Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Pajak</font><br / >Turun Dulu, Naik Kemudian

Tarif pajak penghasilan diturunkan. Setoran negara berkurang Rp 34 triliun.

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kelelahan yang memuncak pada Minggu dini hari dua pekan lalu itu sepertinya sudah separuh terbayar. Panitia kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah menyepakati beberapa hal krusial. Satu yang utama adalah besaran tarif pajak. Secara keseluruhan, tarif pajak penghasilan untuk perorangan ataupun badan turun. Golongan tarif juga disederhanakan, bahkan untuk pajak penghasilan badan hanya ada tarif tunggal.

Kesepakatan itu dihasilkan di Hotel Bukit Indah City, Karawaci, Tangerang, Banten. Selama tiga hari, dari Jumat sampai Minggu dua pekan lalu, panitia kerja memang memindahkan tempat rapat dari Senayan ke Karawaci. ”Agar lebih intensif,” kata Andi Rachmat, anggota panitia dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Andi bercerita, panitia kerja dan pemerintah betul-betul memanfaatkan tiga hari itu untuk menyelesaikan pembahasan tentang besaran tarif itu. ”Kami cuma istirahat beberapa jam setiap malam,” katanya lagi.

Tarif maksimal pajak penghasilan baru untuk perorangan yang akan diberlakukan pada 2009 itu akan turun dari 35 persen menjadi 30 persen. Tarif maksimal ini juga akan dikenakan pada mereka yang punya penghasilan di atas Rp 500 juta. Sebelumnya, mereka yang punya pendapatan Rp 200 juta sudah terkena tarif maksimal 35 persen. Begitu juga tarif terendah baru akan dikenakan pada mereka yang berpenghasilan di atas Rp 50 juta—sebelumnya Rp 25 juta.

Sementara itu, pajak penghasilan badan hanya ada satu tarif maksimal, yakni 28 persen dan akan diturunkan lagi menjadi 25 persen pada 2010. Sebelumnya, ada tiga lapis besaran tarif untuk pajak penghasilan badan. Namun, sejumlah kalangan, terutama para pengusaha justru tidak puas dengan sistem pentarifan yang baru itu.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat mengatakan, tarif pajak yang baru untuk perusahaan masih belum kompetitif. ”Mestinya langsung saja diturunkan ke level 25 persen,” katanya. Keberatan yang lain disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto. Menurut dia, sistem tarif tunggal bakal memberatkan pengusaha kecil dan menengah. ”Lebih pas kalau sistemnya berlapis seperti sekarang dengan tarif yang lebih rendah,” katanya.

Meskipun ada keberatan, agaknya sulit mementahkan kesepakatan tersebut. Selain itu, banyak negara memang sudah menerapkan tarif serupa (lihat tabel). ”Sistem yang baru ini juga lebih adil,” kata Dradjad H. Wibowo, anggota panitia kerja dari Fraksi Amanat Nasional. Dia juga menilai tarif pajak yang baru ini cukup kompetitif. Sebagai perbandingan, Vietnam menetapkan tarif tunggal 28 persen, sedangkan Malaysia 26 persen.

Namun ongkos penurunan tarif ini cukup mahal. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menghitung, perubahan tarif pada pajak penghasilan perorangan akan mengurangi pendapatan pajak pada 2009 sebesar Rp 12 triliun. Sistem pajak penghasilan baru untuk badan usaha juga bakal menghilangkan pendapatan sekitar Rp 14,5 triliun.

Di luar itu, ada beberapa pos yang belum disepakati yang juga bakal mengurangi setoran pajak, yakni batas penghasilan tidak kena pajak. Sebelumnya, batas tersebut berada di level Rp 13,2 juta setahun. Mereka yang berpenghasilan Rp 1,1 juta sebulan tidak perlu membayar pajak. Tapi, pada 2009, pemerintah mengusulkan angka baru untuk batas penghasilan tidak kena pajak, Rp 15,86 juta atau Rp 1,32 juta sebulan. Jika angka ini disetujui, kehilangan pendapatan dari pajak penghasilan bertambah lagi Rp 4,3 triliun.

Secara keseluruhan, Darmin memperkirakan jumlah setoran pajak untuk tahun depan diperkirakan berkurang Rp 34 triliun. Tapi Andi Rachmat berpendapat lain. Menurut dia, masih banyak jalan untuk menutupi berkurangnya setoran pajak untuk tahun depan. ”Mestinya pada 2009 angkanya berubah,” katanya. Apalagi masih ada beberapa sektor yang masih booming pada tahun ini dan tahun depan, seperti pertambangan dan perkebunan.

Selain soal penghasilan tidak kena pajak, ada beberapa hal lain yang masih belum beres. Berbagai masalah itu adalah pajak atas dividen, dan pajak worldwide income—bagi warga asing yang berpenghasilan di Indonesia atau warga Indonesia yang berpenghasilan di negara lain.

Menurut Andi, yang terpenting dalam penetapan tarif pajak penghasilan ini adalah tujuannya. Andi mengatakan, ada dua hal yang ingin diraih, yakni sistem yang baru ini mampu memberikan insentif bagi investasi dan sekaligus bisa memperkuat daya beli masyarakat kelas menengah. Jika daya beli meningkat, permintaan diharapkan juga naik, sehingga pendapatan perusahaan pun naik. ”Pada akhirnya pajak yang dibayarkan juga bertambah,” katanya.

Dradjad melihatnya dari sudut yang lain. Menurut dia, konsumsi masyarakat yang naik otomatis akan meningkatkan pula penerimaan pajak pertambahan nilai. Dia menambahkan, agar tidak menyimpang dari prinsip keadilan pajak, tarif pajak pertambahan nilai harus dibuat progresif, tergantung tingkat kemewahan barang tersebut.

Pemerintah setuju bahwa tarif pajak harus adil dan kompetitif. Tapi, menurut Darmin, penurunan tarif pajak penghasilan tidak serta-merta akan menaikkan penerimaan pajak pertambahan nilai. ”Iya kalau dia belanja di sini. Bagaimana kalau belanjanya di luar negeri?” katanya. Dia juga tidak setuju jika tarif pajak pertambahan nilai dinaikkan. ”Itu berarti semua orang, mulai bayi sampai tua renta, harus membayar pajak selama dia masih mengkonsumsi,” katanya.

Darmin menyatakan, yang bisa dilakukan pemerintah untuk menutupi kekurangan setoran pajak hingga Rp 34 triliun itu adalah dengan menggiatkan ekstensifikasi untuk menambah jumlah wajib pajak dan intensifikasi untuk meningkatkan nilai pembayaran pajak. Salah satu caranya melalui sunset policy, yang membebaskan wajib pajak dari sanksi perpajakan jika mau memperbaiki kesalahan pajaknya hingga akhir tahun ini.

Justru dengan langkah-langkah yang sudah dan sedang dipersiapkan Direktorat Pajak, Andi optimistis, penerimaan pajak pada 2009 tidak akan ada pengurangan. Dia memberikan contoh. Keuletan Direktorat Jenderal Pajak mengejar perusahaan-perusahaan yang menikmati booming komoditas ternyata bisa menaikkan pendapatan pajak. Ini bukti awal bahwa jika digarap dengan benar, pengurangan tarif pajak tidak serta-merta menurunkan setoran.

Kuncinya, kata Andi, ada tiga, yakni tarif pajak ditetapkan pada besaran yang comfortable bagi wajib pajak, efisiensi sistem perpajakan, dan law enforcement bagi aparat pajak. ”Ketiganya harus jalan bareng.” Jika itu dilakukan, pemerintah tak perlu khawatir penurunan tarif pajak ini bakal mengurangi pendapatan pajak.

Anne L. Handayani, Munawwaroh

Tarif PPh Badan Tunggal

Indonesia28%*
Vietnam28%
Korea Selatan27,5%
Malaysia26%
Singapura20%
Hong Kong17,5%
*) Berlaku 2009

Tarif PPh Pribadi

Lama
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif
Sampai Rp 25 juta5%
Di atas Rp 25-50 juta10%
Di atas Rp 50-100 juta15%
Di atas Rp 100-200 juta25%
Di atas Rp 200 juta35%
Baru
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif
Sampai Rp 50 juta5%
Di atas Rp 50-250 juta15%
Di atas Rp 250-500 juta25%
Di atas Rp 500 juta30%

Tarif PPh Badan

Lama
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif
Sampai Rp 50 juta10%
Di atas Rp 50-100 juta15%
Di atas Rp 100 juta30%
Baru
Tarif tunggal bertahap
Proyeksi 200928%
Proyeksi 201025%

Potensi Kehilangan Penerimaan Pajak 2009

Perubahan TarifPenerimaan Hilang
PPh Badan 28%Rp 14,5 triliun
PPh Pribadi 30% dan penyempitan lapisan golonganRp 12,1 triliun
Kenaikan ambang batas pendapatan UMKM yang terkena pajak dari Rp1,8 miliar menjadi Rp 2,4 miliarRp 1 triliun
Kenaikan batas minimum PTKP Rp15,86 jutaRp 4,3 triliun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus