Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

30 tahun mengobati demam

Obat naspro yang diproduksi pt nicholas laboratories indonesia merosot pasarannya karena kurang promosi. harganya akan dipertahankan supaya murah. juga membuat obat-obat dengan resep dokter. (eb)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NICHOLAS Laboratories Indonesia mungkin tidak selalu cemerlang dalam bisnisnya. Tetapi paling tidak dia telah menempatkan diri sebagai perusahaan asing tertua di Indonesia. Persis 1 April 1981 perusahaan asal Australia yang membuat Naspro itu merayakan hari ulangtahun ke-30. Sejarah perusahaan tersebut adalah sejarah obat sakit kepala dan demam. Dimulai sejak 1948, mula-mula hanya sebagai cabang dari Nicholas Proprietary Limited, Australia untuk memasarkan obat demam dan sakit kepala yang ketika itu bernama Aspro. Pekerjaannya waktu itu tak lebih dari sekedar mengepak saja. Sedangkan obat jadi didatangkan langsung dari perusahaan induk di Australia. Obat yang hanya terdiri dari 300 mg Asam Asetilsalisilat itu bukan main larisnya. Boleh dibilang 75% dari pasaran obat sejenis berada di tangan Aspro. Untuk mengimbangi volume penjualan ketika itu akhirnya pihak Australia memutuskan untuk mendirikan pabrik saja di Indonesia. Begitulah, kantor yang terletak di Jalan Garuda No. 79 Jakarta, dengan luas tanah 1 ha diubah menjadi pabrik dan beroperasi 1 April 1951. Sampai awal tahun 1960-an Aspro sama populernya dengan demam dan sakit kepala. Dia tersedia mulai dari apotek sampai toko-toko yang terpencil. Tahun 1963 namanya terpaksa mengalami perubahan. Tapi ini bukan berarti kerugian buat perusahaan yang sedang berada di atas angin itu. Promosi Terbatas Aspro ketika itu terpaksa diganti menjadi Naspro (New Aspro). Soalnya waktu itu Aspro yang dibuat di daerah Kemayoran tadi ternyata lebih murah daripada buatan Australia. Karena pemerintah memberikan subsidi bahan baku. Maka ramailah penyelundupan obat demam itu ke Singapura dan Muangthai. Konon perubahan nama dan dengan menyebutkan Naspro buatan Indonesia, masyarakat luar ragu terhadap khasiatnya. Setelah menjadi Naspro penyelundupan kabarnya memang berhenti. Masa kemerosotan pasaran Naspro mulai membayang ketika Panagrip dan APC masuk pasaran pertengahan tahun 1960-an. Dan ancaman menjadi nyata setelah beredarnya berbagai obat analgesik (anti-sakit) pada awal 70-an seperti Bodrex, Refagan dan Inza. "Bagian kami dari pasaran jelas digerogoti," kata General Manager PT Nicholas Laboratories Indonesia, J. Hartadi. Menurut pengakuannya dari 75% pasaran Naspro sekarang merosot jadi 2,5%. Kedudukan yang hampir mencapai titik terendah itu sebenarnya sudah berlangsung sejak 1977, ketika J. Hartadi diangkat menjadi general manager. (Nicholas adalah perusahaan asing pertama yang mengangkat orang Indonesia sebagai general manager). Produksi Naspro sejak itu berkisar antara 100 - 150 juta tablet per tahun. Hartadi membenarkan anggapan orang bahwa Naspro tenggelam tanpa perlawanan di pasaran. Kami memang hanya mempertahankan market yang ada saja. Promosi kami lakukan secara terbatas," urainya. Untuk kembali menjadi pemimpin dalam obat demam dan sakit kepala, Nicholas nampaknya kurang bergairah. Sementara saingannya berani mengedarkan ongkos promosi sampai 30% dari target penjualan, Nicholas menurut beberapa sumber, hanya mengeluarkan 15%. Kecilnya biaya promosi untuk Naspro ini nampaknya membuat harga obat itu tetap terjangkau masyarakat luas. Dengan bungkus sanitape (kertas lilin) obat ini di kios-kios dijual dengan harga Rp 200/kotak/20 tablet. Sedangkan Aspirin buatan Bayer yang dibungkus lebih necis dengan alumunium foil dijual dengan harga Rp 250. Hartadi nampak puas bisa bertahan dengan harga yang tetap di bawah itu. "Kami akan mempertahankannya sebagai obat rakyat. Dan kami bangga bahwa selama ini kami bisa ikut menyumbangkan sesuatu di bidang kesehatan," katanya. Nicholas sebenarnya tidak hanya hidup dari Naspro. Dia juga membuat obat-obat dengan resep dokter, sekitar 24 jenis. Sekalipun bagiannya di pasar tinggal 2,5% dari obat sejenis, Naspro masih bisa menyumbang 30% dari seluruh penghasilan. Siapa tahu untuk masa mendatang kedudukannya itu akan meningkat. Maklum Asam Asetilsalisilat yang terkenal juga dengan nama Aspirin (bahan Naspro) menurut berbagai penelitian bisa dipakai untuk mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus