Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

2025, Pemerintah Siapkan Insentif Industri Padat Karya Rp 20 Triliun

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament mendesak pemerintah segera memperbaiki kebijakan dibanding memberikan insentif bagi industri padat karya.

26 Desember 2024 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pekerja menyelesaikan pembuatan kaos di konveksi Sinergi Adv, Srengseng Sawah, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024. UMKM Sinergi Adv bertahan dengan penjualan atribut Pilkada 2024. Dengan memperkerjakan 400 karyawan, UMKM yang bergerak sejak 2012 di industri tekstil ini dapat memproduksi maksimal 500 ribu/pcs perbulan. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk pembiayaan kredit investasi pada 2025. Kredit ini ditujukan untuk sektor-sektor industri padat karya, seperti pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tujuan skema ini untuk mendorong pertumbuhan industri padat karya nasional dan menciptakan lapangan kerja baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pemerintah menyediakan anggaran subsidi bunga atau marjin yang cukup untuk proyeksi penyaluran skema kredit investasi ini mencapai target penyaluran sebesar Rp 20 triliun pada tahun 2025,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi dikutip Rabu, 25 Desember 2024.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) mengkritik insentif besar yang diguyur pemerintah tersebut. Ketua Umum Apsyfi Redma Gita Wirawasta mengatakan pemerintah banyak mengeluarkan skema insentif untuk industri termasuk tekstil, namun tak mau menyelesaikan permasalahan utamanya. 

Masalah utama industri tekstil menurut dia adalah banjir produk impor. “Pemberian insentif apapun tidak akan berguna tanpa menyelesaikan masalah utama,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 25 Desember 2024. 

Redma menilai insentif hanya sebagai iming-iming belaka. Padahal yang diinginkan asosiasi adalah perbaikan kebijakan.

Ia lalu menyoroti relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 membawa dampak yang signifikan bagi industri tekstil dalam negeri. “Permendag 8 memang menjadi salah satu poin yang perlu diperbaiki, terutama terkait dengan Pertek pakaian jadi,” ujarnya.

Tanpa ada perbaikan kebijakan, tren pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik masih akan terus terjadi tahun depan. Hal ini akan terjadi jika pemerintah tak kunjung serius mengendalikan impor dan menghentikan praktik importasi ilegal.

Apsyfi melaporkan selama dua tahun terakhir sebanyak 60 perusahaan tekstil dalam negeri terguncang. Sebanyak 34 perusahaan tutup dan berhenti beroperasi, sisanya melakukan efisiensi berupa PHK, merumahkan tenaga kerja, dan relokasi. Masalah ini menurut dia bakal terus berlanjut tahun depan jika tidak ada penanganan serius dari pemerintah.

Oyuk Ivani S berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus