Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Kemiskinan</font><br />Setelah Ahon Menyerbu Pasar

Filipina dan Vietnam gencar mendorong pembiayaan mikro untuk memerangi kemiskinan. Di Indonesia, mulai banyak yang mengekor kepada BRI dan Danamon.

16 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga puluh empat perempuan berkaus putih berdiri rapi di dalam ruangan kelas sebuah taman kanak-kanak di Sitio San Antonio, Muntinlupa, Metro Manila Selatan, Filipina, Senin dua pekan lalu. Sambil menyilangkan tangan kanan ke dada kiri, perempuan-perempuan berusia 25-55 tahun ini mengucap sumpah mengikuti komando seorang wanita yang berdiri paling depan.

Dengan bahasa Tagalog—bahasa asli Filipina—wanita-wanita itu bersumpah. ”Saya berjanji kepada Tuhan untuk meningkatkan kualitas hidup, menolong anggota kami dan siapa pun yang membutuhkan pertolongan. Saya akan menggunakan pinjaman ini untuk menolong keluarga, mendorong anak melanjutkan pendidikan, dan membayar kewajiban. Tuhan, tolonglah kami memenuhi janji ini,” ujar mereka lantang.

Mereka adalah ibu rumah tangga dari keluarga miskin yang tinggal di perkampungan kumuh mirip di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia: jalan gang sempit selebar sekitar 1,5 meter dan rumah semipermanen. Binatang peliharaan, seperti bebek, ayam, kucing, dan anjing, bercampur-baur dengan penghuni kampung.

Untuk menopang ekonomi keluarga, para wanita itu membentuk kelompok pengembangan usaha produktif, misalnya berjualan kue-kue dan membuka warung atau toko kelontong. Kelompok usaha kecil ini mendapat binaan sekaligus pinjaman dari lembaga swadaya masyarakat bernama Ahon Sa Hirap Inc. (ASHI)—Keluar dari Kemiskinan.

Ahon merupakan lembaga pembiayaan mikro perpanjangan tangan People’s Credit and Finance Corporation (PCFC), lembaga nonbank milik pemerintah Filipina. ASHI dan PCFC mendapatkan bantuan teknis dari Bank Pembangunan Asia (ADB). ”Ini pertemuan mingguan, sekaligus forum kami membayar cicilan,” kata July Cuyoca, ketua kelompok, kepada rombongan wartawan dari Jakarta.

Dari ASHI, kata Cuyoca, para ibu bisa mendapatkan pembiayaan usaha mikro 5.000-20.000 peso (Rp 1,15-4,6 juta) berjangka 6-12 bulan dengan bunga 25 persen per tahun, lebih murah dibanding pinjaman rentenir—biasa disebut bombay—sebesar 20 persen per bulan. Setiap kali menyetor cicilan, ibu-ibu ini menambah pembayaran 15 peso atau sekitar Rp 3.500 untuk asuransi kematian

Untuk mendapatkan pinjaman dari ASHI, kaum papa ini tak perlu menyerahkan agunan (kolateral). Tapi ibu-ibu rumah tangga penerima pinjaman, kata Manajer Cabang ASHI South Manila Nolie C. Libng, harus berkepribadian baik dan serius ingin membantu ekonomi keluarga. Masing-masing anggota kelompok melakukan mekanisme pengawasan. ”Hasilnya bagus. Tak ada pinjaman macet,” katanya.

Pinjaman lewat lembaga swadaya dan lembaga keuangan nonbank merupakan salah satu pola pembiayaan mikro yang diadopsi pemerintah Filipina. Pola lainnya, kata Eiichi Sasaki dari Financial Sector, Public Management, and Trade Division Southeast Asia Department ADB, bank komersial menyalurkan dana lewat lembaga pembiayaan mikro seperti koperasi atau rural bank—semacam bank perkreditan rakyat di Indonesia.

Menurut laporan ADB, pembiayaan mikro di Filipina termasuk yang terbaik di dunia. Filipina, kata lembaga ini, merupakan negara pertama di Asia Pasifik yang mengadopsi pola pembiayaan mikro ke dalam sistem bank sentralnya. Kebijakan pembiayaan mikro negara ini dinilai ADB paling efektif menekan angka kemiskinan. Kini sudah 230 bank terlibat dalam pembiayaan mikro. Ada sembilan bank yang 50 persen portofolio pinjamannya untuk pembiayaan mikro.

Filipina juga memanfaatkan pembiayaan mikro untuk mengentaskan masyarakat miskin. Maklum saja, di Filipina, jumlah orang miskin masih banyak, sekitar 27,6 juta orang (2006) atau 32 persen dari total penduduknya. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin di negara itu sangat besar. ”Perekonomian negeri ini dikendalikan oleh sepuluh persen orang kaya saja,” bisik seorang pejabat ADB.

Lain Filipina, lain pula Vietnam. Untuk memberdayakan kaum lemah, terutama di sektor pertanian, pemerintah Vietnam memberikan bantuan pinjaman lunak kepada petani. Dengan menggandeng ADB, pemerintah sosialis-komunis ini memberikan pinjaman lunak kepada petani teh dan buah-buahan di 13 provinsi.

Kepada para petani di Provinsi Tengiang, misalnya, Agribank memberikan pinjaman lunak 40-50 juta dong (Rp 28-35 juta) per hektare dengan bunga di bawah 12 persen per tahun. Para petani hanya menyerahkan sertifikat hak guna lahan kepada Agribank. ”Saya hanya kena bunga 0,875 persen per bulan untuk pinjaman sebesar 78 juta dong selama lima tahun,” kata Dien Van Moi, 54 tahun, petani buah naga.

Pemerintah Vietnam juga menunjuk Social Bank memberikan pinjaman di bawah 40 juta dong dengan bunga 0,6 persen per bulan (7,2 persen per tahun) bagi petani yang tak punya sertifikat hak guna lahan. Pembiayaan mikro ini lumayan bisa menekan angka kemiskinan di Vietnam dari 58 persen pada 1993 menjadi 13 persen dari total penduduk pada 2008.

Dibanding dua negara tetangga itu, perkembangan pembiayaan mikro di Indonesia sebenarnya tak kalah. Pola pembiayaan mikro dilakukan oleh bank komersial, bank perkreditan rakyat, koperasi, dan lembaga swadaya. Bahkan Indonesia lebih hebat karena memiliki Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang diakui Bank Dunia sebagai bank pembiayaan mikro terbaik di dunia.

BRI dianggap sebagai laboratorium pembiayaan mikro dunia. Delapan puluh persen portofolio kredit BRI disalurkan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Sekitar 30 persen merupakan pembiayaan mikro Rp 5 juta-500 juta dengan bunga 0,95-1,25 persen per bulan. ”Kredit yang disalurkan sudah mencapai Rp 150 triliun,” kata Direktur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BRI Sulaiman Arif.

Bank Danamon juga masuk ke pembiayaan mikro. Salah satu langkahnya adalah mendirikan Danamon Simpan Pinjam. Berbekal mesin electronic data capture (EDC), payment officer alias teller berjalan Danamon Simpan Pinjam, Bre Irawan, misalnya, setiap hari menyusuri lorong-lorong Pasar Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur.

Pedagang kelapa, daging, atau sayur-mayur yang akan membayar cicilan pinjaman tinggal menyerahkan uang tunai atau menunjukkan kartu cicilan mirip kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Nasabah atau debitor saat itu langsung bisa mendapatkan slip bukti transaksi yang keluar dari mesin EDC. ”Praktis, tak merepotkan nasabah,” kata Irawan.

Layanan cash pick up alias jemput bola cicilan nasabah mikro ini, kata Manajer Danamon Simpan Pinjam Larangan, ”Bebas biaya tambahan.” Menurut Direktur Danamon Simpan Pinjam Minhari Handikusuma, pembiayaan mikro Danamon (Rp 2,5 juta-500 juta) sudah mencapai Rp 11 triliun atau 17 persen dari total kredit pada 2008. ”Kami sekarang nomor dua, setelah BRI,” katanya. Lantaran hal ini menguntungkan dan rasio kredit macetnya sangat rendah, 10 bank nasional lain mulai masuk ke pembiayaan mikro.

Ada juga koperasi yang sukses dalam pembiayaan mikro. Salah satunya Koperasi Setia Bhakti Wanita di Surabaya. ADB pun sudah mengakui kehebatan lembaga ini memberdayakan orang tak mampu, terutama perempuan.

Menurut pengamat pembiayaan mikro dari International Center for Applied Finance and Economics (InterCafe) Institut Pertanian Bogor, Nunung Nuryantono, pembiayaan mikro ini sangat prospektif karena potensi kredit besar dan, sebaliknya, rasio kredit macetnya sangat rendah, bahkan nyaris nol, serta menguntungkan bank atau lembaga keuangan nonbank.

Agar pembiayaan mikro bisa menjadi alat pengentasan masyarakat miskin dan memberdayakan usaha mikro, katanya, pemerintah harus segera merampungkan payung hukumnya. ”Bank Indonesia juga perlu mendorong bank agar menyalurkan sekian persen portofolio kreditnya untuk usaha mikro,” katanya. Pemerintah pun harus membantu usaha mikro dalam akses terhadap pasar. Dengan cara-cara itu, peran pembiayaan mikro menekan angka kemiskinan menjadi 12 persen dari 15,4 persen (33 juta orang) bisa terwujud.

Padjar Iswara, Akbar Tri Kurniawan, Yekthi Hesthi Murthi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus