Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kajian terbaru Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan tingginya tingkat kerawanan korupsi pada sejumlah proyek infrastruktur.
Kajian TII menyebutkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan P3SON Hambalang berada pada tingkat risiko korupsi sangat tinggi. Pembangunan Jembatan Pulau Balang berada pada tingkat risiko tinggi, sedangkan PLTB Sidrap I pada tingkat sedang.
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas pernah berdiskusi dan menerima masukan TII pada November 2022.
JAKARTA – Kajian terbaru Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan tingginya tingkat kerawanan korupsi pada sejumlah proyek infrastruktur. TII menyoroti potensi pelanggaran pada empat proyek prioritas, dari kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB), Jembatan Pulau Balang di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap I, hingga Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
“Keempatnya mewakili persoalan infrastruktur yang timbul akibat buruknya uji tuntas sejak pemilihan, perencanaan, hingga pengerjaan,” kata Program Manager Tata Kelola Demokrasi TI Indonesia, Alvin Nicola, kepada Tempo, kemarin, 25 September 2023.
Dalam laporan bertajuk "Penilaian Risiko Korupsi Infrastruktur di Indonesia" yang selesai disusun pada Agustus 2023, tim TII menguji pemakaian Indeks Infrastructure Corruption Risk Assessment Tool (ICRAT) yang sebelumnya dicetuskan TI Australia untuk mengindikasi penyebab dan risiko korupsi dalam proyek.
Pada paruh pertama tahun ini, TII menyisir berbagai proyek berkategori "white elephant project"—sebutan untuk infrastruktur yang dibangun megah, tapi menyimpan persoalan biaya, bahkan dianggap minim manfaat sosial. Menurut Alvin, keempat proyek tersebut dipilih karena memboyong investasi jumbo dan digarap dengan skema pengadaan yang beragam. Seleksi itu pun didasari perhatian publik dan media massa terhadap infrastruktur yang tersandung dugaan maladministrasi, etik, serta operasional yang tak optimal. Pengaruh negatif proyek terhadap lingkungan dan sosial pun menjadi pertimbangan tim.
Untuk kebutuhan pendalaman, seperti dijelaskan dalam laporan, ada tujuh jenis dokumen yang dikaji TII untuk mengukur risiko korupsi. Beberapa berkas yang utama adalah laporan tahunan proyek dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dengan penelitian berlapis, tim juga memeriksa informasi teknis, seperti kerangka acuan kerja (KAK) dan kontrak pengadaan proyek, dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap I di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Dok. ESDM
Dari uji coba penilaian ICRAT, Alvin meneruskan, tingkat kerawanan korupsi proyek-proyek tersebut beragam, tapi didominasi risiko korupsi sangat tinggi. “Proyek KCJB dan P3SON Hambalang berada pada tingkat risiko korupsi sangat tinggi,” katanya. “Pembangunan Jembatan Pulau Balang berada pada tingkat risiko tinggi, sedangkan PLTB Sidrap I pada tingkat sedang.”
Laporan itu berisi kritik terhadap landasan aturan proyek strategis nasional (PSN) yang terkesan inkonsisten karena terus diperbarui. Menurut Alvin, penetapan infrastruktur prioritas negara pun minim konsultasi publik dan pengawasan yang memadai. Tim TII juga menyinggung soal lemahnya posisi lembaga pengawas infrastruktur, salah satunya Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Keberadaan KPPIP cenderung politis dalam menyaring usulan PSN, lemah dalam koordinasi perencanaan proyek, dan abai untuk memastikan uji tuntas,” tutur dia.
Kajian TII juga menyoroti kentalnya nuansa politik dalam pengusulan proyek. Situasi ini diperburuk oleh minimnya keterlibatan pihak ketiga untuk fungsi peninjauan ulang. “Keterbukaan informasi terkait dengan perencanaan proyek tidak cukup memadai.”
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan Jembatan Pulau Balang di IKN Nusantara mendapat sorotan karena baru mulai beroperasi serta sedang disempurnakan. Bila dilihat ke belakang, pengembangan sepur kencang sudah menyita perhatian karena pembengkakan biaya alias cost overrun—belakangan memicu utang baru dari China Development Bank. Skema business-to-business yang dijanjikan pemerintah pada 2015 akhirnya tak ditepati karena proyek KCJB itu akhirnya menyerap APBN melalui penyertaan modal kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari catatan TII, total biaya proyek yang dibangun sejak 2016 menyundul US$ 7,27 miliar atau Rp 108,14 triliun. Nilai itu melebar hingga US$ 1,2 miliar atau Rp 18,02 triliun. Saat ini kas negara pun berpotensi terserap untuk penjaminan atas cost overrun tersebut. Dampak lain dari ongkos bengkak itu adalah pemanjangan konsesi menjadi 80 tahun.
“Terdapat indikasi state capture corruption dalam pengambilan keputusan KCJB. Patut diduga beberapa pejabat melibatkan kepentingan pribadinya dengan mengusahakan agar proyek ini terus dibangun,” begitu bunyi kesimpulan laporan TII. Hingga berita ini ditulis, pertanyaan Tempo ihwal kajian TII kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) belum bersahut.
Pembangunan Jembatan Pulau Balang II yang menghubungkan antara Samarinda, Balikpapan dengan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Dok. PUPR
Pertanyaan Tempo mengenai kerawanan pelanggaran di proyek Jembatan Pulau Balang pun belum digubris sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Satuan Tugas Percepatan Infrastruktur IKN. Jembatan yang digarap bersama oleh regulator pusat dan pemerintah Kalimantan Timur itu dibangun sebagai jalur utama angkutan logistik antara Samarinda dan Balikpapan dengan area IKN Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara. Proyek berbiaya Rp 1,43 triliun—dibiayai dengan Surat Berharga Syariah Negara—itu dikembangkan sejak Agustus 2015 dan berakhir pada 2021, setelah dua kali adendum.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi, memastikan organisasinya sempat membuat studi serupa penelitian TII. Fitra sebelumnya meneliti proses pengadaan barang dan jasa serta transfer keuangan dari pusat ke daerah. Salah satu penelitian Fitra bahkan terbukti di Kejaksaan Agung berupa temuan dugaan korupsi pada proyek jalan tol Jakarta-Cikampek II ruas Cikunir sampai Karawang. Pelanggaran skema pengadaan barang dalam proyek itu terhitung merugikan negara hingga Rp 1,5 triliun.
“Kami melihat celah korupsi sangat mungkin terjadi di proyek pemerintah,” katanya.
Badiul mendesak pemerintah menggenjot transparansi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. Menurut dia, manajemen risiko diperlukan karena anggaran infrastruktur terus meningkat. Dalam laporan TII pun disinggung bahwa anggaran infrastruktur di Kementerian PUPR terus meningkat dari Rp 119 triliun pada 2019 menjadi Rp 150 triliun pada 2021. Pada tahun ini, pemerintah mengalokasikan APBN sebesar Rp 367-402 triliun untuk anggaran infrastruktur. Jumlah itu sudah mencakup APBN untuk IKN Nusantara yang sebesar Rp 27-30 triliun.
Adapun Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAs), Yusuf Wibisono, mengatakan risiko korupsi timbul dari keinginan pemerintah mengebut PSN. Apalagi pemerintah menyiapkan jaminan untuk tindakan diskresi dalam proyek, misalnya melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 serta Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016. “Prosedur dipangkas, akhirnya PSN rawan korupsi,” kata Yusuf. “Diskresi yang besar tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang lebih ketat.”
Kepala Divisi Project Management Office Sektor Energi dan Teknologi KPPIP, Yudi Adhi Purnama, mengatakan timnya pernah berdiskusi dan menerima masukan TII pada November 2022. “Menjadi masukan untuk perbaikan. Kami mengelola ratusan PSN, tentunya tidak ada jaminan 100 persen sempurna.”
Yudi memastikan setiap usulan proyek dievaluasi dengan kriteria baku, seperti kemampuan finansial sang inisiator. Komite juga mengecek indeks kemanfaatan, kelayakan, serta dampak bagi perekonomian di area proyek. Pengembangan PSN, dia melanjutkan, juga dikawal BPKP untuk menghindari pelanggaran (fraud) serta risiko sosial. Badan audit itu pun sudah mengantongi izin untuk mengawasi PSN secara rutin. “Hasil evaluasi menjadi pertimbangan KPPIP untuk mengusulkan penetapan PSN kepada Presiden, jadi tidak asal masuk.”
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo