Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Para operator bandara masih harus memantapkan portofolio bisnis agar bisa menarik investasi baru. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Transportasi, Denon Prawiraatmadja, mengatakan badan usaha milik negara di bidang pengelolaan bandara harus jeli memperkirakan keinginan pemodal agar proyeknya diminati dalam proses penjajakan pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang pasti, investor selalu mencari peluang jangka panjang," tuturnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Denon, yang juga memimpin Indonesia National Air Carriers Association (INACA), iklim investasi penerbangan di Indonesia sudah menarik di mata pemodal asing dan domestik karena tingkat permintaan pasar yang menjanjikan. Dengan karakter negara kepulauan, bandara menjadi aset aviasi yang dibutuhkan di banyak wilayah dan bisa dikembangkan dalam periode jangka panjang.
Meski begitu, investor bandara sangat teliti menyaring tawaran kemitraan yang datang. Proyek bernilai jumbo, kata dia, umumnya diikuti risiko yang juga besar bila terhambat atau gagal. Di sisi lain, proyek yang nilainya lebih murah pun belum tentu menarik karena pengembalian investasinya minim. "Makanya, dalam tawaran harus jelas apa nilai tambah dan keuntungan (proyek) dibanding tempat lain."
Investor pun selalu menimbang aspek tata kelola dan kelancaran usaha perusahaan penyedia proyek. Denon berujar tawaran proyek bandara bakal makin menarik bila dilengkapi desain bisnis jangka panjang. Hal ini bergantung pada kemampuan perusahaan pemiliknya.
"Apakah bisa menyiapkan rencana sedekade ke depan atau kalau perlu hingga 2045 akan bagaimana. Profil usaha juga harus diperjelas," ucapnya. Dari tren yang berkembang, dia menyebutkan, brown project atau proyek yang sudah beroperasi secara terbatas lebih menarik bagi investor bandara dibanding proyek anyar atau green project.
Sejumlah calon penumpang pesawat di area Terminal Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, 29 September 2022. ANTARA/Fikri Yusuf
Direktur Pengembangan Usaha PT Angkasa Pura I (Persero), Dendi Tegar Danianto, memastikan profil bisnis perusahaannya sudah cukup menjanjikan di mata investor. "Bandara-bandara yang kami kelola juga cukup beragam, dengan fungsi sebagai pintu gerbang daerah pariwisata, industri, dan kawasan bisnis," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Dalam hal keuangan, pendapatan tahunan Angkasa Pura I tumbuh hingga rata-rata 13 persen pada periode 2015-2019. Namun bisnisnya sempat anjlok akibat pembatasan mobilitas. Pada akhir 2021, perusahaan menghadapi beban utang yang menembus Rp 35 triliun. Pendapatan setahun, yang pada 2019 mencapai Rp 8,6 triliun, merosot hingga ke Rp 3,9 triliun pada tahun lalu. Kini perusahaan pengelola bandara kawasan tengah dan timur Indonesia itu sudah kembali memburu bursa investor. Kegiatan State-Owned Enterprises (SOE) International Conference yang masuk dalam rangkaian acara G20 pun dijadikan sarana pengenalan proyek kepada calon pemodal.
Kepala Sub-Direktorat Pengusahaan Bandara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Arif Santosa, memastikan lembaganya juga aktif menawarkan pengembangan proyek pemerintah. Sejauh ini, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sudah diterapkan dalam dua proyek bandara, yakni Bandara Komodo di Labuan Bajo serta Bandara Kediri di Jawa Timur—proyek usulan grup swasta Gudang Garam. "Nanti pada semester pertama 2023, kami mulai tawarkan KPBU Bandara Singkawang ke publik," tuturnya, kemarin.
Dengan beberapa jenis pekerjaan utama, seperti pemanjangan landas pacu ataupun pembangunan terminal penumpang, nilai KPBU Bandara Singkawang mencapai Rp 1,3 triliun. "Kami inginnya ada investor asing ataupun domestik yang masuk sehingga masing-masing berbagi keahlian di sana."
Pengamat penerbangan dari CommunicAvia, Gerry Soejatman, mengatakan skema kemitraan beberapa entitas merupakan sumber dana yang efektif untuk bandara. "Tanpa kemitraan, ekspansi proyek jadi terpaku pada dana pinjaman. Metodenya dari dulu begitu-begitu saja," ucap Gerry.
ERLITA NOVITANIA AWALIANDA | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo