Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantai perdagangan Bursa Efek Indonesia pada Senin pekan lalu penuh sesak. Para petinggi bursa, pejabat Badan Pengawas Pasar Modal dan Departemen Keuangan, sejumlah menteri dan para pelaku pasar tumpek blek menyimak pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tepuk tangan pun bergemuruh tatkala Presiden menekan bel tanda perdagangan tahun 2009 dimulai. "Kendati tahun lalu pasar modal kita berat, tahun ini harus tetap optimistis," kata Presiden.
Presiden agaknya hendak mendorong keyakinan di kalangan pelaku pasar setelah tahun lalu bursa diguncang prahara. Saat itu indeks harga saham terjungkal 51,17 persen menjadi 1.355,408 dari tahun sebelumnya 2.739,704. Kapitalisasi pasar yang menunjukkan kekayaan para pelaku pasar pun tergerus dari Rp 1.998 triliun menjadi hanya Rp 1.072 triliun.
Seakan-akan hendak merespons harapan Presiden, perdagangan awal tahun baru berjalan sangat bergairah. Transaksi marak. Reli-reli menopang kenaikan harga saham unggulan (blue chips) dan saham lapis kedua (second liner). Di akhir perdagangan, indeks saham Jakarta naik 81,93 poin (6,04 persen).
Namun kenaikan itu belum tentu bisa dijadikan indikasi bahwa bursa sudah bangkit. Krisis finansial global masih belum menunjukkan tanda akan segera berakhir. Pemulihan di sumber krisis, Amerika Serikat, juga masih jauh panggang dari api. Banyak kalangan yang meramalkan, gejolak belum akan menjauh dari pasar modal di mana saja. Para investor asing yang dulu cabut dari pasar Jakarta juga masih enggan kembali.
Laporan Merrill Lynch & Co., seperti dilansir Bloomberg, menyebutkan para manajer investasi global telah mengurangi alokasi investasinya di pasar saham emerging market. Para pemodal gede ini hanya akan menambah investasi di bursa Cina dan Brasil. Tak mengherankan bila para pelaku pasar dan analis di Jakarta tak memasang target tinggi.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Lily Widjaja, perubahan positif di pasar modal Indonesia masih sangat bergantung pada kondisi global. "Pergerakan di pasar modal kita selalu didorong oleh sentimen ini (global)," ujar Lily.
Selain itu, kata Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero, Bursa Indonesia sulit bangkit karena saham sektor agrobisnis dan energi, yang memicu kenaikan indeks pada 2007, masih loyo tahun ini. Harga kelapa sawit dan batu bara belum juga bangkit seiring dengan anjloknya harga minyak dunia dan resesi global. Sementara saham sektor lain, seperti perbankan dan infrastruktur, termasuk telekomunikasi, tak bisa diandalkan. "Tahun ini pasar modal akan melakukan konsolidasi," katanya.
Segendang sepenarian, analis PT CIMB-GK Securities Erwan Teguh mengatakan bahwa prospek pasar saham 2009 memang tak akan lebih baik dibanding 2008, karena tingkat risiko masih tinggi. Laba perusahaan juga akan cenderung menurun. "Kurang bagus," ujarnya.
Tapi, kata Erwan, masih ada harapan. Saham sektor perkebunan, energi (batu bara dan gas), dan beberapa saham otomotif masih mempunyai prospek cerah pada 2009. Dan itu memungkinkan harga saham berbalik naik (rebound). "Itu kemungkinan baru bisa dilihat pada triwulan kedua," ujar Erwan.
Di luar faktor teknis, kunci pertumbuhan indeks saham yang lain adalah lancarnya pemilihan umum dan penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah sampai mendekati 12 persen. Jika yield jangka panjang 7-10 tahun stabil di level 12 persen, kata analis perusahaan investasi asal Malaysia ini, saham menjadi lebih menarik ketimbang surat utang.
Optimisme juga dipacu oleh hasil studi Bank Dunia. Mengutip hasil studi itu, analis BNI Securities Muhammad Alfatih mengatakan, bursa efek bisa pulih lebih cepat ketimbang perekonomian global, yang baru bisa sembuh 2-3 tahun. Berdasarkan asumsi itu pemulihan pasar modal Indonesia bisa lebih cepat. Terlebih lagi, harga saham di Jakarta tergolong murah dibanding bursa lain. Rata-rata P/E ratio (rasio harga saham terhadap laba bersih) di Jakarta hanya 8,9 kali, sementara P/E ratio bursa lain di dunia 9,9-11,6 kali. "Masih menarik bagi investor," katanya.
Alfatih menambahkan, pasar saham Amerika diprediksi masih bisa tumbuh kendati pertumbuhan ekonominya menyusut menjadi 0,7 persen. Mengacu pada ramalan itu, pasar modal Indonesia mestinya bisa bangkit, karena pertumbuhan ekonomi diprediksi masih 4,5-5 persen. Saham sektor perkebunan dan energi yang akan memicu kenaikan indeks. "Akan bangkit jika tak ada gejolak yang luar biasa," ujar Alfatih.
Di samping faktor komoditas, masuknya emiten baru diperkirakan akan mendorong pertumbuhan pasar modal. Dengan berbagai faktor tadi, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah memperkirakan pasar modal bisa tumbuh sama dengan pertumbuhan laba emiten, yang diprediksi para analis 10-15 persen. Lumayanlah, mengingat tahun lalu bursa ambles lebih dari 50 persen.
Target Bursa Efek Indonesia 2009
Target Awal | Revisi | |
Transaksi harian | Rp 3,5 triliun | Rp 2,75 triliun |
Target emiten | 15 perusahaan | 25 perusahaan |
Target obligasi | Rp 13,5 triliun | Rp 15 triliun |
Prediksi Indeks Saham BEI 2009
Recapital Securities | 1.100-1.300 |
BNI Securities | 1.500-1.800 |
CIMB-GK Securities | 1.530 |
UBS Securities Indonesia | 1.600 |
Indeks Saham Bursa Efek Indonesia
9 Januari
2.830,263
Indeks saham Indonesia mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.
22 Januari
2.294,524
Pelaku pasar mengkhawatirkan harga minyak.
15 September
1.719,254
Bursa global rontok setelah Lehman Brothers ambruk.
8 oktober
1.451,669
Pelaku pasar panik. Enam saham kelompok Bakrie ambruk.
28 Oktober
1.111,390
Indeks terus jatuh ke level terendah sejak Juni 2006 karena krisis global tak menentu.
10 Saham Terugi 2008
Saham | 28 Des 2007 | 30 Des 2008 | |
Truba Alam Manunggal | 1.420 | 50 | -96,48 |
Energi Mega Persada | 1.490 | 84 | -94,36 |
Sumalindo Lestari Jaya | 3.225 | 185 | -94,26 |
Darma Henwa | 680 | 50 | -92,65 |
Sentul City | 660 | 66 | -90,00 |
Modernland Realty | 490 | 50 | -89,80 |
ATPK Resources | 1.230 | 129 | -89,51 |
Bakrie Sumatra Plantations | 2.275 | 260 | -88,57 |
Bakrieland Development | 620 | 72 | -88,39 |
Bakrie Telecom | 420 | 51 | -87,86 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo