Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sinyal lesunya bisnis kertas koran mulai berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Raymond Lee, Presiden Direktur Lee & Man Paper Manufacturing Co.—satu dari dua raksasa kertas Cina—mengingatkan pasar bakal melemah, tidak hanya di pasar ekspor, tapi juga di pasar domestik. ”Harga benar-benar anjlok,” kata Lee dalam konferensi European Paper Recycling di Amsterdam, akhir Oktober lalu.
Karena itu, pabrik yang bermarkas di kawasan Dongguang, Provinsi Guangdong, ini bersiap mengurangi belanja bahan baku kertas daur ulang atau malah menyetopnya sama sekali untuk mengurangi tumpukan stok di gudang. Proyek ekspansi ke Vietnam pun diundurkan hingga dua tahun ke depan.
Yuen Foong Yu Paper Mfg. Co., produsen kertas terbesar di Taiwan, rugi US$ 1,22 juta di kuartal ketiga saja. Presiden Direktur Yuen Foong Yu, H.C. Chung, di Taipei, Selasa pekan lalu, mengatakan pabrikan kertas di negara itu terpaksa memotong 10 persen produksinya sejak pertengahan 2008. Memasuki Oktober, produksi dipangkas sampai 20 persen.
Tidak cuma di dua negara itu industri kertas mulai sesak napas. Indonesia, Eropa, dan Amerika sedang menghadapi persoalan yang sama. Penyebabnya tak lain krisis finansial global. Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Muhammad Mansur mengatakan kelesuan pasar itu bisa dilihat dari makin banyaknya pesanan yang ditunda atau bahkan dibatalkan.
Padahal, sampai Juni 2008, belum terlihat tanda-tanda pasar bakal menurun. Departemen Perdagangan mencatat ekspor kertas dan bubur kertas US$ 2,686 miliar, meningkat dibanding 2007, US$ 2,118 miliar. Harga kertas juga terus menanjak. Sementara di triwulan pertama tahun ini masih di kisaran US$ 700 per metrik ton, di triwulan ketiga sudah US$ 870.
Direktur Utama Adiprima Suraprinta, Misbahul Huda, mengatakan ekspor kertas Indonesia sudah turun 50 persen belakangan ini. Produsen kertas yang merupakan anak usaha Jawa Pos Group ini mengekspor 20 persen produksinya—400 ton per hari—ke Malaysia, Jepang, dan beberapa negara lain di Asia. Beberapa mitra di seberang memang tidak terang-terangan membatalkan pesanan. ”Mereka menggantung, menunda-nunda terus,” katanya.
Akibatnya, barang dagangan menggunung di gudang. Sumber Tempo mengatakan ada pabrik yang stoknya mencapai setengah bulan, bahkan ada yang sebulan. Sayang, produsen kertas koran terbesar di Indonesia, Aspex Kumbong, memilih bungkam ketika ditanyai soal dampak krisis global terhadap pasar kertas koran. Padahal perusahaan bermodal Korea ini menjual 85 persen produksinya, sekitar 420 ribu metrik ton, ke pasar ekspor.
Ekspor yang seret itulah yang membuat banyak pengusaha menggerojok pasar domestik yang kebutuhannya 20 ribu metrik ton sebulan. ”Masak mau ditumpuk terus,” kata Mansur. Tapi hal itu bakal mengerek harga turun hingga 30 persen. Hal itu dibenarkan Ketua Umum Serikat Penerbit Surat Kabar, Sabam Leo Batubara. Katanya, harga kertas koran Aspex sudah turun dari US$ 870 per metrik ton pada Juli menjadi US$ 830-840 per September.
Hanya, Leo menambahkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah. Kurs memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi harga kertas. Ini yang menyebabkan penurunan harga tadi menjadi tidak terasa bagi konsumen. Tapi, kata Mansur, penurunan harga yang lebih dalam agaknya tak terhindarkan lagi.
Tanda-tanda ke arah itu sudah terlihat. Yuen Foong Yu, misalnya, pada November ini sudah memberikan diskon US$ 29,85 per metrik ton menjadi US$ 432,83. Alasannya, permintaan yang kendur menekan harga limbah kertas bekas dan bahan baku bulan ini. Selain itu, kemungkinan besar produsen bakal mengurangi produksi untuk menyeimbangkan harga.
Hal itu memang tidak akan menguntungkan likuiditas perusahaan. Bukan tidak mungkin akan terjadi konsolidasi secara alamiah. Pabrik akan tutup sementara atau malah bubar selamanya. Bisa juga terjadi akuisisi atau merger antarperusahaan.
Retno Sulistyowati
Rata-rata Harga Kertas Koran
(US$ per metrik ton)
2003: 560
2004: 600
2005: 620
2006: 675
2007: 675
2008
Sep: 840
Kapasitas Produksi Kertas Koran
(metrik ton per tahun)
Sumber: dari berbagai sumber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo