Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PATOK-patok beton tertancap di area persawahan Desa Klitik, Kecamatan Geneng, Ngawi, Jawa Timur. Warna kuningnya mulai kusam. Di salah satu sisinya tertera angka 2014, menandai tahun pemasangan. "Tahun lalu ada penggantian patok. Sebelumnya bukan beton,'' kata Kepala Desa Klitik, Jumirin, akhir April lalu.
Desa Klitik termasuk wilayah yang akan dilintasi jalan tol Solo-Ngawi-Kertosono. Dari enam hektare yang diperlukan, lima hektare telah dipasangi patok kuning. Artinya, lahan itu telah bebas alias lunas dibeli pemerintah, pada 2012-2013. Presiden Joko Widodo meresmikan dimulainya pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 177 kilometer itu pada 1 Mei lalu. Ia memberi waktu dua setengah tahun kepada kontraktor untuk merampungkan konstruksi.
"Jika tidak sanggup, akan saya alihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum, memakai dana APBN. Kalau menunggu terus, saya yang akan dimarahi masyarakat," kata Presiden Jokowi dalam acara peletakan batu pertama di Ngawi. Sepekan sebelum seremoni itu, bermacam kendaraan berat bekerja ekstra. Truk dan ekskavator mondar-mandir menguruk dan mengeraskan lahan persawahan di Jalan Raya Ngawi-Madiun itu.
Jalan tol Solo-Ngawi-Kertosono merupakan bagian dari proyek raksasa Trans Jawa. Cita-cita "menyambung" Pulau Jawa dari ujung barat hingga timur itu dicanangkan pada zaman Presiden Megawati Soekarnoputri. Semula ditargetkan kelar 2012, kemudian molor menjadi 2014. Dan kini Jokowi memberi waktu paling telat 2018.
Beberapa bagian sempat terbengkalai diterjang krisis ekonomi 2008. Pemerintah kemudian mengevaluasi, dan akhirnya memperbarui perjanjian pengusahaan jalan tol bersama badan usaha atau investor. Di antaranya terkait dengan nilai investasi dan tingkat pengembalian modal (IRR).
Perjanjian pengusahaan untuk ruas Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono, misalnya, diteken kembali pada 28 Juni 2011 oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dengan PT Solo Ngawi Jaya dan PT Ngawi Kertosono Jaya. Kedua perusahaan itu semula dimiliki PT Thiess Contractors Indonesia (95 persen) dan PT Ferino Putra (5 persen). Tapi sekarang beralih ke dua badan usaha milik negara. Perusahaan negara yang mengoperasikan jalan tol, PT Jasa Marga, kini mengendalikan 60 persen saham. Adapun perusahaan konstruksi pelat merah PT Waskita Karya memegang 40 persen.
Mereka menandatangani perjanjian perikatan pada 31 Maret lalu, yang akan dilanjutkan dengan akta jual-beli. Transaksi akuisisi senilai Rp 439 miliar ditargetkan beres bulan ini. Jasa Marga mengajukan banyak persyaratan. Antara lain dibebaskan dari tuntutan pihak ketiga yang mungkin muncul di kemudian hari, terutama perjanjian dengan pihak lain yang telah dilakukan pemilik lama. Jasa Marga juga meminta penyerahan detail desain engineering. "Itu wajar dalam bisnis. Kami minta semua hak dipenuhi," kata Direktur Utama Jasa Marga Adityawarman kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu.
Thiess Contractors Indonesia adalah unit usaha yang terafiliasi dengan perusahaan tambang Thiess Bros Pty Ltd, Australia. Di sini mereka juga memulai bisnis di sektor tambang. Dalam situs resminya disebutkan Thiess Indonesia mendapatkan kontrak jasa pertambangan pertama kali di Senakin BHP, Kalimantan, pada 1989. Mereka juga mendapatkan kontrak di tambang Seruyung, Sangatta, Melak, Tamtama, Senain, dan Satui di Kalimantan serta Sorowako di Sulawesi.
Pada Mei 2008, Thiess meneken perjanjian pengusahaan ruas Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono. Tiga tahun kemudian, perjanjian diamendemen. Kementerian Pekerjaan Umum menargetkan jalan tol ini rampung dan beroperasi akhir 2012. Namun, hingga awal 2013, pengerjaan masih minim.
Dari kedua ruas sepanjang 177 kilometer itu, investor membangun 117 kilometer. Sisanya dikerjakan pemerintah. Kementerian saat itu mencatat telah membebaskan 74,76 persen lahan Solo-Ngawi sepanjang 90 kilometer. Area yang belum bebas antara lain berupa sekolah, kantor desa, dan tanah wakaf. Ketika itu Kementerian Pekerjaan Umum optimistis karena pekerjaan konstruksi bagian pemerintah telah tergarap 15 persen. Alih-alih melanjutkan proyek, investor belum memperoleh kepastian pembiayaan.
Kepala BPJT Achmad Gani Ghazali menjelaskan bahwa induk Thiess di Australia akhirnya menyatakan tidak bisa melanjutkan proyek. Ketidaksanggupan itu disampaikan manajemen Thiess Australia saat berkunjung ke kantor Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, akhir tahun lalu.
Alasannya, kata Achmad Gani, perusahaan induk mengubah anggaran dasar bahwa perusahaan kembali ke bisnis inti, yakni pertambangan. Perubahan kebijakan itu diambil setelah perusahaan terserang "badai" penurunan harga komoditas batu bara. Menteri pun meminta Thiess mencari mitra strategis yang bisa meneruskan proyek mereka. "Masuklah Jasa Marga dan Waskita Karya. Itu B to B, kami tidak ikut campur," ia menambahkan.
Seorang pejabat yang mengetahui proses ini punya cerita lain. Menurut dia, Menteri Basuki-lah yang memanggil manajemen induk Thiess untuk datang ke Jakarta. Intinya, Menteri kecewa terhadap Thiess. Perusahaan itu diberi waktu sebulan untuk memutuskan kesanggupan meneruskan proyek atau menyerah. Juru bicara PT Thiess Indonesia, Imam, menolak berkomentar. "Belum ada arahan dari pusat tentang ini," ujarnya kepada Tempo, akhir April lalu. Adityawarman mengkonfirmasi cerita tersebut. "Saya mendengar soal itu."
Rupanya, Jasa Marga telah ditawari menjadi mitra sejak 2013. Menurut Adityawarman, utusan Thiess datang saat manajemen Jasa Marga sedang menggelar rapat kerja nasional di Semarang. "Mereka hampir kena penalti, bahkan terancam default, sehingga mencari mitra strategis." Tapi "angin" dari pusat berubah. Induk Thiess di Australia sempat menyatakan mampu menyediakan pembiayaan dari lembaga keuangan terafiliasi.
Belakangan, Menteri Basuki memanggil Adityawarman untuk menanyakan kesanggupan Jasa Marga mengakuisisi ruas-ruas Trans Jawa yang telantar. "Kalau mereka tidak sanggup, kami siap," kata Aditya. Basuki juga minta Jasa Marga bersiap-siap mengambil alih ruas lain Trans Jawa yang terkatung-katung. Seperti ruas Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang.
Aditya menjelaskan perusahaannya akan mengikuti tender. "Investor di titik tersebut belum melakukan kegiatan pembangunan." Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum, tanah yang telah dibebaskan untuk ruas Pemalang-Batang sepanjang 39,2 kilometer baru 1,86 persen. Sedangkan ruas Batang-Semarang sepanjang 75 kilometer baru 3,33 persen.
Direktur Utama PT Pemalang Batang Toll Road, Arman Pandjaitan, ingin lahan tol bebas 100 persen untuk memudahkan pencarian pembiayaan. "Setelah semua bebas, kami langsung kerja," ujarnya kepada Tempo, dua pekan lalu.
Ia beralasan proyek Pemalang-Batang akan mendapat jaminan konstruksi dan ekonomi jika kedua ruas di kanan dan kirinya juga dibangun bersama. "Konektivitas ketiga ruas tol ini penting."
Menurut Achmad Gani, pemerintah tidak bisa serta-merta memutus kontrak investor yang proyeknya terbengkalai. Mekanisme ini perlu penilai independen untuk menilai pekerjaan investor. "Karena sudah ada progres fisik di lapangan." Setelah itu, baru ruas tersebut bisa dilelang ulang.
Mekanisme lain, penugasan kepada BUMN, pun, menurut dia, tidak pas. Alasannya, perusahaan negara tidak boleh merugi. "Beda dengan pola B to B, risiko ditanggung badan usaha."
Retno Sulistyowati, Bernadette Munthe, Ali Hidayat, Nofika Dian Nugroho (Ngawi)
Terganjal di Empat Ruas
PERESMIAN proyek jalan tol Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono oleh Presiden Joko Widodo, 30 April lalu, membuat Katinem deg-degan. Warga Desa Klitik, Kecamatan Geneng, Ngawi, Jawa Timur, ini baru sebulan menanam padi di lahan yang bakal menjadi jalan bebas hambatan itu.
Sawah Katinem sebenarnya telah dibebaskan oleh pemerintah pada 2012. Meski sudah menerima pembayaran, ia masih diizinkan memanfaatkan sawah itu. Bahkan Katinem masih menikmati delapan kali panen sejak kepemilikan tanahnya berpindah. Kini Katinem berharap masih bisa menikmati panen untuk terakhir kalinya, sebelum konsorsium PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk menyulap lahan padinya menjadi jalan tol.
Ruas Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono merupakan bagian dari megaproyek jalan tol Trans Jawa, yang akan menghubungkan Pulau Jawa dari ujung barat ke timur. Proyek yang digagas lebih dari sepuluh tahun lalu itu semula ditargetkan rampung tahun ini atau tahun depan. Tapi sejumlah persoalan mengganjal. Beberapa ruas bahkan cenderung jalan di tempat.
1. Ruas Pemalang-Batang
2. Semarang-Batang
3. Solo-Ngawi
4. Ngawi-Kertosono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo