Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua spanduk mengitari taman berpohon rimbun di seberang Masjid Al-Furqon, tak jauh dari gerbang utama kawasan pergudangan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Satu spanduk persis di pojok pertigaan sebelum memutar gerbang kawasan gudang. Spanduk kedua di sisi lain taman.
Spanduk pertama bertulisan: ”Segera Dibangun Regulated Agent PT Duta Angkasa Prima Kargo”. Spanduk kedua bunyinya: ”Akan Dibangun Fasilitas Regulated Agent PT Duta Angkasa Prima Kargo”. Sekitar seratus meter dari gerbang, terlihat kantor dan gudang milik Duta.
Kantor perusahaan itu berdempetan saling membelakangi dengan Pusat informasi kargo bandar udara. Tidak ada aktivitas di gudang, Jumat siang pekan lalu, meski pintunya terbuka lebar. Ini kontras dengan gudang-gudang lain di lapangan terbang internasional itu, yang hiruk-pikuk oleh keluar-masuknya barang. ”Manajemen ada di kantor administrator bandara,” kata Irfan, petugas satuan pengamanan, ketika Tempo hendak menyambangi kantor itu.
Duta Angkasa Prima Kargo adalah satu dari tiga perusahaan yang mendapat izin sebagai agen inspeksi (regulated agent) di Soekarno-Hatta. Dua perusahaan lain adalah PT Ghita Avia Trans, dan PT Fajar Anugerah Sejahtera.
Regulated agent merupakan agen pemeriksaan kargo udara sebelum diterbangkan. Sistem agen inspeksi resmi berlaku pada Senin 4 Juli lalu. Payung hukumnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor 255, yang terbit pada April lalu.
Penerapan sistem baru ini membuat ongkos jadi mahal. Ongkos pemeriksaan melonjak menjadi Rp 850-1.000 per kilogram. Padahal semula hanya Rp 465 per kilogram, dengan perincian Rp 280 untuk jasa pengiriman, Rp 125 untuk penanganan (handling), dan Rp 60 untuk jasa pemindai sinar-X.
Sistem baru ini telah ditolak oleh karyawan dan pengusaha perusahaan kargo yang sudah lama beroperasi di bandar udara internasional itu. Setidaknya seribu karyawan dan pengusaha perusahaan kargo di sana melancarkan protes. Senin malam hingga Selasa dinihari dua pekan lalu, mereka mogok kerja.
Selama mogok, truk ekspedisi memblokade pintu masuk gudang kargo terminal satu. Antrean panjang truk hingga lebih dari satu kilometer. Mereka juga mencabut mesin pemindai barang. Setidaknya, 400 ton barang menumpuk. Mereka menolak pemberlakuan agen inspeksi.
Kalangan pengusaha, antara lain asosiasi penerbangan nasional dan penerbit surat kabar, menolak sistem baru ini. Alasannya, selain menambah ongkos, memperpanjang rantai birokrasi. ”Sistem ini memberatkan,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Indonesia, Syarifuddin, Jumat pekan lalu.
Sejauh ini penolakan para karyawan perusahaan kargo dan pengusaha masih belum berhasil. Pemerintah hanya menyatakan akan menunda penerapannya mulai 16 Agustus nanti. Alasannya, pemerintah harus patuh pada aturan International Civil Aviation Organization, yang mewajibkan semua negara punya agen inspeksi.
Aturan ini muncul setelah serangan teroris terhadap menara World Trade Center, Amerika Serikat, 11 September 2001. Menteri Perhubungan Freddy Numberi menyatakan Indonesia bakal kena sanksi bila tak menggunakan sistem regulated agent. Apalagi dunia internasional sudah memberlakukan aturan ini sejak 1 Juli lalu. ”Ini aturan internasional, bukan aturan Menteri Freddy Numberi,” katanya.
Di balik silang-sengkarut ini, terselip cerita adanya jejak Abun alias Hery Susanto, pengusaha asal Samarinda. Sumber di kalangan pebisnis kargo mengatakan Abun adalah investor yang baru masuk ke Duta. Namun Abun tidak terlibat dalam manajemen. ”Ia hanya setor uang,” kata sumber itu. Direktur utama dan manajemen dipegang Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Moch. Djaja.
Seorang yang dekat dengan Abun menguatkan keterangan ini. Abun, katanya, memang menaruh uang di Duta. ”Urusan operasional terserah jenderal-jenderal itu.” Tapi, ketika didatangi di rumahnya di Jalan Danau Toba 7, Samarinda, Jumat pekan lalu, Abun tidak bersedia menemui Tempo.
Abun adalah pengusaha segala bisa di Kalimantan Timur. Ia juga bermain batu bara. April lalu ia menggelar konferensi pers di Hotel Golden Seasons Samarinda, menampik semua tudingan berada di belakang para penambang batu bara ilegal dan premanisme.
Ia memberikan keterangan pers ketika muncul dugaan korupsi pengadaan lahan dalam proyek polder Air Hitam, danau buatan pengendali banjir. Kasus ini melibatkan mantan Wali Kota Samarinda Achmad Amins dan Abun.
Masuknya duit Abun dalam bisnis ini bermula dari kedekatannya dengan Erwin Sudjono, adik ipar Kristiani Herrawati, istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Istri Erwin, yakni Wirahasti Cendrawasih, adalah adik kandung Ani.
Erwin pernah menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat. Selanjutnya ia menjadi Kepala Staf Umum Markas Besar TNI. Ia pensiun pada akhir 2007.
Ceritanya, kata sumber Tempo, Erwin berusaha membantu mencarikan pekerjaan buat sejumlah pensiunan jenderal. Ia memanfaatkan kedekatannya dengan Abun. Ketika ada peluang masuk bisnis agen inspeksi, Erwin minta Abun menyuntikkan dana ke PT Delta, perusahaan pengepakan yang beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta.
Begitu mendapat suntikan Rp 16 miliar, Delta berubah menjadi Duta Angkasa Prima Kargo. Sumber Tempo menyatakan Erwin memang tidak cawe-cawe langsung. ”Erwin tidak terlibat di perusahaan,” katanya. Ia menaruh Moch. Djaja, bekas anak buahnya di Markas Besar TNI, sebagai direktur utama. Erwin juga memasukkan Erry Sudjono, adiknya, sebagai direktur keuangan.
Kepada Tempo, Erwin membantah cerita ini. Ia menyatakan tak punya kaitan dengan Duta. ”Saya tidak ada urusan dengan kayak-kayak gitu,” katanya, Jumat pekan lalu. Namun ia mengakui berteman dengan Abun sejak jadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. ”Tapi saya tidak tahu-menahu soal bisnisnya.”
Djaja pernah menjadi Komandan Satuan Komunikasi dan Elektronika Markas Besar TNI. Tempo berusaha menemui Moch. Djaja dan Erry Sudjono di kantornya di kawasan pergudangan Bandara Soekarno-Hatta, Jumat pekan lalu. Tapi sejumlah karyawan menyatakan, ”Bapak tidak ada!” Zulkarnaen, Direktur Operasional Duta, ketika dihubungi menyatakan sedang sibuk rapat. Secara tak sengaja, dua pekan lalu, Zulkarnaen menyatakan ada orang kuat di belakang Duta. Ia bilang, pemilik Duta bukan sembarangan orang. Namun ia tak mau memerincinya. Yang jelas, katanya, pada September tahun lalu Duta memperoleh sertifikasi dari pemerintah sebagai agen pemeriksa barang. ”Kami perusahaan profesional,” katanya.
Sunudyantoro, Sutji Decilya (Jakarta), Firman Hidayat (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo