Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Berpotensi Besar Dongkrak Pertumbuhan di Masa Nataru, Sektor Pariwisata Hadapi 5 Tantangan Utama Ini

Ekonom senior Masyita Crystallin mengatakan potensi di sektor pariwisata Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Begini penjelasan lengkapnya.

27 Desember 2024 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja menyelesaikan pembuatan pohon Natal yang terbuat dari limbah kayu di kawasan Nusa Dua, Bali, Rabu (20/12). Pohon Natal setinggi 8 meter yang memanfaatkan sekitar 5.000 batang kayu bekas itu dibuat untuk menyambut Hari Raya Natal di kawasan pariwisata tersebut. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom yang juga menjabat sebagai Partner and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy Systemiq Masyita Crystallin mengatakan potensi di sektor pariwisata Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, menurut dia, pariwisata memiliki potensi besar seperti geografis, biodiversitas, sosial, maupun budaya yang di atas rata-rata, sehingga menjadi peluang menjadi sektor andalan. Bahkan pada masa libur Natal dan Tahun Baru atau Nataru saat ini, sektor pariwisata dinilai memiliki potensi besar terhadap pertumbuhan ekonomi hingga lapangan kerja. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Namun, potensi fisik dan non-fisik indonesia yang besar tersebut nampaknya belum cukup termanfaatkan untuk dikapitalisasi agar memiliki nilai tambah yang lebih tinggi," kata eks Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 26 Desember 2024.

Berdasarkan laporan Travel & Tourism Development Index (TTDI) 2024 oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat ke 22 dari 119 negara. Indonesia hanya kalah bersaing dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat di peringkat pertama, Jepang di peringkat ketiga, dan Tiongkok di peringkat kedelapan.

Dari lima aspek utama yang menjadi penilaian indeks tersebut, Masyita melihat setidaknya ada lima tantangan yang harus menjadi fokus utama untuk memperbaiki sektor pariwisata Indonesia.

"Tantangan pertama adalah masalah infrastruktur. Meski daya saing harga dalam dimensi infrastruktur dan jasa cukup baik, fasilitas transportasi udara, pelabuhan, dan darat masih jauh tertinggal dibandingkan negara pesaing. Sebagai negara kepulauan, konektivitas antardaerah menjadi krusial," kata Masyita.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan mayoritas wisatawan mancanegara (wisman) masuk melalui jalur udara sebesar 72 persen, sementara melalui laut hanya 18,3 persen. Menurut Masyita, Indonesia mesti membangun infrastruktur yang mendukung pariwisata secara menyebut dari pusat hingga daerah agar terkoneksi dan terintegrasi. 

Tantangan kedua, kata dia, ialah belum maksimalnya eksplorasi sumber daya alam, inovasi pelayanan wisata, dan  budaya. Narasi yang kuat tentang daya tarik budaya dan keunikan lokal perlu dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan minat wisatawan. 

"Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, namun upaya untuk memadukan inovasi dengan tradisi masih terbatas. Ini adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan," kata Masyita. 

Ia juga menambahkan wisata budaya dan ekowisata memiliki daya tarik besar jika dikelola dengan pendekatan yang tepat. Ketiga, kata dia, aspek keberlanjutan menjadi pekerjaan rumah besar. Lingkungan hidup yang terjaga adalah fondasi pariwisata berkelanjutan, namun Indonesia masih menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah dan konservasi alam.

"Keberlanjutan adalah kunci masa depan pariwisata. Jika kita tidak menjaga lingkungan, pariwisata kita akan kehilangan daya tariknya dalam jangka panjang," kata Masyita. Menurut Masyita, masalah ini tidak hanya berdampak pada kelangsungan sektor pariwisata tetapi juga pada citra Indonesia di mata dunia. 

Sementara, tantangan keempat adalah lingkungan pendukung pariwisata. Menurut dia, indikator seperti keamanan, kesehatan, higienitas, dan pasar tenaga kerja masih membutuhkan peningkatan. Para wisatawan, khususnya dari negara maju, sangat memperhatikan aspek-aspek ini dalam memilih destinasi. 

"Wisatawan dari Eropa dan Amerika Utara, misalnya, selalu mempertimbangkan keamanan dan fasilitas kesehatan sebelum memutuskan untuk berkunjung. Ini harus menjadi perhatian utama kita," kata Masyita.

Kemudian, tantangan kelima adalah pendukung usaha wisata, terutama teknologi informasi dan komunikasi (ICT), masih kurang optimal menjadi tantangan kelima. Informasi tentang destinasi wisata belum dikelola dengan baik, sehingga wisatawan asing sering kesulitan mendapatkan akses informasi yang akurat dan terpercaya.

Data Pew Research Center menunjukkan negara-negara dengan tingkat perjalanan keluar negeri tertinggi, seperti Swedia dan Belanda, belum menjadi fokus utama promosi pariwisata Indonesia. Padahal, potensi pasar ini sangat besar. 

"Promosi digital dan pendekatan berbasis data harus menjadi prioritas jika kita ingin menjangkau wisatawan global," ucap Masyita.

Dalam RPJPN, pemerintah telah menetapkan visi menjadikan Indonesia sebagai destinasi unggulan dunia yang berkelanjutan. Berbagai strategi telah dirancang, seperti peningkatan konektivitas domestik dan global, diversifikasi produk wisata, serta pengembangan sumber daya manusia dan UMKM pariwisata. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan komitmen kuat, pariwisata dapat menjadi motor penggerak ekonomi nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

"Untuk mewujudkan visi ini, dibutuhkan sinergi antarpemangku kepentingan dan fokus pada penyelesaian lima tantangan utama tersebut," kata Masyita.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus