Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Holding Pembangkit Listrik Batu Bara Segera Terbentuk

Banyak PLTU PLN yang under utilized, sehingga membebani keuangan.

5 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang dimiliki oleh PT Indonesia Power (IP), anak perusahaan dari PT PLN (Persero). indonesiapower.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian BUMN akan membuat holding untuk mengelola PLTU yang tak lagi menguntungkan.

  • Aset PLTU milik Indonesia Power, PLN, dan Pembangkitan Jawa Bali akan masuk holding.

  • PT Pembangkit Listrik Tenaga Uap akan mengelola 18 PLTU.

JAKARTA — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membuat perusahaan induk (holding) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) yang tak lagi menguntungkan. Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan holding tersebut dibentuk untuk memudahkan ekspansi PLN ke energi baru dan terbarukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan terbuka peluang bagi holding tersebut untuk menggelar penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di bursa saham. "Banyak PLTU PLN yang under utilized, sehingga membebani keuangan," kata dia, kemarin. Dengan melepas aset yang menjadi beban, kata Arya, keuangan PLN bisa lebih prima untuk berekspansi pada pengembangan energi bersih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Arya, saat ini pemerintah bersama PLN tengah mengidentifikasi aset yang akan dialihkan pada holding. PLTU tersebut harus memenuhi dua dari tiga kriteria yang ditetapkan, yaitu sudah berusia tua, memiliki faktor kapasitas lebih rendah dari 80 persen selama lima tahun terakhir, atau memiliki faktor kapasitas lebih rendah dari 50 persen pada lima tahun ke depan.

Arya optimistis aset-aset yang tak efisien tersebut masih dilirik investor. Meski memasuki masa senja, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara ini masih bisa dioperasikan hingga 20 tahun ke depan. "Operatornya nanti mendapat kontrak dari PLN untuk beli listriknya, tapi harganya ditentukan PLN," ujarnya.

Proyek PLTU Jawa 7 di Desa Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Baten. ptpjb.com

Rencana pembentukan holding ini juga diungkapkan oleh Serikat Pekerja PLN, Persatuan Pegawai Indonesia Power, serta Serikat Pekerja Pembangkitan Jawa Bali (PJB). Menurut mereka, pembentukan holding ini merupakan bagian dari rencana IPO 14 perusahaan pelat merah dan anak usahanya. Holding yang diberi nama PT Pembangkit Listrik Tenaga Uap itu akan terdiri atas PT Indonesia Power serta PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).

Sekretaris Jenderal Persatuan Pegawai Indonesia Power. Andy Wijaya. menuturkan kajian monetisasi aset PLTU milik perusahaan itu telah dimulai pada Mei lalu. Ada sembilan pembangkit listrik milik PLN, tujuh pembangkit milik Indonesia Power, dan dua pembangkit PJB yang sedang dikaji untuk masuk holding. "Ada beberapa korespondensi yang bocor pada kami," ujarnya. Dari salah satu surat mengenai kajian itu, diketahui bahwa holding PT Pembangkit Listrik Tenaga Uap disebut dengan nama NewCo.

Manajemen PLN tak banyak berkomentar ketika dimintai konfirmasi mengenai pengalihan aset PLTU ke holding baru. Vice President Hubungan Masyarakat PLN, Arsyadany G. Akmalaputri, menyatakan rencana tersebut masih dalam tahap kajian. "Holding PLTU harus membentuk ekosistem bisnis yang efektif, efisien, dan memberikan value added," kata dia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menuturkan rencana melepas aset pembangkit batu bara tua seperti jenis subcritical yang tak efisien bisa meringankan beban keuangan PLN. Sebab, kata dia, biaya operasionalnya lebih mahal dibanding pembangkit energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. "Saya juga ragu ada yang mau beli PLTU dengan kondisi seperti saat ni. Semua investor malah mau melepas aset PLTU," kata dia.

Fabby menegaskan, pemerintah perlu mengkaji dengan saksama aturan penyerapan listrik dari aset yang akan dilepas pada holding tersebut. "Kalau aset itu milik investor swasta dan listriknya harus dibeli PLN dengan skema take or pay 70 persen, sama saja merampok PLN," ujarnya. Dari sisi pembangkitan, kata dia, biaya untuk PLTU tua lebih rendah dibanding PLTU yang baru dibangun. Jika dampaknya tak ditelaah dengan teliti, beban dari aset yang dilepas bisa tak sebanding dengan potensi kehilangan sumber arus kas perusahaan.

VINDRY FLORENTIN 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus