Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Akal pengiklan tanpa TVRI

Persoalan baru kini mulai dihadapi pengiklan & biro iklan. yaitu bagaimana kelangsungan usaha bisnis tanpa tvri. 28% dari rp 105 milyar biaya iklan & promosi masuk ke tvri. (md)

18 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTIN TVRI Stasiun Jakarta senantiasa ramai. Di situ biasanya boss berbagai perusahaan rekaman kaset lagu dan utusan biro iklan berbincang-bincang dengan sejumlah karyawan TVRI. Mereka biasanya menyinggung soal bagaimana caranya memperoleh prioritas waktu untuk acara Siaran Niaga. Tapi kebiasaan semacam itu -- setelah Siaran Niaga dihapuskan dari TVRI mulai 1 April -- tak akan terjadi lagi. Itu berarti kehilangan penghasilan bagi TVRI Jakarta sebulan paling sedikit Rp 1 milyar. Tahun 1980/1981 pendapatan bersih iklannya mencapai Rp 17 milyar. Dan persoalan baru kini mulai dihadapi pengiklan dan biro iklan. Yaitu bagaimana kelangsungan usaha bisnis tanpa TVRI. Sampai belum lama ini telah terbiasa mereka senang menyalurkan sebagian besar dana kampanye ke TVRI. Tahun 1979, misalnya, 28% dari Rp 105 milyar biaya periklanan dan promosi di Indonesia mengalir ke TVRI. Ke mana mereka akan mengalihkan dana kampanye? Jawabannya bisa macam-macam. PT Tempo, penyalur tablet obat analgesik Bodrex, akan memindahkan sebagian dana kampanye ke media cetak, termasuk koran daerah, secara selektif. Ia juga merencanakan menambah Mobil Propaganda Umum (MPU) yang kini 100 buah. Tahun lalu kampanye Bodrex di TVRI menelan 60% dari seluruh biaya periklanan PT Tempo. Tapi "kami tidak kehilangan atas penghapusan Siaran Niaga TVRI," ujar Drs. Sudirman, salah seorang direkturnya. PT BAT (produsen rokok Commodore, 555, Ardath, Mascot dan Diplomat) sudah sejak lama melupakan TVRI dan melancarkan promosi dengan mensponsori berbagai pertandingan olahraga. Dalam turnamen Marah Halim Cup di Medan tahun lalu, misalnya, PT BAT mensponsori Rp 20 juta. Bahkan pameran lukisan pun pernah disponsorinya. Sekalipun TVRI, koran Sinar Harapan dan Kompas menolak iklannya, produksi BAT menguasai 35% pasaran rokok putih di Indonesia tahun 1979. Dan tahun lalu sekitar angka itu juga dicapainya. Di saat TVRI menutup pintunya, sejumlah klien Biro Iklan Inter Vista justru menambah anggaran kampanyenya. Beberapa di antaranya malahan meningkatkan anggaran sampai 50%. Sejumlah klien Biro Iklan Fortune juga bersikap demikian. Media cetak (pusat maupun daerah) yang punya sirkulasi luas kini jadi perhatian, menurut para eksekutif kedua biro iklan tadi. Tapi pengaruh lenyapnya Siaran Niaga di TVRI itu belum segera terasa buat Sinar Harapan. April ini, iklan yang masuk setiap harinya baru 27% -- masih di bawah batas 35% dari semua 12 halaman koran Jakarta itu. Radio El Shinta, Jakarta, sejak awal April mulai menolak iklan, terutama untuk siaran pagi hari -- prime time, karena sudah mencapai maksimum. Suatu tanda kalangan radio swasta niaga mulai disukai kaum pengiklan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus