Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Jalan Tol</font><br />Menyelamatkan Proyek Seribu Kilo

Rekening dana pembebasan tanah jalan tol Pejagan-Semarang tidak sesuai dengan perjanjian. Manajemen yang didominasi Bakrie belum meneken surat pernyataan.

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT penting itu berlangsung di kantor Sekretariat Wakil Presiden. Dipimpin langsung oleh Jusuf Kalla, pertemuan tiga pekan lalu itu membahas nasib jalan tol Trans-Jawa. Kalla turun tangan karena megaproyek yang menjulur 1.100 kilometer dari Merak hingga Banyuwangi itu banyak yang mangkrak. Padahal, targetnya, semua ruas mesti terhubung dan beroperasi pada 2010.

Salah satu yang mengusik perhatian Kalla adalah Pejagan-Semarang. Pengerjaan proyek yang terbagi tiga ruas itu bisa dibilang mengecewakan. ”Praktis tidak ada kegiatan di lapangan,” kata Nurdin Manurung, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol. Bahkan, satu pekan sebelum rapat itu digelar, tiga investor pemegang konsesi ruas tol itu telah menerima peringatan dari Badan Pengatur. Surat cedera janji diberikan karena mereka belum menyetor dana pembebasan tanah tahap kedua.

Hal itu membuat posisi PT Pejagan-Pemalang Toll Road (ruas tol Pejagan-Pemalang), PT Pemalang-Batang Toll Road (Pemalang-Batang), dan PT Marga Setiapuritama (Batang-Semarang) terancam. Bila dalam 90 hari duit pembebasan tanah tak kunjung disetor, konsesi jalan tol yang digenggam ketiganya bisa dicabut. Kalau itu yang terjadi, nasib Trans-Jawa bisa tambah runyam.

Itu sebabnya, selain hadir Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto; anggota staf khusus wakil presiden; Muhammad Abduh; Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto; dan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Nurdin Manurung, Kalla memanggil bos Jasa Marga. ”Kami diperintahkan mengambil alih proyek tersebut,” kata Frans Sunito pekan lalu. Direktur Utama Jasa Marga itu menyanggupi permintaan Kalla.

Penugasan khusus ini, kata Nurdin, sesuai dengan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara. ”Jasa Marga sifatnya melaksanakan public service obligation, bukan ditunjuk langsung,” katanya. Kemungkinan lain, tiga ruas tol itu ditender ulang. Tapi langkah ini makan waktu lama. Itu sebabnya Kalla lebih sreg Jasa Marga yang mengerjakan proyek bila konsesi tiga investor tersebut diputus.

Keinginan pemerintah agar Jasa Marga mengambil alih proyek di pantai utara Jawa ini bukan yang pertama kali. Tahun lalu, pengembang dan operator jalan tol pelat merah ini juga diminta menyelamatkan pengerjaan tiga ruas tol senilai Rp 9,16 triliun itu. Tapi, di detik-detik akhir, kelompok usaha Bakrie muncul mengulurkan bantuan.

Itu sebabnya Hiramsyah Sambudhy Thaib, Komisaris Utama PT Pejagan-Pemalang dan PT Marga Setiapuritama, mengatakan Jasa Marga tidak bisa mengambil tiga ruas itu seenaknya. Apalagi, kata Hiramsyah, yang juga Direktur Utama Bakrieland Development, kelompok usaha Bakrie sudah mengambil alih manajemen PT Pejagan-Pemalang, tiga pekan lalu. Kelompok usaha ini juga sudah menancapkan kukunya di direksi dan komisaris PT Marga Setiapuritama sejak Maret lalu.

Di dua ruas tol itu, Bakrie menempatkan Harya M. Hidayat sebagai direktur utama. Harya selama ini dikenal sebagai Vice Executive President Bakrie Telecom. Bakrie juga menempatkan Sumantri Kusumonegoro dan Achmad Amri Aswono Putro sebagai direktur teknik dan direktur keuangan. Dua nama ini adalah petinggi di Semesta Marga Raya, salah satu anak usaha Bakrie yang memegang konsesi ruas tol Kanci-Pejagan.

Kelak, setelah jalan tol kelar pembangunannya dan beroperasi secara komersial, Bakrie akan mengambil saham Marga Setiapuritama dan Pejagan-Pemalang. ”Kami akan meminta hak opsi kepemilikan utama 65 persen,” kata Harya. Sedangkan proses pembangunan ruas Pemalang-Batang, meski selama ini pendanaannya dibantu oleh Bakrie, akan dikerjakan investor lama.

l l l

SEJARAH tiga ruas jalan tol itu sejak semula memang penuh lika-liku. Michael Lee, warga negara Singapura, memperoleh konsesi ruas Batang-Semarang sejak 1992. Lima tahun setelah itu, hak pembangunan jalan tol Pejagan-Pemalang dan Pemalang-Batang jatuh ke tangan Gowindasamy, Presiden Direktur Sumber Mitra Jaya—sebuah perusahaan kontraktor. Tapi jalan tol itu tak pernah dibangun. Krisis ekonomi satu dekade lalu menjadi dalih nihilnya pembangunan, tak hanya di tiga ruas itu, tapi juga di ruas tol lainnya.

Bertahun-tahun setelah proyek tak tentu rimbanya, Gon—panggilan Gowindasamy—dan Michael meneken perjanjian pengusahaan jalan tol pada 20 Juli 2006. Menurut perjanjian, jaminan dari perbankan mesti diserahkan dua pekan setelah itu. Nilai jaminan proyek itu satu persen dari total investasi—di luar harga pembebasan tanah tiga ruas, yang totalnya Rp 548 miliar. Nyatanya, akad kredit pembiayaan baru dipenuhi satu tahun kemudian. Itu pun setelah hampir diputus kontraknya.

Beruntung, menjelang tengah malam sebelum tenggat, Anindya N. Bakrie datang menggandeng Credit Suisse First Boston. Putra Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, itu mendadak muncul saat akad kredit tiga ruas jalan tol ditandatangani di ruang Lotus, Hotel Intercontinental, Jakarta. Lembaga keuangan internasional itu menjadi penjamin proyek. Kemunculan Anindya itu sekaligus berhasil menyalip Jasa Marga. Berkat uluran tangan Anindya, Gon dan Michael lolos dari lubang jarum.

Besarnya jaminan yang dicurahkan untuk tiga ruas itu Rp 87,3 miliar. Masa berlaku jaminan hingga Juli tahun ini. Credit Suisse juga menjamin akan mengucurkan fulus US$ 720 juta (sekitar Rp 6,5 triliun) atau 70 persen dari total nilai proyek. Masalahnya, persyaratan yang diajukan Credit Suisse berlapis. Lembaga keuangan ini, misalnya, baru akan menggelontorkan duit kalau Bakrie menjadi pemegang saham mayoritas. Masalahnya, kelompok Bakrie mengaku hanya membantu pendanaan dan manajemen, belum menjadi pemegang saham.

Masalah jaminan bukan satu-satunya yang mengalami keterlambatan. Investor tiga ruas jalan tol ini juga tidak menyetorkan dana tanah tahap pertama sesuai dengan jadwal. Jumlahnya lima persen dari total biaya pembebasan tanah. Fulus yang semestinya disetor awal Agustus dua tahun lalu baru dibayarkan satu tahun kemudian.

Dana yang dibutuhkan untuk membebaskan tanah di Pejagan-Pemalang Rp 189 miliar. Sedangkan ruas Pemalang-Batang dan Batang-Semarang butuh suntikan Rp 134,31 miliar dan Rp 225 miliar.

Tiga investor itu juga telat membayar dana tanah tahap kedua. Kewajiban itu baru dipenuhi dua pekan lalu, setelah Badan Pengatur melayangkan surat peringatan cedera janji pada akhir Mei. Padahal total setoran Rp 137 miliar untuk tiga ruas itu mestinya dibayar Januari tahun lalu.

Meski jumlah dana yang disetor sudah sesuai, rekening yang digunakan untuk menyetorkan duit tadi tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol. Beleid itu menyebutkan fulus ini harus disimpan dalam rekening penampungan khusus pembebasan tanah, yang pengeluarannya atas setahu dan seizin pemerintah. ”Tapi dana ini malah disimpan dalam rekening biasa atas nama perusahaan,” kata Nurdin.

Itu sebabnya Nurdin memanggil Harya Hidayat, Selasa pekan lalu. Harya diminta menjelaskan latar belakang perubahan susunan direksi dan komisaris di ruas Pejagan-Pemalang dan Batang-Semarang. ”Karena surat pemberitahuan perubahan direksi dan komisaris yang mereka kirim tidak pernah menyinggung soal Bakrie,” kata Nurdin.

Nurdin dan Harya kemudian sama-sama membuat draf surat pernyataan. Isinya menegaskan bahwa rekening yang telah dibuka oleh investor sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol. Tujuannya agar dana itu bisa segera dimanfaatkan untuk pembebasan tanah. Tapi, hingga pertemuan selesai, Harya tidak meneken surat pernyataan itu. Ia membawa pulang surat yang isinya dibuat bersama-sama itu. Ditunggu hingga akhir pekan, surat yang dinanti tak kunjung tiba.

Nurdin mengatakan konsesi investor di tiga ruas jalan tol ini bisa diputus bila situasi di lapangan tidak menunjukkan perbaikan. Apalagi, sejak perjanjian pengusahaan itu diteken, tidak ada progres pembangunan yang signifikan. ”Kalau pembangunannya baru dimulai sekarang, apakah proyek ini masih layak karena sudah dua tahun terbuang?” kata Nurdin. Pemutusan konsesi itu akan menjadi pilihan terakhir. ”Langkah itu akan ditempuh daripada proyek tidak jalan sama sekali,” katanya.

Yandhrie Arvian, Rieka Rahadiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus