualan selama Januari-Mei 2009 pun naik menjadi Rp 39 triliun, tumbuh 6,5 persen dibanding tahun lalu. Menjelang puasa dan Lebaran pasti akan lebih ramai. ”Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi domestik mendorong pertumbuhan retail,” kata Febby.
Inilah yang membikin peretail giat berekspansi. Di luar Jawa, Indomaret telah mengepakkan sayap ke Bali, Medan, Lampung, dan Palembang. Hingga Juni, jumlah gerai mereka sudah 3.435, dan akan terus dipacu sampai mencapai target 4.000 toko tahun ini. Jam terbang franchisor retail ini terbilang tinggi, sejak 1988. Tapi baru diwaralabakan pada 1997. Saat itu mereka memiliki 230 gerai.
Pemain bisnis minimarket sebenarnya banyak. Ada Circle K dan ampm—waralaba impor dari Amerika Serikat—juga Starmart dan Yomart, pelaku lokal. Namun kompetisi Indomaret dan Alfamartlah yang paling terasa. Alfamart tahun ini akan membuka 500 gerai baru untuk menambah jaringan yang telah mencapai 3.000 gerai—tersebar di Jawa dan Lampung. Perseroan ini telah menyiapkan belanja modal Rp 450 miliar dari kas internal dan pinjaman perbankan.
Tak sulit bergabung dengan Indomaret dan Alfamart sebagai terwaralaba. Mekanisme keduanya mirip. Secara prinsip ada dua cara. Pertama, membuka toko baru di tempat yang disediakan terwaralaba. Pewaralaba—Indomaret atau Alfamart—membantu mendesain toko. Tentu tempat tersebut akan disurvei, feasible atau tidak. Biaya waralaba dan investasi untuk peralatan toko swalayan Rp 250-300 juta, tergantung besar-kecil toko.
Pilihan lain adalah mengambil alih toko reguler yang sedang dioperasikan Indomarco atau Alfaria alias takeover. Prospek gerai ini dijamin bagus. Pasar sudah terbentuk. Gambaran omzet jelas. Tapi ongkos investasinya lebih mahal karena ada biaya tambahan yang besarannya tergantung omzet. Toko beromzet Rp 8-10 juta sehari kena pungutan biaya Rp 300-400 juta. Kalau omzet lebih dari itu, tentu ”pungutan”-nya lebih besar. Alfamart tak berbeda jauh. Totalnya, satu gerai takeover sekitar Rp 500-600 juta, termasuk ”pungutan” good will.
Indomaret juga mengenakan biaya franchise fee Rp 36 juta plus pajak 10 persen untuk kerja sama selama lima tahun—bisa diperpanjang. Ada juga royalty fee khusus untuk gerai yang beromzet lebih dari Rp 135 juta. Bila omzet kurang dari itu, bebas royalty fee. Begitu urusan duit rampung, investor tak perlu lagi cawe-cawe. Soal karyawan, operasional toko, proses keluar-masuk dan order barang, serta kontrol diurus franchisor. Terwaralaba tinggal ”ongkang-ongkang” menunggu hasil.
Ini yang disukai Ida, 60 tahun, pemilik gerai Indomaret di Jalan Bangka, Jakarta Selatan. Ia tak mau pusing dengan segala macam persoalan di toko. Semua diserahkan kepada franchisor. ”Saya kan sudah tua. Apalagi saya bukan orang yang terampil berbisnis.” Saban bulan, urusannya hanya dengan kantor pusat Indomaret: berbagi keuntungan. Pendapatannya bervariasi, Rp 10-15 juta per bulan. Tapi, bila Lebaran tiba, bisa Rp 20 juta.
Berbeda dengan Ida, Beni memilih terlibat mengelola toko bersama 11 karyawannya. ”Untuk menekan kehilangan. Biasanya masalah ada di situ, barang hilang atau rusak.” Pemilik Alfamart di Palmerah, Jakarta Barat, ini mengantongi keuntungan bersih lebih dari Rp 15 juta sebulan. Pria 28 tahun ini beruntung karena baru mengambil alih toko tersebut tiga bulan lalu dengan biaya tak sampai Rp 200 juta. Ini lantaran Alfamart reguler tersebut menyewa ruko milik Beni, sejak lima tahun lalu.
Yang menarik dalam bisnis franchise retail, terwaralaba tidak pusing memikirkan kompetisi. ”Semua diatur pusat,” kata Beni. Dua pekan sekali, ada program promo produk tertentu. Ia juga memamerkan kartu anggota Alfamart yang memberikan potongan harga bagi pelanggan.
Indomaret juga meluncurkan berbagai inovasi. Pewaralaba ini menawarkan pesan antar kue ulang tahun dan bunga. Ada juga program Telkomsel Cash, pembayaran melalui telepon seluler. Yang paling gres: Smart Card. Kartu Indomaret ini bisa diisi saldo Rp 50 ribu hingga Rp 1 juta dan bisa diisi ulang. Dengan kartu Indomaret ini, Anda bisa membayar listrik, telepon, cicilan motor atau mobil, bahkan membeli bensin di pompa bensin. Dari 65 ribu kartu yang diluncurkan di Jabodetabek, perputaran dananya hampir Rp 10 miliar.
Apa pun, ujung dari investasi adalah pengembalian modal. Menurut Laurensius, Indomaret berkomitmen mengembalikan dana investor dalam tempo tiga setengah tahun. Tahun berikutnya tinggal menikmati keuntungan. Investasi waralaba retail menjadi pilihan yang menarik ketika suku bunga perbankan terus menyusut. Daripada dana disimpan di bank, mending diinvestasikan. ”Kami menawarkan franchise. Uang enggak hilang, keuntungan pasti datang.”
Retno Sulistyowati, Munawwaroh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo