Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENAIKAN harga menjelang dan selama Ramadan seolah sudah menjadi tradisi. Tanpa ada yang mengomando, para pedagang menaikkan harga barang kebutuhan pokok, seperti beras, telur, atau minyak goreng. Tapi tahun ini agaknya pemerintah cukup bagus dalam mengendalikan harga. Inflasi sepanjang Agustus hanya setengah persen, jauh di bawah perkiraan banyak ekonom.
Padahal, pada paruh pertama tahun ini, harga barang-barang kebutuhan pokok melaju sangat cepat akibat krisis energi dan pangan dunia. Harga minyak sawit mentah mencapai titik tertinggi, juga kedelai dan gandum. Ditambah kenaikan harga bahan bakar minyak, inflasi pun melejit sampai dua digit. Kekhawatiran pun merebak karena angka inflasi pada saat puasa dan Lebaran biasanya tinggi.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi tahun ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menerima R.R. Ariyani, Retno Sulistyowati, Agoeng Wijaya, dan Mazmur Sembiring dari Tempo. Ditemani sepiring kurma, kue-kue kecil, dan segelas teh hangat, Mari, yang berkemeja batik sutra emas, dengan tangkas melayani sejumlah pertanyaan di Teratai Chinese Restaurant, Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu petang pekan lalu.
Bagaimana kondisi stok dan harga barang kebutuhan pokok selama Ramadan dan menjelang Lebaran?
Intinya, stok barang kebutuhan pokok aman. Beras ada 7,2 juta ton, setara dengan kebutuhan tiga setengah bulan. Minyak goreng 2,5 juta ton, setara dengan enam bulan; tepung terigu 246 ribu ton, setara dengan kebutuhan sebulan lebih; dan gula pasir 1,5 juta ton, cukup sampai musim giling berikutnya (Mei). Kami sudah ke Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur dan terus berkoordinasi dengan pedagang. Kalau dari segi stok beras, kita tidak usah khawatir. Bahkan, sampai akhir tahun, tidak ada masalah dan tidak harus impor.
Dari segi harga, beras dan gula stabil dalam beberapa bulan terakhir. Harga minyak goreng curah bahkan turun dari Rp 11 ribu jadi Rp 9.000 per kilogram. Bahkan ada yang sudah menjual di bawah Rp 9.000. Adapun harga tepung terigu, bawang merah, dan cabai merah keriting turun sedikit. Sisanya, barang yang tidak tahan lama, seperti daging, telur, dan ayam. Harga barang-barang ini memang naik sedikit, sekitar lima persen, tapi itu lebih karena kenaikan harga pakan.
Dengan kondisi lebih ”aman” tahun ini, apa yang kemudian harus diwaspadai?
Kita akan berusaha agar distribusi dan transportasi lancar. Sudah ditetapkan dari H-10 hingga H+10 (sepuluh hari sebelum hingga sesudah Lebaran) jalur transportasi untuk bahan pokok akan diprioritaskan.
Stabilnya harga ini lebih karena amannya stok dalam negeri atau penurunan harga komoditas internasional?
Saya kira ini cerminan stok yang cukup, salah satunya karena produksi naik. Juga karena perubahan harga dunia, seperti minyak goreng dan tepung terigu. Mungkin kondisi sekarang seperti tahun pertama saya menjabat menteri pada 2004.
Dengan stabilnya harga komoditas, bagaimana rencana merevisi paket kebijakan Februari lalu?
Kita sudah mulai mengevaluasi subsidi, penanggungan pajak pertambahan nilai, dan subsidi empat komoditas (minyak goreng, terigu, kedelai, serta beras), tapi belum ada keputusan. Dalam waktu dekat akan ada rapat koordinasi, karena ini terkait dengan anggaran tahun depan. Soal subsidi minyak goreng, kita juga sedang mengevaluasi realisasi pasar murah minyak goreng tahap pertama yang sudah selesai. Sekarang kita sedang mengejar realisasi tahap kedua.
Apakah kestabilan harga ini bisa menekan laju inflasi?
Kalau dari segi makanan, semoga harga bisa stabil dan inflasi bisa ditekan. Penurunan inflasi sudah on track. Kalau kita lihat angka tiga tahun terakhir, inflasi saat Lebaran di bawah satu persen, kecuali 2005 karena kenaikan harga bahan bakar minyak pada Oktober, di awal bulan puasa.
Tapi, untuk menurunkan inflasi tahunan hingga satu digit masih sulit?
Kalau tahun ini, ya sulit karena harus meng-carry over angka inflasi awal tahun yang sudah tinggi. Tidak mungkin bisa satu digit kecuali kita deflasi dalam empat bulan ini. Tapi tahun depan kami yakin bisa turun bertahap.
Tentang gula, apakah pengurangan impor gula rafinasi ini bisa menyelesaikan masalah utama?
Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian sebetulnya sudah duduk bersama membahasnya. Departemen Pertanian tidak ikut karena tidak menyangkut gula putih. Justru karena produksi naik, hal itu menunjukkan revitalisasi pabrik gula sejak tahun lalu berhasil. Dengan demikian, akhir tahun stok gula putih diprediksi bisa lebih tinggi dibanding biasanya dan kita tidak perlu impor gula tahun depan.
Untuk gula rafinasi, kita akan mengurangi impornya karena produksi gula rafinasi yang terlalu tinggi bisa merembes ke pasar. Padahal aturan menyebutkan gula itu tidak boleh dijual ke pasar, tapi hanya ke industri. Langkah pertama adalah penertiban, kita tarik gula rafinasi di pasar. Kedua, mengurangi impor gula kasar bagi industri gula rafinasi untuk menciptakan keseimbangan gula di dalam negeri, bukan menyetop (impor). Dari alokasi impornya tahun ini, kita kurangi 300 ribu ton.
Kami juga memfasilitasi agar gula rafinasi lokal diserap industri makanan dan minuman sesuai dengan kualitas dan harga yang diinginkan. Pengusaha diminta menghitung, apakah 200 ribu ton kebutuhan industri makanan- minuman dapat disediakan oleh pabrikan lokal. Kesepakatan harus selesai minggu ini. Pada intinya, kita ingin melindungi petani, menjaga kestabilan harga, dan memberdayakan pabrik gula.
Tentang penggerebekan di Makassar, menurut pemerintah, produsen atau distributor yang bersalah?
Ini murni (kesalahan) distributor. Karena itu, selain Departemen Perdagangan, lima pabrik gula rafinasi yang ada harus menertibkan distributor yang ditunjuknya. Kalau menemukan distributor nakal, mereka (produsen) harus menertibkannya karena yang dirugikan ujung-ujungnya petani.
Apakah perembesan gula ini termasuk tindak pidana?
Tergantung apa yang ada di aturan Menteri (Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 tentang Tata Niaga Gula). Tapi, kalau bicara soal sanksi, harus dicek bagaimana telaahan hukumnya, kesalahannya apa, hukumannya apa. Yang pasti, gula itu harus ditarik dari peredaran. Sudah ada Tim Penertiban Gula Rafinasi, yang terdiri atas penyidik pegawai negeri sipil pusat dan daerah serta aparat keamanan yang terus menginvestigasi.
Apakah pemerintah akan menerbitkan aturan baru tentang perdagangan antarpulau gula rafinasi seperti yang dilakukan pada minyak sawit mentah?
Sebetulnya sudah ada aturan perdagangan antarpulau untuk gula: pengirim harus mendaftar dan minta izin ke pemerintah daerah. Harus jelas juga siapa yang akan menerima gula di pulau tujuan. Tapi tidak sampai seperti minyak sawit mentah.
Dengan langkah penertiban, gula rafinasi diharapkan bisa menghilang dari pasar sehingga akan terjadi keseimbangan. Kita harapkan harga gula petani pun bisa naik. Kita pantau saja harga lelang seminggu ini. Kabarnya harga memang sudah naik. Pada Senin pekan lalu, 10 ribu ton gula dijual dengan harga sedikit di atas Rp 5.000 per kilogram, dua hari ini ada 30 ribu ton gula dijual langsung di atas Rp 5.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo