Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Abai Lingkungan demi Investasi

Hanya kegiatan usaha berisiko tinggi yang diwajibkan mengurus amdal.

6 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aerial bekas tambang batu bara di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Agustus 2019. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang membuat para pegiat lingkungan patah hati. Mereka menilai aturan tersebut berisikan pasal-pasal yang mengancam kelestarian lingkungan hidup. "Sangat merugikan masyarakat karena hanya berkutat pada urusan pemberian ruang pada investasi," kata Staf Direktorat Advokasi Kebijakan, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Tommy Indyandi, kemarin.

Ia menyoroti sejumlah perubahan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang diloloskan wakil rakyat. Salah satunya soal aturan pembukaan lahan. UU Cipta Kerja telah menghapus pertimbangan kearifan lokal bagi pekebun, petani, ataupun masyarakat adat untuk membuka lahan dengan cara membakar. “Hal itu berpotensi meningkatkan kriminalisasi bagi kelompok masyarakat,” kata Tommy.

Sementara itu, di sisi lain, penerapan sanksi bagi pencemar lingkungan hidup semakin longgar. Pemerintah dan Dewan bersepakat menghapus ketentuan dalam Pasal 88 Undang-Undang PPLH yang berbunyi "tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan". Tommy menyatakan penghapusan ketentuan tersebut berpotensi menghilangkan tanggung jawab mutlak atas kerusakan lingkungan.

Selain itu, pemegang izin konsesi tak lagi bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan di areanya. Dalam perubahan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pelaku usaha hanya diwajibkan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan serta lahan di area kerjanya.

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Merah, Johansyah, ancaman terhadap lingkungan juga tecermin dari aturan soal pertambangan mineral dan batu bara. "Ancaman yang paling konkret adalah pemberian jaminan perpanjangan izin terhadap perusahaan batu bara besar yang habis masa produksinya," kata dia.

Izin juga diberikan tanpa pengurangan luas wilayah pertambangan yang berpotensi mempertinggi eksploitasi. Padahal, menurut Merah, masalah kerusakan lingkungan akibat pertambangan hingga kini belum tertangani dengan baik.

Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah dan Dewan juga sepakat mengubah aturan tentang analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Kini, hanya kegiatan berisiko tinggi yang diwajibkan mengurus amdal. Komisi Penilai amdal pun dihilangkan, dan cukup hanya menunjuk ahli bersertifikat. "Perubahan konsep amdal berbasis risiko sangat membahayakan keselamatan lingkungan hidup," katanya.

Peneliti Yayasan Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, juga menyoroti perubahan izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan. "Bagaimana negara melakukan kontrol terhadap aktivitas perusahaan?" katanya. Selain itu, kewenangan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dialihkan ke pemerintah pusat. Kebijakan itu dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Undang-Undang Cipta Kerja disahkan Dewan, kemarin sore, dengan dukungan tujuh fraksi. Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan menolak dan meminta pengesahannya ditunda. "Kami menilai banyak hal yang harus dibahas kembali," kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Asan. Dia menilai pembahasan poin-poin krusial dalam berbagai kluster pada undang-undang tersebut kurang transparan dan akuntabel serta kurang melibatkan masyarakat.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto berkukuh undang-undang hasil pembahasan dengan Badan Legislatif DPR sejak 20 April itu disusun demi kepentingan masyarakat. Penyederhanaan dan sinkronisasi beragam aturan, ucap dia, dibuat untuk mempermudah masuknya investasi. "Undang-undang tersebut sekaligus instrumen penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," tutur Ketua Umum Partai Golkar itu.

VINDRY FLORENTIN


Abai Lingkungan demi Investasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus