Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MANAJEMEN Perusahaan Listrik Negara tengah merapatkan barisan. Sejumlah petinggi perusahaan pelat merah itu dan anak perusahaannya berkumpul di Bandung, Jawa Barat, Selasa pekan lalu. Sebuah pertemuan penting dirancang khusus untuk membicarakan kondisi kelistrikan nasional tahun 2008-2009.
Ini adalah pembahasan ketiga kalinya. Pada Juli 2006 dan Februari 2007, dilakukan perbincangan serupa. Ke depan, malah akan lebih rapat lagi. Tiap tiga bulan, perseroan ini akan mengevaluasi kondisi kelistrikan. Tujuannya untuk mengamankan pasokan daya pada saat Pemilu 2009 berlangsung. Intinya, jangan sampai hajatan nasional itu kisruh gara-gara lampu byar-pet.
Menurut Direktur Transmisi dan Distribusi PT PLN (Persero) Herman Darnel Ibrahim, kondisi kelistrikan ditentukan oleh besar-kecilnya cadangan daya alias reserve margin. Cadangan itu dipakai untuk menutup kekurangan setrum, misalnya bila terjadi gangguan pada musim hujan atau ada pembangkit yang mesti istirahat untuk perawatan.
Idealnya, kata Herman, cadangan daya tersebut harus lebih dari 25 persen. Tahun ini, dengan kapasitas 20.305 megawatt, beban puncaknya bisa mencapai 16.251 MW. Alhasil, cadangan listrik pas di 25 persen. ”Ini sudah lampu kuning,” kata Herman. Tahun depan, kondisinya lebih parah. Perusahaan listrik tersebut memperkirakan cadangan tinggal 20 persen. Tambahan daya dari dua pembangkit panas bumi sebesar 280 MW (Kamojang dan Wayang Windu) tak bisa menutup tambahan beban puncak.
Pada 2009, prediksi cadangan malah tinggal 13 persen. Pada saat itu, beban terus naik, sementara suplai tak banyak berubah (lihat tabel). Asumsinya, proyek percepatan pembangunan pembangkit batu bara 10 ribu MW molor. Kalaupun bisa masuk, hanya beberapa unit. Itu pun diperkirakan baru masuk sistem kelistrikan Jawa-Bali pada semester II.
Beban PLN makin berat karena pasokan gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang dan Tanjung Priok pun menyusut. Si produsen, BP West Java, sudah memberi isyarat bahwa pengiriman gas tahun depan dipastikan hanya 135 juta kaki kubik per hari (mmscfd), turun dari saat ini 190 mmscfd. Pada 2009, suplai tinggal 100 mmscfd. Padahal keduanya merupakan pembangkit andalan, dengan kapasitas masing-masing 1.200 MW dan 1.300 MW.
Pemerintah memang sudah mengantisipasinya dengan membuat program listrik 10 ribu MW. Ketua tim percepatan 10 ribu MW, Yogo Pratomo, menjanjikan pada 2009 suplai akan bertambah 2.100 MW. Tiga pembangkit yang dijagokan untuk memasok setrum adalah PLTU 2 Banten (Labuhan) 2 x 300 MW, PLTU 1 Jawa Barat (Indramayu) 3 x 300 MW, dan PLTU 1 Jawa Tengah (Rembang) 2 x 300 MW. ”Saat ini sudah masuk tahap konstruksi 5-15 persen,” kata Yogo.
Namun semua itu toh belum membuat manajemen PLN tenang. Makanya, PLN pun membuat rencana cadangan bila megaproyek 10 ribu MW benar-benar molor. ”Kami sekarang putar segala otak untuk itu,” kata dia. Soal kekurangan gas di PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok, misalnya, akan diatasi dengan menggantinya dengan bahan bakar minyak.
Konsekuensinya, kebutuhan BBM akan melonjak. Di Muara Karang saja, pada 2008 perlu tambahan 240 ribu, dan pada 2009 sebesar 480 ribu kiloliter. Tanjung Priok juga memerlukan suntikan 818 ribu (2008) dan 998 ribu kiloliter (2009). Tambahan ini juga akan membengkakkan biaya bahan bakar PLN. Untuk pengadaan BBM itu, PLN harus mengeluarkan masing-masing Rp 5,29 triliun dan Rp 7,39 triliun pada 2008 dan 2009.
Herman juga meminta tambahan stok mati atawa cadangan minimum bahan bakar, dari biasanya 21 hari. Ia tak ingin mengulang pengalaman pahit PLTU Tanjung Jati, yang sempat ngadat gara-gara stok batu bara habis. Saat itu, suplai bahan bakar telat lantaran kapal pengangkutnya terhambat ombak besar. Seberapa besar stok bisa ditingkatkan, Herman belum bisa memberi kepastian. Alasannya, anak perusahaan PLN baru akan melakukan kajian.
Upaya lain adalah memperpendek jadwal pemeliharaan pembangkit. Misalnya, perbaikan besar (overhaul) PLTU, yang biasanya 60 hari, dipotong seminggu tinggal 53 hari saja. Perawatan ringan (simple inspection) disunat sehari dari 20 menjadi 19 hari.
Jadwal pemeliharaan pembangkit pun akan ditata ulang. Proses perawatan akan dioptimalkan tahun depan, terutama untuk pembangkit berkapasitas besar. Alasannya, kondisi cadangan pada 2008 masih relatif kuning ketimbang tahun 2009 yang merah. Artinya, mesin-mesin berkapasitas besar akan ”diistirahatkan” sejenak pada akhir 2008. Sehingga pada semester pertama 2009 tak ada mesin besar yang masuk bengkel.
Yang paling efektif, menurut Herman, dengan mengelola permintaan (demand side management), yakni melalui penghematan listrik oleh pelanggan. PLN punya hitung-hitungan rinci soal ini. Jika 22 juta pelanggan rumah tangga se-Jawa-Bali mengganti lampu pijar 25 watt dengan lampu hemat energi 8 watt, energi yang bisa dihemat 660 MW.
Bila penghematan dilakukan 34 juta pelanggan di seluruh Indonesia, penggunaan energi pada saat beban puncak pukul 18.00-22.00 berkurang 1.020 MW. Dampaknya, luar biasa, BBM yang bisa dihemat 680 ribu kiloliter. Asumsinya, konsumsi BBM rata-rata 0,3 liter per kWh. Ongkos BBM yang bisa ditekan, tinggal kalikan saja dengan Rp 5 juta per kilo liter. Hasilnya, fantastis, Rp 3,4 triliun.
Masalahnya, Herman menambahkan, program hemat energi sangat bergantung pada respons masyarakat. ”Kalau enggak mau merespons, ya, menderita kita sama-sama. Kalau enggak mau menderita, ya, berhemat kita sama-sama,” kata dia.
Retno Sulistyowati
Perkembangan Beban dan Kapasitas
Beban puncak (megawatt)
Kapasitas neto (megawatt)
Reserve margin (persen)
Irit Tak Perlu Merit
LAMPU hemat energi adalah lampu dengan tingkat efisiensi tinggi, sehingga lebih hemat ketimbang lampu pijar. Energi yang diperlukan lampu pijar lima kali lipat lampu hemat energi. Artinya, 75 watt lampu pijar setara dengan 15 watt lampu hemat energi atau lampu pijar 60 watt sama dengan 12 watt. Memang, si irit harganya lebih mahal (Rp 15 ribu) dibanding si boros, yang cuma Rp 4.000.
Bila 34 juta pelanggan rumah tangga se-Indonesia mengganti 2 buah bohlamnya yang 25 watt dengan lampu irit 10 watt, akan menghemat 30 watt. Dalam tempo setahun, tagihan rekening listrik akan berkurang 2.000 jam x 30 watt x Rp 500 atau Rp 30 ribu. Pembelian bohlam pun hemat 4 x 2 bohlam x Rp 4.000 per bohlam menjadi Rp 32 ribu (konsumen diberi lampu secara gratis). Jika ditotal, penghematan di pihak konsumen lumayan, sekitar Rp 2 triliun.
Bagi PLN, penghematannya lebih fantastis. Berikut ini hitung-hitungannya.
- Penghematan daya pada saat beban puncak: 34 juta pelanggan x 2 x 30 watt = 1.020 MW
- Dengan asumsi lampu menyala 6 jam sehari atau 2.000 jam setahun, maka penghematan energi: 1.020 MW x 2.000 jam = 2.040 juta kWh
- Dengan asumsi konsumsi BBM rata-rata 0,3 liter per kWh dan susut jaringan rata-rata 12 persen, maka penghematan BBM: 2.040 juta kWh x 1/0,9 x 0,3 liter/kWh = 680 ribu kiloliter
- Pengurangan biaya BBM: 680 ribu kiloliter x Rp 5 juta/kiloliter = Rp 3,4 triliun per tahun.
- Terhindar dari investasi pembangkit sebesar 1.500 MW yang depresiasinya per tahun sekitar Rp 500 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo