Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sungai Bengawan Solo berstatus siaga satu, akhir pekan lalu. Posisi air di papan duga di Bojonegoro, Jawa Timur, tercatat 13 meter dari air laut—normalnya 7 meter. Sampai awal Maret ini, banjir masih menggenangi Bojonegoro. Bantaran kali pun masih terendam. Ini yang membuat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro urung memulai proyek infrastruktur pencegah banjir di kawasan itu.
Rencananya, pada tahun ini akan dibangun dua tanggul—dari 10 yang diperlukan—di kabupaten ini. Bendung gerak senilai Rp 350 miliar dan tanggul negara yang membutuhkan dana Rp 17,5 miliar. Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan, pembangunan tiang pancang kemungkinan baru bisa dilakukan pada April mendatang, menunggu posisi air stabil.
Kedua tanggul tersebut diperlukan untuk melindungi warga dari ancaman banjir tahunan. Selama ini, amukan Bengawan Solo pada musim hujan selalu membuat masyarakat deg-degan. Tahun ini saja dua kali Bojonegoro dihantam banjir. Bulan ini, 656 rumah terendam. Posisi kota yang sebagian besar bekas rawa ini memang lebih rendah daripada sungai.
Tanggul pencegah banjir Bengawan Solo adalah salah satu proyek infrastruktur yang diprioritaskan. Ada sederet proyek lain yang seluruhnya bernilai Rp 12,2 triliun. Pembangunan infrastruktur, termasuk Bengawan Solo, merupakan bagian dari program stimulus ekonomi 2009 yang diluncurkan pemerintah. Anggaran yang disiapkan Rp 73,3 triliun. Selain untuk sektor infrastruktur, 85 persen dikucurkan ke sektor fiskal alias perpajakan.
Adalah krisis keuangan global yang mendorong pemerintah meluncurkan paket stimulus ini. Perlambatan ekonomi Indonesia ternyata datang lebih awal dari perkiraan. Badan Pusat Statistik melaporkan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan keempat 2008 hanya 5,2 persen, lebih rendah ketimbang triwulan sebelumnya 6,1 persen. Padahal, pada triwulan ketiga, BPS masih optimistis, Indonesia belum akan terseret perlambatan ekonomi dunia.
Penurunan harga bensin bersubsidi tiga kali, pada 1 dan 15 Desember 2008 serta 15 Januari, rupanya tidak cukup ampuh membangunkan sektor riil. Sebaliknya, ancaman pemutusan hubungan kerja terus bermunculan, terutama oleh perusahaan yang berbasis ekspor.
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja karena perusahaan kolaps per 27 Februari mencapai 37.905. Sedangkan 16.329 buruh dirumahkan karena pabrik tak berproduksi optimal.
Di Asia, bukan hanya Indonesia yang mengeluarkan kebijakan ini. Malaysia mengalokasikan 60 miliar ringgit (sekitar Rp 192 triliun)—hampir tiga kali lipat bujet stimulus Indonesia—untuk 2009 sampai 2010. Kantor berita Bernama pekan lalu melaporkan, ini adalah paket stimulus kedua yang dikucurkan. Pada 4 November 2008, paket serupa telah digelontorkan senilai 7 miliar ringgit (Rp 22,4 triliun). Vietnam menganggarkan US$ 1 miliar, dan Cina US$ 600 miliar. Sedangkan negara-negara Eropa dan Amerika—pusat krisis—sudah mengeluarkan stimulus lebih awal.
Stimulus Indonesia, selain bersumber dari anggaran negara, juga berasal dari pinjaman siaga dari sejumlah negara dan lembaga keuangan multilateral. Bank Dunia pada 3 Maret lalu menyetujui pinjaman US$ 2 miliar. Jepang akan berkontribusi US$ 1,5 miliar, Australia US$ 1 miliar, dan ADB sedang mempertimbangkan untuk memberikan US$ 1 miliar. ”Dana bisa diambil kapan saja kalau dibutuhkan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dua pekan lalu.
Dana siaga itu, menurut Sri Mulyani, memberikan kepastian bahwa pemerintah tidak akan mengurangi belanja dan pelayanan publik ketika berbagai pos pengeluaran itu sangat diperlukan untuk menghadapi dampak krisis global.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Paskah Suzetta mengatakan, paket stimulus akan menggugah aktivitas perekonomian dan menghindari pemutusan hubungan kerja. Prinsipnya, agar pengangguran tak semakin besar. Dari bujet stimulus untuk sektor infrastruktur, pemerintah menargetkan bisa menyedot sekitar 3 juta tenaga kerja, selama 8-9 bulan hingga akhir tahun.
Persoalannya adalah kemampuan menyerap anggaran. Ini masalah klasik yang nongol saban tahun. Contohnya, anggaran tahun lalu, yang terserap cuma 90-an persen. Apalagi beberapa program—terutama infrastruktur—belum final dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Paskah, problem proyek infrastruktur yang diluncurkan ke daerah mesti dibicarakan dulu dengan Dewan. Kendati dana pembangunan adalah anggaran kementerian/lembaga, bukan anggaran pemerintah daerah. ”Mudah-mudahan 18 Maret rampung,” kata Paskah kepada Tempo, pekan lalu.
Sri Mulyani, kata sumber Tempo, terus mengusahakan agar proyek stimulus tak molor. ”Pokoknya harus sesegera mungkin. Maret kelar DIPA, April mulai macul-macul. Jadi, proyek harus kelar tahun ini juga,” kata sang menteri, seperti ditirukan sumber itu.
Pemerintah pun memberikan sederet persyaratan program yang bisa dibiayai dari dana stimulus. Persyaratan mutlak: padat karya. Program mesti sinergis dengan rencana kerja reguler, sudah siap jalan atawa melanjutkan pekerjaan sebelumnya, bukan program baru yang belum direncanakan, apalagi belum ada desainnya. Bila ada sinergi, Paskah yakin, penyerapan bisa mencapai 95 persen.
Paket stimulus memang memiliki waktu pendek, 8-9 bulan. Tapi Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Roestam Syarief memastikan tak ada penyederhanaan prosedur. Aturan pengadaan barang tetap berlaku. Penyerapan, kata dia, mestinya tidak menjadi masalah, asal patuh pada kriteria kegiatan yang boleh masuk program stimulus. Proses persiapan dokumen lelang dijamin cepat bila kegiatan yang dipilih sudah direncanakan, mengembangkan dari yang sudah ada.
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal pun mewanti-wanti agar anak buahnya tak ”mengambil” proyek yang berpotensi tidak terserap. Ada sanksi berupa pemotongan anggaran departemen sebesar dana yang tersisa.
Dalam paket stimulus kali ini, Departemen Perhubungan mendapat jatah Rp 2,2 triliun. Rp 800 miliar diberikan ke Direktorat Perhubungan Udara, di antaranya proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, yang kecipratan Rp 100 miliar. Direktorat Perhubungan Laut kebagian Rp 700 miliar, dan Rp 400 miliar untuk kereta api. Sisanya, Rp 300 miliar, untuk angkutan sungai dan danau. Targetnya, 60 ribu tenaga kerja terserap.
Departemen Pekerjaan Umum, penerima dana stimulus infrastruktur terbesar, pun optimistis bisa melahap Rp 6,6 triliun jatahnya. Menurut Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum, Djoko Muryanto, anggaran departemen Rp 34 triliun setahun. ”Ini hanya mendapat tambahan Rp 6 triliun, masak tidak bisa habis,” kata dia.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bojonegoro juga optimistis bisa merampungkan dua tanggul untuk Bengawan Solo. Apalagi pembebasan tanah sudah kelar, tender penggarapan proyek bendung gerak Trucuk pun sudah rampung empat bulan lalu.
Namun, menurut anggota Panitia Anggaran DPR, Dradjad Wibowo, persoalan efektivitas kebijakan stimulus bukan hanya pada penyerapan. Desain pos-pos program mesti diperbaiki. Lihat saja, kata dia, 85 persen lebih diberikan dalam bentuk potongan pajak. Padahal sejak 2002 sampai sekarang tidak pernah ada evaluasi terhadap efektivitas dan dampak multiplier dari pemotongan pajak. ”Ini hasil dari lobi-lobi politik kepentingan dunia usaha saja,” kata dia.
Sisanya, Dradjad menambahkan, kurang dari 15 persen, merupakan pengeluaran riil. Nilainya terlalu kecil untuk menahan kemerosotan daya beli. Ini contoh desain stimulus yang tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi. Anggota Panitia Anggaran lain, Harry Azhar Azis, juga sepakat perlunya penambahan porsi pengeluaran riil. Masalahnya, katanya, ”Sumbernya dari mana, tidak ada.”
Ekonom Mirza Adityaswara mengatakan, cara paling gampang memang memotong pajak alias ditanggung pemerintah. Meningkatkan pengeluaran, birokrasinya lama karena memerlukan persetujuan Dewan. Akibatnya selalu terjadi pengeluaran di bawah bujet. Memang, kata Mirza, bila pengeluaran ditambah, akan mendorong kegiatan ekonomi baru. Berbeda dengan pengurangan pajak yang hanya meningkatkan daya beli.
Namun, menurut Mirza, harus diingat bahwa paket stimulus ini bukan bagian terbesar dari perekonomian Indonesia. Hanya 10-15 persen produk domestik bruto. Kuncinya, sektor swasta dan rumah tangga harus tetap berjalan.
Retno Sulistyowati, Agung Sedayu, Ismi Wahid, Sudjatmiko (Bojonegoro)
Rincian Stimulus Fiskal 2009
Total Rp 61,1 triliun
Penghematan Pembayaran Pajak (Tax Saving)
Tarif PPh Badan+Orang Pribadi+Penghasilan Tak Kena Pajak, melalui penurunan tarif PPh.
Subsidi Pajak-Bea Masuk Ditanggung Pemerintah kepada Dunia Usaha atau Rumah Tangga Sederhana
Pembangunan infrastruktur, total Rp 12,2 triliun
Sumber: Departemen Keuangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo