Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"Malaikat pun Takut Masuk ke Sini"

2 Juni 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMIMPIN Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) seperti soal gampang bagi seorang Syafruddin Arsyad Temenggung. Masalah asset transfer kit yang ruwet bertahun-tahun ia janjikan akan dibereskan dalam tempo satu setengah bulan saja. Para konglomerat yang sudah tiga tahun lebih terus mengemplang utang dia patok sebagai salah satu target penerimaan. Ketika para pendahulunya berlomba melego aset, ia malah mengisyaratkan tak akan melepas Bank Niaga dengan nilai di bawah harga pasar. Dalam kasus Asia Pulp & Paper, ia pun menyatakan akan tetap bergeming dari tekanan kreditor asing untuk berbagi aset jaminan.

"Buatlah hidup ini jadi lebih gampang," kata lelaki kelahiran Palembang 9 Agustus 1959 ini, tertawa lebar. Baru dilantik sebulan lalu, 22 April, Syaf—begitu ia disapa—memang selalu tampil penuh percaya diri. Tapi kemampuan doktor ekonomi regional dari Universitas Cornell, Amerika, ini memimpin BPPN, sebuah lembaga yang mengurusi Rp 600 triliun aset negara, barulah akan diuji. Syaf masih perlu membuktikan segala hitung-hitungannya di atas kertas bisa menjadi setoran yang berarti buat kas negara. Berikut petikan wawancara tim TEMPO dan Koran Tempo dengannya, Jumat petang pekan lalu.

Telah sebulan memimpin BPPN, apa yang Anda capai?

Saya berupaya melakukan percepatan. Kalau bisa, sebelum Februari 2004, BPPN sudah bisa ditutup. Ini memang tidak mudah, karena BPPN adalah sebuah gedung dengan konstruksi yang rapuh. Tiga fondasi yang ada—asset transfer kit (ATK), penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS), dan kepemilikan saham—semuanya lemah. ATK tidak diverifikasi. PKPS juga jadi tanda tanya besar. Saham pun begitu. Kami, misalnya, punya saham dalam jumlah besar di Bank Lippo tapi tidak bisa melakukan apa pun. Dengan kondisi seperti ini, saya tidak heran kalau malaikat pun takut masuk ke sini, ha-ha-ha….

Kok, Anda berani?

Saya diperintah. Kalau masuk sendiri, takut juga saya. Saya kan sudah menolak, tapi sebagai pegawai negeri saya tidak bisa terus menolak jika berulang kali diperintah.

Sejauh mana hasil kerja Tim Bantuan Hukum?

Itu bukan urusan saya lagi. Kami tidak boleh ikut campur. Kami cuma membantu memberikan data selengkap-lengkapnya. Setelah selesai, hasil kajian Tim akan disampaikan ke Oversight Committee untuk diteliti, sebelum diserahkan ke BPPN. Begitu kami terima, langsung akan saya kirimkan ke Komite Kebijakan Sektor Keuangan. Peran saya seperti tukang pos saja. Dan saya jamin, begitu saya terima apa adanya hasil kajian itu akan langsung kami publikasi melalui situs BPPN.

Prosesnya seperti tersendat-sendat.

Tidak, tidak. Sampai pekan lalu hasil kajian terhadap 12 dokumen akta pengakuan utang (APU) sudah masuk ke Oversight Committee. Awal Juni ini semua dokumen APU plus dua MSAA Salim dan Sjamsul Nursalim akan selesai. Ini merupakan mayoritas dana. Sisanya akan rampung Juli.

Benarkah Sjamsul dikategorikan sebagai debitor tak kooperatif?

Saya tidak bisa kasih komentar, karena pemerintah sudah menunjuk tim penasihat hukum.

Sjamsul punya bukti yang menyatakan ia telah memenuhi semua kewajibannya.

Persoalannya kan pada sengketa soal setoran tunai Rp 1 triliun itu. Sjamsul bilang sudah menyerahkannya, BPPN bilang belum. Lantas terkatung-katung karena tak ada yang mau ambil tanggung jawab. Akhirnya, asetnya tak pernah disentuh, apalagi dijual.

Jadi ini kesalahan BPPN?

Sudahlah, kalau soal salah sih BPPN itu gudangnya salah. Setiap orang tahu. Ini karena fondasinya yang lemah itu. Kalau dipotret dengan kondisi sekarang, menurut saya, konstruksi semua perjanjian utang di BPPN (MSAA, MRNIA, APU, dan IMPA) memang tidak ada yang bagus dan sangat lemah.

Banyak staf BPPN mengeluh soal Sjamsul tak bisa diselesaikan karena selalu ada intervensi dari atas. Sekarang bagaimana?

Tidak ada janji atau titipan apa pun ketika saya masuk ke sini. Saya tidak peduli, saya tidak pernah cari jabatan. Yang jelas, dari PKPS ini saya menargetkan bisa mendapatkan Rp 9,7 triliun, antara lain dari penjualan aset Salim sekitar Rp 4 triliun. Sisanya, ya, dari yang lain-lain itu.

Termasuk dari Sjamsul?

Kalian ini kok Sjamsul terus, ha-ha-ha….

Bagaimana Anda akan menyelesaikan kesemrawutan ATK?

Bayangkan, dari awal BPPN berdiri sampai sekarang, ATK tidak pernah diverifikasi. Ini yang bolak-balik menyebabkan restrukturisasi utang dan penjualan aset terlambat. Buat saya sih, penyelesaiannya gampang-gampang saja. ATK itu kan dari bank. Jadi, sekarang semua saya kembalikan ke bank. Saya minta mereka memberi angka final dan teken. Itu yang akan saya pakai. Perbedaan angka sebelumnya antara BPPN dan pihak bank saya coret. Begitu didapat angka finalnya, akan langsung saya restrukturisasi dan saya jual. Makanya saya bilang sanggup menjual 2.500 account sekaligus. Saya minta waktu satu hingga satu setengah bulan untuk menyelesaikannya, tidak lebih dari Juni ini.

Kalau muncul sengketa?

Pihak bank yang harus bertanggung jawab.

Soal BII, kenapa bank ini tak ditutup saja. Anda siap bertanggung jawab kalau nanti harus direkap lagi?

Itu jalan terbaik yang ada. Pemerintah sudah menginjeksikan Rp 21 triliun. Misalnya bank itu dimerger, kami sudah menghitung bahwa separuh karyawan mesti diberhentikan.

Dengan right issue ketiga, Anda yakin persoalan BII akan selesai?

Oh ya. Konsepnya langsung saya sendiri yang bikin. Kami sudah bilang tidak mau balik lagi ke DPR soal BII. Ini yang terakhir kali.

Benarkah Anda mendapat tekanan dari kreditor asing untuk membagi rata jaminan aset Grup Sinar Mas.

Memang. Waktu ke Jepang, secara terbuka pemerintah Jepang minta supaya saya membantu mereka dalam soal APP ini. Rupanya ada US$ 700 juta uang pemerintah Jepang yang ikut tersangkut di situ. Dan ini bukan cuma Jepang, hampir semua negara lain juga begitu. Mereka terus menekan kami melalui Paris Club, IMF, Bank Dunia, dan Asia Development Bank. Mereka minta supaya jaminan Sinar Mas yang kami kuasai dibagi rata. Berkali-kali sudah saya sampaikan, tidak ada pari passu. Pokoknya, kami akan fight.

Kalau kreditor asing marah?

Ngapain gua pikirin dia marah atau tidak? Yang harus saya pikirkan, rakyat Indonesia marah apa tidak. Kreditor asing sih sudah pasti marah. Intinya, kami yang harus lebih cepat menyelesaikannya dari mereka. Mereka bilang restrukturisasi akan selesai dalam waktu enam bulan. Saya sudah bilang ke anak buah saya, mesti selesai dua bulan ini. Balapan kita.

Apa ancaman mereka kalau aset tidak dibagi rata?

Tidak ada ancaman. Mereka cuma minta supaya kolateral dibagi dan dibantu penyelesaiannya.

Benarkah tender Bank Niaga akan dibatalkan?

Tidak, prosesnya jalan terus. Tapi mungkin saja tidak dengan mekanisme tender terbuka. Saya sudah koordinasi dengan Badan Pengawas Pasar Modal mencari cara untuk mendapatkan harga yang paling bagus. Senin ini mereka akan mengirimkan jawaban. Buat saya, harganya tidak boleh jauh di bawah harga pasar.

Tapi nilai bukunya kan cuma Rp 15 per lembar saham?

Nilai buku itu merupakan cara paling elementer dalam menilai perusahaan. Tidak bisa dijadikan patokan. Sewaktu divestasi dulu, saya tidak setuju BCA dijual satu setengah kali nilai buku. Terbukti sekarang, pertama kali dijual cuma Rp 975 per lembar, setelah itu terus naik ke Rp 1.400, Rp 1.775, sekarang Rp 2.500. Saham Bank Niaga itu pernah mencapai Rp 2.000-an. Ekspektasi saya harga saham Bank Niaga bisa mencapai Rp 600-800 per lembar.

Senin ini tenggat penawaran akhir Niaga, jadi apa yang akan Anda lakukan?

Proses jalan terus. Tapi selama harganya jauh di bawah harga pasar, tak akan saya jual. Mungkin akan saya lepas di market sedikit demi sedikit, 10 sampai 20 persen. Setelah itu baru sisanya kita pikirkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus