KETIKA cabang The Hongkong and Shanghai Banking Corp. di Batavia dibuka, hampir 100 tahun lalu, perdagangan gula dari Jawa ke Hong Kong sedang memasuki masa paling ramai. Mulai periode itulah lembaga keuangan ini menunjukkan peranannya dengan menyediakan pembiayaan impor gula bagi kepentingan pengusaha di koloni Inggris itu. Tentu bukan hanya karena gula saja jika sampai pekan ini, dalam suasana memperingati 100 tahun berusaha di Indonesia, lembaga keuangan yang sejak 1982 lebih populer disebut Hongkong Bank itu betah bercokol di sini. Keith R. Whitson, pimpinan Hongkong Bank Indonesia, menyebut bahwa banyak kesempatan bisnis bisa dilakukan banknya, kendati tingkat pertumbuhan ekonomi di sini tidak terlalu tinggi. Bank ini banyak terlibat dalam pelbagai kegiatan pemberian kredit di sektor perdagangan dan industri. Bersama dengan sejumlah bank swasta nasional, bank ini juga tercatat banyak memberikan kredit sindikasi kepada nasabah di luar Jakarta. Tapi pertumbuhan kekayaannya ternyata tidak segalak aktivitasnya. Tahun lalu kekayaannya baru Rp 80 milyar, sedangkan Citibank, misalnya, sudah empat kali lipat. Kenapa? Sebagai pemberi jasa pembiayaan, menurut Whitson, HongkongBank memang paling konservatif -- baik dalam manajemen maupun pengelolaan dana. Pada saat kesempatan menyalurkan dana melalui pinjaman kepada nasabah masih terbuka, misalnya, bank ini segan membeli Sertifikat Bank Indonesia. Juga demi menjaga nama baik, bank ini segan memanfaatkan pinjaman jangka pendek melalui fasilitas diskonto. Maklum, kata Whitson, "Tindakan itu bakal menunjukkan likuiditas sebuah bank tak terjaga baik." Tapi HongkongBank, yang didirikan 1864 di Hong Kong, jelas tidak konservatif dalam mengembangkan usahanya. Wardley Ltd., lembaga keuangan nonbank yang merupakan cabang usahanya, berpatungan dengan Astra mendirikan perusahaan leasing (penyewaan barang-barang modal) Wardley-Summa di Jakarta. Selama 120 tahun berusaha, bank ini sesungguhnya sudah pula menelurkan puluhan perusahaan lembaga keuangan, jasa manajemen, asuransi, dan informasi. Juga banyak melakukan penyertaan modal, seperti di perusahaan penerbangan Cathay Pacific sebesar hampir 30%, dan di koran South China Morning Post hampir 50%. Sebagai induk perusahaan, HongkongBank memang tumbuh menjadi salah satu perusahaan transnasional terkemuka di dunia. Kekayaan total grup yang punya staf 42.000 itu, pada 1982, tercatat HK$ 379,1 milyar. Keuntungannya tahun lalu HK$ 2,49 milyar, sedangkan pada 1982 tercatat HK$ 2,35 milyar. Kenaikan keuntungan yang hanya 6% itu, menurut Michael Sandberg, Presiden Komisaris HongkongBank, disebabkan beberapa faktor. Turunnya bisnis perkantoran di Hong Kong, katanya dalam laporan tahunan pekan lalu, ternyata juga mempengaruhi tingkat keuntungan usaha. Secara tersirat, Sandberg mengisyaratkan bahwa kantor induk HongkongBank tampaknya akan tetap di Hong Kong, kendati koloni Inggris itu 1997 nanti bakal diserahkan kepada RRC. "Sejauh yang kami lihat, Hong Kong akan tetap menjadi basis terbaik untuk melayani perdagangan dengan Cina (RRC)," katanya, seperti dikutip South China Morning Post. Menurut Whitson, hingga saat ini memang belum ada rencana induk perusahaan HongkongBank bakal memindahkan markas besarnya. Katanya, pada saat perundingan mengenai masa depan Hong Kong kini masih berjalan antara Inggris dan RRC, "Terlalu pagi meramalkan apakah kami akan pindah atau tidak." Tapi, yang pasti, kantor cabang HongkongBank akan pindah dari Wisma Hayam Wuruk ke Wisma Metropolitan II di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, dalam waktu dekat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini