MEMBAIKKAH ekonomi dunia, atau memburuk? Belum ada jawab. Turunnya suku bunga, kemudian juga merendahnya nilai dolar AS, lalu tanda merosotnya harga minyak bumi setelah Meksiko menurunkan harga USS I,5 di bawah harga OPEC akhir pekan lalu, belum juga bisa menyimpulkan gambaryang jelas. Yang pasti, tindakan proteksionis pelbagai negara telah menimbulkan ketegangan perdagangan internasional. Terutama tampak di kalangan negara industri. Perdana menteriJepang Nakasone, misalnya, pekan lalu mendesak disegerakannya perundingan baru GATT (General Agrement on Tariffs and Trades), untuk menghadapi tindakan proteksionis AS. Yang sebenarnya tak kalah terpukul ialab negeri berkembang. Laporan Bank Dunia baru-baru ini, yang disusun secara menarik dan disiarkan luas, tentang keadaan pembangunan di Dunia Ketiga, menyebut bahwa proteksionisme merupakan pokok "keprihatinan vital " kedua (di samping tingginya suku bunga) bagi negeri berkembang, khususnya yang dibebani utang. Proteksionisme itu, kata laporan itu pula, telah menyulitkan negara seperti Argentina, Brazil, Korea, dan Meksiko. Bank Dunia sendiri - yang terdiri atas IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) dan IDA (International Development Association) beserta afiliasinya, IFC (International Finance Corporation) - tampaknya tak banyak dayanya untuk meredakan keadaan itu. Di antara 100 lebih negara yang jadi anggotanya, AS merupakan pemegang saham terbesar - meskipun tak selamanya kehendaknya berlaku penuh di Bank Dunia. Toh, kesulitan dana bagi program IDA tahun fiskal 1985 konon disebabkan sikap pemerintahan Reagan. Bahkan akhir tahun lalu dibisikkan bahwa A.W. Clausen, presiden Bank Dunia kini - yang diangkat Presiden Carter untuk menggantikan Robert McNamara - akan diusulkan AS untuk diganti. Ada keraguan di AS sekarang, pinjaman lunak oleh Bank Dunia tak banyak hasilnya. Pihak Bank Dunia sebaliknya merasa banyak sukses telah dicapai, dan suara A. W. Clausen - sebagaimana diwawancarai Goenawan Mohamad TEMPO 24 Juni yang lalu di kantornya di Washington D.C. - merupakan suara yang optimistis, dengan sikap diplomatis secukupnya. Di bawah ini petikan wawancara itu. AGAKNYA resesi belakangan ini telah mendorong banyak negeri di seluruh dunia - terutama negeri industri - kembali ke kearifan lama, bahwa charity begins at home, atau jadi dermawan itu harus dimulai di rumah sendiri. Menurut Anda, akankah sikap semacam itu menghilang setelah keadaan ekonomi kembali pulih sebentar nanti? Ya, tentu, saya berharap demikian. Angin proteksionisme sedang bertiup lebih keras sekarang ini dibandingkan dengan masa-masa yang lalu. Dan itu kurang menguntungkan. Di mana ada banyak pengangguran, di mana pertumbuhan ekonomi berkurang, itu semua menyebabkan banyak negeri lebih berpikir ke dalam ketimbang ke luar. Itulah sebabnya, kami, di Bank Dunia, mencurahkan lebih banyak kekuatan kami untuk meneliti perdagangan dan arus modal, seraya berdialog dengan negara-negara di dunia ini untuk membebaskan tata pasarnya. Sebab, bukti menunjukkan, negeri-negeri yang lebih berorientasi ke luar dapat memperkuat jangkauan mereka ke pusat-pusat pasar. Apa sumbangan Bank Dunia untuk mengurangi akibat kebijaksanaan proteksionis yang dilakukan negeri-negeri industri terhadap produksi manufaktur dari negeri berkembang? Seperti yang sudah saya katakan tadi, memusatkan kerja kami dalam mendukung dan melanjutkan suatu tata perdagangan yang lebih terbuka. Baik dalam Dembicaraan dalam komisi-komisi pembangunan maupun dengan duduk dalam putaran baru perundingan di bawah GATT, misalnya yang akan segera berlangsung. Juga dengan menganjurkan agar negeri berkembang ikut ke dalam perundingan GATT itu, dengan teori bahwa duduk di meja GATT - pada tingkat menteri ataupun lainnya akan menyebabkan keprihatinan mereka lebih dipertimbangkan. Saya seorang pengikut paham perdagangan bebas, dan saya yakin banyak yang dapat dilakukan untuk itu. Merupakan suatu pendapat yang sudah lama dipegang, misalnya oleh kalangan UNCTAD, bahwa perdagangan lebih penting ketimbang bantuan. Apakah Anda setuju dengan itu pula? Kedua-duanya penting. Baiklah kita lihat unsur ramuan apa saja yang diperlukan. Jelas, kita perlu pertumbuhan ekonomi. Unsur lain adalah pengelolaan ekonomi yang lebih baik, di negeri maju seperti AS ataupun di negeri berkembang. Juga kita perlu tata perdagangan yang lebih bebas. Tapi semua itu tak cukup. Diperlukan juga di negeri berkembang arus modal yang memadai - karena tak ada sumber-sumber sendiri yang cukup di sana, untuk diinvestasikan, untuk menciptakan kekayaan. Bicara soal arus modal, ada laporan tentang rendahnya komitmen Bank Dunia untuk pinjamannya di tahun fiskal 1985. Apakah ini benar disebabkan oleh terbatasnya dana, karena pemerintahan Reagan kurang mendukung pinjaman secara multilateral? Tidak, itu non sequitur [suatu yang tak ada hubungannya - Red.]. Tak ada hubungannya antara soal dukungan itu dan Amerika Serikat sebagai pemegang saham, sebagaimana juga misalnya dengan Indonesia sebagai pemegang saham. Ada pengurangan sedikit, memang: benar bahwa di saat kami menutup tahun fiskal ini pada akhir pekan ini, volume peminjaman kami - jika diukur dalam dolar - sedikit berkurang dibanding yang kami capai pada tahun fiskal sebelumnya, yang berakhir 12 bulan yang lalu, yakni 30 Juni 1984. Komitmen IBRD untuk meminjamkan, dalam tahun fiskal yang segera berakhir ini, sekitar 11,4 milyar dolar, dibandingkan dengan misalnya 11,9 milyar tahun lalu. Pengurangan yang terjadi tahun ini adalah akibat sejumlah negeri mengurangi program investasi pemerintah, karena prihatin dengan apa yang Anda para wartawan sering tulis, yakni utang luar negeri dan beban pembayarannya. Mereka jadi hati-hati. Negeri Anda sendiri sudah membereskan soal ini beberapa tahun yang lalu: bertekad bahwa bila investasi pemerintah terlalu besar, harus dikurangi secara dramatis. Jadi, kurangnya tingkat peminjaman kami di tahun fiskal 1985 merupakan proses yang wajar. Dapatkah Anda berharap bahwa di tahun fiskal mendatang akan jauh kbih tinggi tingkat peminjaman itu? Ya, untuk tahun fiskal 1986, kami mengharapkan kenaikan yang berarti .... Termasuk untuk IDA [International Development Association, yang memberikan pinjaman bersyarat ringan - Red.]? Yah, IDA itu soal lain .... Saya bicara tentang IBRD. Jumlah komitmen kami dalam IDA terbatas karena dibatasi tingkat replenishment [penuangan dana] yang ketujuh: hanya 9 milyar dolar. Kami memperhitungkan komitmen kami dalam IDA di tahun fiskal mendatang kurang lebih sama dengan tahun 1985, yakni 9 milyar, terbagi dalam tiga tahunan, jadi 3 milyar per tahun. Dan awal tahun ini, kami berhasil mengadakan fasilitas khusus untuk negara-negara Afrika di Sub-Sahara, kelompok "yang termiskin dari yang miskin", yang akan dioperasikan di minggu-minggu mendatang ini. Fasilitas khusus ini akan menyediakan sekitar satu milyar dua juta dolar, selama tiga tahun mendatang, untuk negeri-negeri Afrika itu yang tengah menjalankan perbaikan ekonominya. Pinjaman itu dengan syarat selunak pinjaman IDA. Dana IDA memang kini terbatas. Tapi program kami dengan dana IBRD akan lebih kuat, dan permintaan untuk itu juga sudah bertambah. Kapasitas peminjaman kami dalam rangka IBRD akan naik. Berapa besar naiknya? Ya, sekurang-kurangnya naik 10%. Bagaimana pengamatan Anda tentang arah pinjaman komersial kini? Ada perubahan juga? Saya berharap ini akan bertambah. Ingat, unsur yang saya sebut tadi dalam pembangunan: arus modal ke negara berkembang. Kami, sebagai lembaga, terus berusaha menemukan cara-cara untuk memperbesar arus itu. Salah satunya ialah melalui co-financing (patungan dana). Salah satu sifat "patungan dana" ini ialah diberinya keleluasaan bank komersial dalam sindikasi peminjaman, sementara bagi peminjam ada syarat-syarat yang lebih menarik: tingkat bunga yang diperendah dan jangka waktu pengembalian yang lebih panjang. Muangthai, misalnya, sangat berhasil dalam memanfaatkan "patungan dana" ini. Juga Colombia, Hungaria, dan Yugoslavia. Cara lain kami, sebagai katalisator untuk memperbesar arus dana di luar yang disediakan Bank Dunia, ialah dukungan kami terhadap suatu multilateral investment guarantee agency [sering disingkat "MIGA", atau badan multilateral penjamin investasi - Red.]. Tujuannya ialah mengurangi hambatan bagi para penanam modal, para pemberi pinjaman, dalam memperluas kredit atau menanam modal di negeri berkembang. Saya akan sebut ini sebagai cara ketiga. Cara keempat ialah, dalam dialog kami dengan negeri berkembang, menunjuk an bahwa para investor dan pemberi pinjaman itu bisa memilih-milih. Ada hal-hal yang bisa dilakukan sebuah negeri untuk membuat dirinya menarik untuk dipilih bagi investasi asing - dan saya kira ini jalan terbuka yang kita semua ingin tempuh. Dan IFC (International Finance Corporation), lembaga kami untuk itu, tengah melipatduakan modalnya sampai 650 juta dolar dan melancarkan program lima tahun yang sangat agresif. Tahun fiskal 1985 ini merupakan tahun pertama, yang akan merupakan tahun tersukses selama ini. Sering ditekankan agar negeri berkembang "lebih efisien". Tapi menghilangkan peraturan-peraturan (deregulasi) dan juga subsidi sering merupakan dilema politik bagi negeri-negeri Dunia Ketiga. Seberapa peka Bank Dunia terhadap kenyataan itu? Kami mencoba peka tentang semua soal. Bank Dunia bukan yang melakukan pembangunan. Negeri-negeri itulah yang melakukan pembangunan. Peran kami, sebagai lembaga yang dimiliki juga oleh negeri berkembang, ialah membantu mengurai, menganalisa, mencari alternatif lain, dan memanfaatkan pengalaman Bank Dunia selama empat dasawarsa terakhir ini. Dalam hal subsidi, ada seribu cara untuk menyelesaikannya: sejak dari pijitan yang paling lemah sampai dengan pendekatan "kampak daging". Di Bank Dunia kami tak punya ideologi politik. Kami tak menentang perusahaan umum milik negara, misalnya. Kami hanya tak menyetujui perusahaan semacam itu yang tak efisien. Anda juga harus menyadari bahwa hubungan kami adalah hubungan partnership, bukan peri laku yang dipaksakan. Hubungan itu sepenuhnya sukarela dan dengan dasar itu, saya pikir, kami dapat benar-benar efektif. Hubungan kami dengan Indonesia, misalnya, sangat bagus. Indonesia telah bekerja sangat baik dalam mengelola ekonominya. Negeri ini dengan cepat mengetahui awan besar yang berkumpul di cakrawala, dan menyelesaikan beberapa soal pokok dengan teguh. Tidak sempurna, mungkin, tapi yang sempurna memang tak ada. Tapi, lepas dari itu, saya ingin menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tak seyogyanya sudah merasa puas dengan pengakuan bahwa negeri ini telah bekerja dengan baik. Benarkah Bank Dunia, meskipun untungnya bertambah, menjadi lebih jauh dari prioritasnya yang terdahulu, yakni serangan terhadap kemiskinan? Nah, Anda sama halnya dengan bertanya kapan saya yang terakhir kalinya memukuli istri saya. Tidak benar itu. Antara keuntungan Bank Dunia dan pelenyapan kemiskinan tak ada hubungannya. Benar, laba kami tahun ini baik, tapi setiap proyek yang kami nilai dan kami ajukan ke dewan direksi, setelah disetujui negeri yang bersangkutan, kami coba Deriksa dampaknya bagi pelenyapan kemiskinan. Tapi saya senang Anda menanyakan soal itu, karena dengan demikian pembaca Anda di Indonesia akan tahu ini. Sebab, fokus program kami di Indonesia adalah untuk menolong mereka yang paling terkebelakang nasibnya. Saya senang Anda menanyakan soal ini, karena tuduhan di atas tidak benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini