Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SANTOS mengangguk pelan ketika seorang pembeli menyodorkan ringgit, Rabu siang dua pekan lalu. Penjaga toko kain di Pasar Baru, Bandung, itu tak menolak mata uang Malaysia tersebut sebagai alat pembayaran bagi dagangannya. Banyak pedagang lain pun sudah biasa bertransaksi bukan dengan rupiah di pusat tekstil Kota Kembang tersebut.
Pria 57 tahun itu bercerita, sudah lama ringgit berseliweran di Pasar Baru sebagai alat tukar, terutama sejak "encik-encik" kerap datang "menyerbu" pasar tersebut. Wisatawan asal negeri jiran meningkat pesat setelah penerbangan langsung Kuala Lumpur-Bandung dibuka maskapai penerbangan AirAsia pada 2011. "Hampir 90 persen turis Malaysia belanja menggunakan ringgit," kata Santos.
Ia mengaku tak mengambil untung atas selisih nilai tukar ringgit terhadap rupiah. Alasannya, para pedagang hanya melayani pembeli, yang sering kali tak mau repot menukar duit ke money changer.
Santos sadar transaksi yang dilakukan para pedagang itu menabrak aturan alias ilegal. Dia tahu pula, dalam Undang-Undang tentang Mata Uang, alat pembayaran yang sah untuk bertransaksi di Indonesia adalah rupiah. "Makanya enggak semua pembeli dilayani. Saya pilih-pilih juga untuk memastikan keamanan," dia menambahkan.
Bank Indonesia telah lama mengendus penggunaan ringgit yang masif pada transaksi eceran harian di berbagai wilayah di Tanah Air. Tak hanya di Bandung, radar bank sentral juga menangkap aktivitas penggunaan valas yang tinggi di beberapa tempat lain, seperti Batam dan Bali. "Masalahnya, ketentuan belum tegas mengatur. Terutama untuk transaksi nontunai dengan transfer dan kartu kredit, misalnya," kata juru bicara Bank Indonesia, Peter Jacobs, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Di Batam, transaksi dengan valuta asing mudah ditemukan di sejumlah pusat jajanan serba ada. Salah satu yang terkenal ada di kawasan Batam City Square. Seorang karyawan swasta asal Yogyakarta yang bekerja di Batam, Yohanes Carol, mengatakan dolar Singapura biasa digunakan untuk berbelanja di pusat-pusat jajanan itu. "Setiap pekan, selalu ada rombongan warga Singapura datang," ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu pekan lalu.
Pria yang dua tahun terakhir menetap di sana itu menambahkan, para pemilik kedai punya trik dalam melayani para pemilik dolar. Pada buku menu dicantumkan dua harga: dalam rupiah dan dolar. "Turis yang mau bayar dengan dolar, ya, tinggal memesan ke kedai tersebut. Jadi enggak ada sembunyi-sembunyi," ucapnya.
Larangan bertransaksi menggunakan valas secara tunai sebenarnya diatur sejak 2011. Sanksi bagi pelanggarnya adalah penjara maksimal setahun dan denda Rp 200 juta. Tapi peluang berjual-beli menggunakan valas secara nontunai masih menganga dan sejauh ini tak ada kasus penangkapan atau pemidanaan terkait dengan hal ini.
Celah ini yang hendak ditutup Bank Indonesia agar rupiah lebih bermartabat di negeri sendiri. Akhir Maret lalu, bank sentral mengeluarkan aturan baru: Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Indonesia. Aturan yang akan mulai berlaku pada 1 Juli mendatang ini mewajibkan pemakaian rupiah untuk transaksi secara tunai dan nontunai. Ketentuan itu didasarkan pada catatan penggunaan valas retail yang mencapai US$ 6 miliar (sekitar Rp 78 triliun) setiap bulan. Besarnya nilai transaksi dengan mata uang asing itu dianggap turut menekan nilai tukar rupiah selama ini.
Dalam wawancara dengan Tempo beberapa waktu lalu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku prihatin terhadap maraknya penggunaan valas pada transaksi domestik. "Banyak sekali pelaku usaha, dari transaksi hulu sampai hilir, memakai mata uang asing. Ini tidak boleh," kata Agus.
Ke depan, dengan aturan baru yang sudah dikeluarkan itu, tak boleh ada lagi transaksi di dalam negeri yang tak menggunakan rupiah. Aturan ini juga berlaku bagi warga negara asing yang datang ke Indonesia. Orang asing, menurut Agus, juga harus menukar uangnya menjadi rupiah jika ingin bertransaksi barang dan jasa di sini.
Peraturan ini juga mewajibkan pencantuman harga barang dan jasa (kuotasi) hanya dalam rupiah. Semua pelaku usaha, baik hotel, restoran, pedagang alat elektronik, maupun jasa travel, yang kerap menggunakan valas akan terkena aturan ini tanpa kecuali. "Intinya penggunaan rupiah harus dipopulerkan," ujarnya.
Tapi rencana Bank Indonesia itu mendapat respons negatif dari sejumlah pebisnis. Salah satunya Wakil Ketua Bidang Perdagangan dan Jasa Kamar Dagang dan Industri Indonesia Kepulauan Riau Amat Tantoso. Dia menilai aturan wajib rupiah untuk transaksi domestik akan merugikan pengusaha. Sebab, Batam sebagai daerah industri memasok barang dari kegiatan impor yang menggunakan mata uang asing. "Kalau dijual dengan kurs rupiah, kami yang merugi," ucapnya.
Menurut Amat, bank sentral semestinya membuat aturan khusus untuk wilayah yang dekat dengan perbatasan. Ia mencontohkan Batam. Sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, Batam seharusnya diberi keistimewaan bertransaksi dengan valas.
Berdasarkan hasil sosialisasi Bank Indonesia selama tiga bulan terakhir, memang ada pengusaha yang setuju dan tidak atas aturan baru itu. "Ini bukan soal mau atau tidak mau. Tapi semua pihak harus patuh," kata Peter Jacobs.
Ayu Prima Sandi, Tri Artining Putri, Aminudin (Bandung), Rumbadi Dale (Batam)
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo
Maret 2015:
"Transaksi valas di tingkat hulu dari residen ke residen harus ditertibkan. Intinya penggunaan rupiah harus dipopulerkan."
10 Mei 2015
"Nilai tukar rupiah masih bergejolak pengaruh proses negosiasi di Yunani. Tapi secara umum depresiasi nilai tukar rupiah hanya 6 persen dibanding Turki, yang depresiasinya besar sampai 13 persen."
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
Maret 2015:
"Undang-Undang Mata Uang belum ada law enforcement sehingga banyak yang bertransaksi menggunakan dolar Amerika. Bukan hanya untuk mematok harga, melainkan juga transaksi riil. Ini mempersulit pengendalian permintaan dolar di pasar."
13 Mei 2015:
"Dengan kondisi rupiah yang fluktuatif akibat terus menguatnya dolar Amerika Serikat, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk bisa bersantai-santai. Perlu kerja keras agar nilai tukar menjadi lebih baik."
*2014
SUMBER: BANK INDONESIA
Fluktuasi Kurs Rupiah 2015
15 Desember 2014: 12.714,00
7 Januari 2015: 12.735,00
23 Januari 2015: 12.459,00
30 Januari 2015: 12.671,50
11 Februari 2015: 12.722,80
18 Februari 2015: 12.870,00
27 Februari 2015: 12.931,70
3 Maret 2015: 12.969,00
5 Maret 2015: 12.990,00
9 Maret 2015: 13.050,50
16 Maret 2015: 13.245,00
16 April 2015: 12.859,00
28 April 2015: 12.996,00
5 Mei 2015: 13.062,00
11 Mei 2015: 13.155,00
PDAT, Sumber Diolah Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo