Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengumumkan terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua atau JHT. Regulasi ini atas revisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dan mengembalikan substansinya kepada Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Terbitnya Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 ini, maka Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 dan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dinyatakan tidak berlaku lagi,” kata Ida saat konferensi pers virtual, Kamis, 28 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia menyampaikan beberapa poin penting atas perubahan aturan JHT yang beberapa waktu lalu sempat ditolak oleh beberapa kalangan. Berikut lima poin yang dirangkum Tempo atas revisi Permenaker Nomor 4 Tahun 2022 yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan:
- Regulasi Baru Mengembalikan Substansi Aturan Lama
Aturan baru yang diundangkan pada 26 April 2022 mengembalikan substansi pengaturannya ke Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. Artinya, peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak perlu menunggu usia 56 tahun atau masa pensiun demi mencairkan manfaat JHT.
Hal ini diatur pada Pasal 4 Permenaker Nomor 4 Tahun 2022, yang mana manfaat JHT dibayarkan kepada peserta yang mencapai usia pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian dirincikan kembali pada Pasal 5 Ayat 1, bahwa yang masuk usia pensiun termasuk juga peserta yang berhenti bekerja.
Lalu pada Pasal 5 Ayat 2, peserta yang berhenti bekerja adalah mereka yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
- Dokumen Persyaratan Klaim Lebih Sederhana
Pada Pasal 7, bagi peserta yang mencapai usia pensiun atau 56 tahun dikatakan hanya melampirkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan dan KTP atau bukti identitas lainnya. Bagi peserta yang mengundurkan diri, Pasal 9 mengatur bahwa perlu melampirkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan, KTP atau identitas lainnya, dan keterangan pengunduran diri dari tempat kerja.
Untuk pekerja yang terkena PHK, Pasal 11 mengatur bahwa peserta perlu melampirkan dokumen kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan, KTP atau identitas lainnya, dan tanda terima laporan PHK dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Atau bisa berupa surat laporan PHK dari pemberi kerja kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Atau bisa berupa pemberitahuan PHK dari pemberi kerja dan pernyataan tidak menolak PHK dari pekerja.
Atau berupa perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pengusaha dan pekerja, atau petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial.
- Lampiran Dokumen Dapat Berupa Elektronik atau Fotokopi
Pada Pasal 18 disebutkan bahwa lampiran persyaratan pengajuan pembayaran manfaat JHT dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi. Kemudian penyampaian dokumen bisa secara daring ataupun luring.
Setelah memenuhi dokumen, maka manfaat JHT akan cair dalam lima hari kerja sejak pengajuan dan persyaratan diterima secara lengkap dan benar oleh BPJS Ketenagakerjaan.
- Ketentuan Terbaru
Pada Pasal 6, disebutkan bahwa manfaat JHT bisa dicairkan kepada peserta yang jangka waktu kerjanya habis. Lalu JHT juga dapat dicairkan kepada peserta bukan penerima upah karena berhenti bekerja.
Peserta yang bukan penerima upah adalah pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja lain yang bukan menerima upah.
- JHT Tetap Dicairkan Walaupun Ada Tunggakan Iuran
Pasal 20 menyebutkan bahwa peserta yang telah melengkapi lampiran dokumen tetapi masih memiliki tunggakan iuran, maka BPJS Ketenagakerjaan tetap mencairkan JHT-nya. Tunggakan iuran yang belum dibayarkan akan ditagihkan kepada pemberi kerja.
Dalam hal tunggakan iuran telah dibayarkan oleh pemberi kerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib membayarkan kekurangan manfaat JHT kepada peserta atau ahli waris peserta.