Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

6 Fakta Pagar Laut di Bekasi: Pemilik hingga Penyegelan karena Ilegal

Setelah pagar laut Tangerang, terbitlah kasus pagar laut Bekasi. Siapa pemiliknya? Untuk apa dibangun? Berikut deretan faktanya.

16 Januari 2025 | 14.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Papan segel Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipasang di kawasan pagar laut Pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 15 Januari 2025. Menurut warga sejak pukul 12:00 kegiatan di lokasi pagar laut dihentikan. ANTARA /Asprilla Dwi Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah sebelumnya mencuat kasus pagar laut Tangerang yang misterius, perkara serupa juga ada di Bekasi. Jejeran ribuan bambu sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70 meter itu membentang di perairan di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagar laut tersebut membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai. Seperti di perairan Tangerang, keberadaan dua pagar laut di Bekasi juga diklaim menyusahkan nelayan. Bedanya, pagar laut Bekasi diketahui siapa pemiliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski Dinas Kelautan dan Perikanan atau DKP setempat menyatakan pagar laut Bekasi legal dan jelas peruntukannya, namun menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP bangun tersebut tak mengantongi izin. Kini KKP telah menyegel ribuan cerucuk itu.

Lantas siapa pemilik pagar laut Bekasi ini, serta untuk apa pembangunannya?

Tempo merangkum sederet serba-serbi pagar laut Bekasi:

1. Pemilik pagar laut Bekasi

DKP Jawa Barat menyatakan pagar laut yang terbuat dari ribuan batang bambu di perairan Kabupaten Bekasi itu legal karena jelas pemiliknya. Pemilik pagar laut di pesisir Tarumajaya tersebut adalah dua perusahaan swasta yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada DKP Jawa Barat Ahman Kurniawan mengatakan pagar laut itu merupakan hasil kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan perusahaan swasta itu yang telah terjalin sejak 2023. Masa kerja sama akan berlangsung sampai 2028.

“Kalau di sini memang jelas pemiliknya, tidak misterius. Ini DKP Jabar kerja sama dengan perusahaan ini (TRPN), ini MAN, dan semuanya punya legalitas masing-masing,” kata Ahman di Bekasi, Selasa, 14 Januari 2025.

2. Alasan pembuatan pagar laut Bekasi

Lebih lanjut Ahman menjelaskan pagar laut itu berfungsi untuk penataan alur Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang sedang dibangun. Adapun pembangunan PPI bertujuan agar nanti nelayan memiliki pelelangan ikan yang terpusat di pelabuhan.

“Nah alur ini menjadi sangat penting karena untuk memudahkan keluar masuknya nelayan dari laut lepas menuju pangkalan pendaratan untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan ikannya,” katanya.

Alur yang akan dibangun di kawasan ini, kata dia, panjangnya sekitar 5 kilometer dengan lebar 70 meter dan kedalamannya 5 meter, dengan total luas kurang lebih 50 hektare. Adapun pembagian pembangunan pagar laut itu, pada sisi sebelah kiri pelabuhan dikerjakan oleh PT TRPN, sementara di sebelah kanan dikerjakan oleh PT MAN.

“Nah dengan adanya kesepakatan ini, maka masing-masing kepentingan bisa berjalan. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhannya. Sementara dari pihak swasta pengembang atau investor dengan tujuan bisnisnya bisa berjalan berdampingan,” ujarnya.

Selain pembuatan alur dalam penataan ulang PPI Paljaya, ada tiga fasilitas yang harus dipenuhi, di antaranya fasilitas pokok seperti alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar. Kedua, fasilitas penunjang seperti perkantoran, dan ketiga, fasilitas umum seperti kamar mandi dan masjid.

3. KKP sebut pagar laut Bekasi tak berizin

Di sisi lain, KKP menyatakan pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Kabupaten Bekasi itu tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran di perairan Bekasi itu.

“KKP belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud,” kata Doni saat dihubungi di Jakarta pada Selasa, 14 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

4. KKP sudah pernah meminta penghentian aktivitas pemagaran sejak Desember 2024

Doni mengatakan pihaknya telah mengetahui keberadaan pagar laut tersebut dan langsung menindaklanjuti dengan mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) dari kegiatan itu. Dia menyebutkan, pada 19 Desember 2024, PSDKP KKP telah mengirim surat resmi yang meminta penghentian kegiatan tersebut karena dinilai belum memiliki izin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Tim PSDKP KKP sudah pulbaket ke lapangan, bahkan pada 19 Desember (2024) lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu,” ujarnya.

5. KKP segel pagar laut Bekasi

Kini KKP menyegel pagar laut Bekasi tersebut. Papan segel Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP telah dipasang di kawasan pagar laut Pesisir Tarumajaya itu pada Rabu, 15 Januari 2025. Menurut warga sejak pukul 12:00 kegiatan di lokasi pagar laut dihentikan.

“Dulu kami sudah turun ke sini. Tanggal 19 Desember (2024) sudah kami peringatkan berhenti, urus dulu PKKPRL-nya. Karena itu menjadi konsen kami. Ternyata kemarin siang anggota kami ke sini itu eskavator masih kerja. Makanya saya putuskan saya segel,” kata Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono di sela meninjau pagar laut itu.

6. Keberadaan pagar laut Bekasi menyusahkan nelayan

Salah seorang nelayan sekitar Mitun, 28 tahun, mengatakan aktivitas masyarakat sekitar sangat terganggu dengan adanya pagar laut tersebut. Terutama bagi mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Sebab, sejak pagar bambu itu berdiri ia dan ratusan nelayan lainnya jadi kesusahan dalam mencari ikan.

“Terganggu banget, tadinya jalannya ke sana lurus, sekarang jalannya muter jauh banget. Ya kan ketutup sama pagar itu,” kata Mitun kepada wartawan di lokasi, Selasa, 14 Januari 2025.

Terlebih, ternyata pemerintah setempat tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap pembangunan pagar bambu tersebut. “Enggak ada (sosialisasi), pagar itu tiba-tiba langsung ada patok begitu. Makanya kita bingung ini asal usulnya dari siapa gitu,” ujarnya.

Selain jarak untuk ke tengah laut tempat nelayan mencari ikan menjadi lebih jauh. Para nelayan juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya bahan bakar perahu mereka. Mitun akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi nelayan. Ia kini beralih profesi sebagai pengantar wisatawan yang ingin berwisata ke Sungai Jengkem.

“Ya mau gimana lagi cari ikannya kan susah, ketutup sama patok-patok pagar laut itu. Ya sudah lah, kita berhenti aja dah. Mending kita nyari pengunjung aja ke Sungai Jengkem, wisata gitu,” ujarnya.

Adi Warsono dan Sapto Yunus berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus