Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasar bensin dunia sedang abnormal. Tak seperti biasanya, harga premium kini lebih tinggi dibanding solar. Bloomberg mencatat harga premium naik dari US$ 1,61 menjadi US$ 1,96 per galon pada pekan lalu. Sebaliknya, harga solar turun 0,27 sen menjadi US$ 1,24 per galon (lihat grafik).
Kalangan analis mengatakan kenaikan harga itu karena harga bahan baku premium, yakni minyak mentah jenis Brent, naik lebih dari US$ 8 per barel sejak Desember. Tak seperti biasanya, dalam beberapa pekan terakhir, harga minyak produk Laut Utara itu lebih tinggi dibanding West Texas Intermediate, yang sering dijadikan patokan para analis. Harga Brent saat ini sekitar US$ 46,5 per barel, sementara West Texas US$ 45,2.
Selain itu, permintaan premium belakangan ini lebih tinggi dibanding suplainya. Pada 2008, turunnya margin premium—karena permintaan pasar drop—memaksa pengusaha kilang memotong produksi. Awal tahun ini, beberapa kilang malah mematikan mesin untuk pemeliharaan. Akibatnya, produksi makin kecil. Stok juga menurun, termasuk di Amerika Serikat. Saat permintaan naik, harga otomatis melejit.
Hal ini diakui juru bicara Valero, pengusaha kilang swasta terbesar di Amerika Serikat, Bill Day. ”Jika tidak ada permintaan, tak ada gunanya memproduksi bensin berlebih,” katanya seperti dikutip USA Today. Kepala Analis Minyak Oil Price Information System Tom Kloza memprediksi harga premium naik maksimal menjadi US$ 2,5 per galon pada bulan depan, tapi kemudian stabil dan turun kembali.
Dari dalam negeri, kabar kerusakan kilang Pertamina di Balongan yang menjadi gunjingan kalangan trader di bursa Singapura turut mendongkel kenaikan harga premium. Tapi rumor itu disanggah juru bicara Pertamina, Anang Rizkani Noor. ”Balongan masih running 70 persen. Cadangan masih cukup selama perbaikan,” ujarnya. Jadi, kata dia, tidak ada masalah dengan suplai.
Bisa jadi karena itulah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengindikasikan kenaikan harga bensin. Berdasarkan patokan MOPS (harga di Singapura), harga keekonomian premium sekarang di atas Rp 5.000, di atas harga eceran bensin (Rp 4.500). Plus sidang organisasi negara pengekspor minyak yang berencana memotong produksi minyak mentahnya, kata Purnomo, ”Bisa dipastikan harga bensin naik.”
Sebaliknya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu berpendapat harga bensin belum tentu naik. Ia mengatakan penentuan harga eceran premium tidak mengikuti pergerakan harian harga minyak mentah internasional, tapi dihitung berdasarkan harga rata-ratanya dalam setahun. ”Harga di-manage sesuai dengan kemampuan (anggaran) kita. Lagi pula, sudah ada batas atas Rp 6.000 per liter,” katanya.
Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Erie Soedarmo sependapat dengan Anggito, tapi dengan alasan yang berbeda, Menurut dia, dengan kebutuhan impor bensin hanya 30-an persen, harga premium di pasar dunia tak terlalu mempengaruhi harga di dalam negeri. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Herawati Legowo menambahkan, harga bahan bakar minyak juga dipengaruhi nilai tukar rupiah, anggaran, dan kondisi sosial politik.
Harga premium saat ini memang berlawanan arah dengan tren harga minyak mentah dunia. Dalam beberapa pekan ini, harga minyak jenis light sweet berada di kisaran US$ 40 per barel. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan para pengusaha menginginkan harga bahan bakar minyak diturunkan lagi. Namun, melihat pergerakan harga premium dunia, agaknya sulit mengharapkan harga bahan bakar minyak akan turun Maret ini.
R.R. Ariyani, Akbar Tri Kurniawan, Munawwaroh
Volume Premium (Juta Barel)
Konsumsi
1. 57,6
2. 123,86
Produksi
1. 36,1
2. 68,35
Impor untuk PSO
1. 21,5
2. 55,51
Sumber: Pertamina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo