Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Alot Revisi Area Konsesi

Pembahasan revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara kembali dikebut. Tetap berisi rencana penghapusan ketentuan penyusutan wilayah kerja perusahaan batu bara.

7 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jadwal rapat tingkat pertama pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) masih bertengger dalam agenda final masa sidang pertama 2019-2020 Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. Tiga hari setelah kesepakatan dalam rapat internal Komisi pada 18 November lalu, Sekretariat Jenderal DPR mengirim pelawaan kepada lima menteri untuk pembahasan yang sedianya digelar pada Rabu, 4 Desember lalu.

Namun sebuah pesan via WhatsApp membuyarkan jadwal rapat tingkat pertama itu. Dalam pesan yang dikirim kepada pimpinan Komisi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan agenda tersebut tidak bisa dilaksanakan karena menyalahi prosedur. Semestinya, kata Laoly dalam pesan, DPR periode sekarang memasukkan rencana revisi Undang-Undang Minerba ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 dulu. Betapapun revisi itu merupakan agenda lanjutan alias carry over dari parlemen sebelumnya.

Anggota Komisi Energi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ratna Juwita Sari, membenarkan adanya pesan Yasonna Laoly itu. “Sekarang sudah diajukan dalam Prolegnas dan tinggal menunggu keputusan rapat paripurna,” ucap Ratna di Senayan, Jakarta, Kamis, 5 Desember lalu.

Yasonna satu dari lima menteri yang diundang mengikuti rapat tingkat pertama. Parlemen juga mengundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perindustrian, dan Menteri Keuangan. Ketika ditanyai soal penolakannya menghadiri rapat itu lewat WhatsApp pada Jumat, 6 Desember lalu, Yasonna membalas pesan dengan tertawa ringan.

Sebagian besar anggota Komisi Energi adalah muka baru. Salah satunya Ratna Juwita Sari. Di barisan kursi pimpinan hanya tersisa Gus Irawan Pasaribu dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya. “Dan Mas Bambang Pacul (Bambang Wuryanto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan),” tutur Gus Irawan ketika dihubungi pada -Jumat, 6 Desember lalu.

Namun hasrat parlemen baru ini—bersama pemerintah—dalam membahas revisi Undang-Undang Minerba tidak berubah, masih seperti DPR periode 2014-2019, sebelum Presiden Joko Widodo meminta pembahasan undang-undang tersebut disetop pada 27 September lalu. Pembahasan dihentikan setelah muncul gelombang protes masyarakat menentang sejumlah undang-undang kontroversial, termasuk revisi Undang-Undang Minerba.

UNDANG-UNDANG Pertambangan Mineral dan Batu Bara satu dari sederet wetyang pembahasan revisinya sempat dikebut pada ujung masa tugas Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi undang-undang pada 25 September lalu. Sebagai penggagas, Dewan telah melengkapi rancangannya dengan naskah akademik.

DIM dari pemerintah itu beredar luas sehari kemudian. Mendadak sontak, gelombang penolakan membesar, tak terkecuali dari sejumlah veteran sektor energi. Salah satunya Raden Sukhyar, mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi. Sukhyar saat itu mengatakan, berdasarkan berbagai kajian akademik, bila kontrak berakhir, wilayah kerja dan asetnya harus dikembalikan kepada negara.

Sebaliknya, ketika kelak undang-undang hasil revisi terbit, pemerintah memberikan kesempatan bagi pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) generasi pertama menguasai wilayah kerjanya sampai kontrak habis. Alasannya, menghormati kontrak karya yang dibuat pada era Soeharto tersebut.

Ada tujuh perusahaan pemegang PKP2B generasi pertama yang akan habis masa kontraknya. Menguasai wilayah kerja seluas 57.107 hektare, PT Arutmin Indonesia akan berakhir kontraknya pada 1 November 2020. Kontrak PT Kendilo Coal Indonesia, seluas 1.869 hektare, habis pada 13 September 2021. Sisanya, PT Kaltim Prima Coal (84.938 hektare) pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama (39.972 hektare) pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia (31.380 hektare) pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung (47.500 hek-tare) pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal (108.009 hektare) pada 26 April 2025.

Simon Sembiring, veteran pertambangan yang juga mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, mendukung argumen Sukhyar. Menurut dia, pada prinsipnya, setiap kontrak bisa diperpanjang. Tapi, khusus untuk perusahaan PKP2B generasi pertama, wilayah kerjanya harus dikembalikan dulu ke negara sebelum mendapat perpanjangan dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi. Baru setelah itu perseroan mendapat perpanjangan operasi dalam bentuk IUPK dengan luas wilayah maksimal 15 ribu hektare. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Minerba yang hingga kini berlaku.

Dalam rancangan undang-undang yang baru, juga dalam daftar inventarisasi masalah versi pemerintah, ketentuan peralihan itu hilang. Perusahaan PKP2B yang mendapat perpanjangan izin operasi dalam bentuk IUPK operasi produksi tetap bisa menguasai wilayah kerja seperti semula alias bisa lebih dari 15 ribu hektare.

DI luar rapat terbuka sejak Dewan Perwakilan Rakyat memulai masa sidang periode 2019-2024, Komisi Energi dan Kementerian Energi rupanya sudah bolak-balik membahas rencana revisi Undang-Undang Minerba di luar Senayan. Terutama dalam perkara perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara generasi pertama. Beberapa pembahasan digelar di sejumlah hotel. Salah satunya diskusi tertutup di Hotel Gran Melia, Jakarta, 26 November lalu.

Kementerian Energi awalnya berencana menggelar pertemuan itu di Hotel Westin. Saat itu, Kementerian hanya mengundang pimpinan Komisi Energi dan ketua kelompok fraksi. Sahibulhajat, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono, membenarkan adanya pertemuan tersebut, meski membantah isi diskusi membahas revisi. “Enggak, hanya makan bareng,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Rabu, 27 November lalu.

Persamuhan selanjutnya berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 3 Desember lalu. Kali ini diundang perwakilan perusahaan PKP2B generasi pertama. Dalam diskusi itu, Bambang Gatot memaparkan enam dasar hukum perpanjangan PKP2B. Hingga akhirnya Kementerian Energi jatuh pada kesimpulan: luas izin usaha pertambangan khusus operasi produksi perpanjangan PKP2B generasi pertama bisa lebih dari 15 ribu hektare. “Kami, pemerintah, maunya begitu. Tapi ini belum sepakat dengan DPR,” ucap Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat, 6 Desember lalu. Yunus hadir menemani Bambang di Fairmont.

Terakhir kali Bambang dan Ignasius Jonan, Menteri Energi sebelumnya, menggunakan tafsir tersebut ketika memperpanjang izin PT Tanito Harum pada akhir 2018. Belakangan, Jonan membatalkan surat keputusan perpanjangan izin Tanito Harum, perusahaan batu bara milik
taipan Kiki Barki, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menyurati Presiden Joko Widodo bahwa perpanjangan itu melanggar Undang-Undang Minerba.

Paparan Bambang di Fairmont mendapat tanggapan beragam. Ratna Juwita Sari, yang mewakili PKB, segaris dengan KPK. Menurut Ratna, perpanjangan PKP2B menjadi IUPK harus sesuai dengan isi Undang-Undang Minerba yang berlaku sekarang. “Wis, itu tok,” ujar Ratna. Adapun sikap Gerindra, yang diwakili Gus Irawan Pasaribu, dalam diskusi ini berada di tengah. Pemerintah dan parlemen, kata Gus, harus segera merampungkan masalah PKP2B ini segera.

Irwandy/mining.itb.ac.id

Golkar mesra dengan pemerintah. Dua perwakilan partai beringin hadir saat itu, yaitu Wakil Ketua Komisi Energi Alex
Noerdin dan Ketua Kelompok Fraksi Golkar Gandung Pardiman. Gandung menyatakan tidak setuju jika negara menganak-emaskan badan usaha milik negara dalam pengelolaan batu bara. Dia juga mewanti-wanti bahwa perpanjangan PKP2B tidak boleh menciutkan wilayah kerja semula.

Gandung menampik anggapan bahwa sikap partainya berkaitan dengan nasib Arutmin dan KPC, dua perusahaan tambang yang terafiliasi dengan Grup Bakrie. Menurut dia, pemerintah perlu menjaga swasta agar tetap menjadi soko guru perekonomian nasional.

Di sela diskusi yang menghangat itu, Bambang Gatot Ariyono mendapat sokongan Irwandy Arif, guru besar pertambangan Institut Teknologi Bandung yang kini menjadi anggota staf khusus Menteri Energi Arifin Tasrif. Irwandy, kata sejumlah politikus yang hadir dalam pertemuan tersebut, mendukung argumen pemerintah, termasuk mengenai luas wilayah kerja PKP2B yang semestinya tak diubah untuk menghadirkan kepastian usaha.

Irwandy terkenal malang-melintang di banyak perusahaan tambang batu bara. Dia antara lain pernah menjabat anggota Komite Audit Adaro. Situs Bursa Efek Indonesia masih mencatat namanya di PT Toba Bara Sejahtera pada posisi yang sama. Hingga Jumat, 6 Desember lalu, profil PT Golden Energy Mines Tbk di situs bursa saham juga mencatatnya sebagai komisaris independen. Perusahaan batu bara ini bagian dari Grup Sinar Mas yang juga memiliki Berau Coal.

Irwandy membantah info bahwa ia masih terkoneksi dengan perusahaan batu bara tersebut. “Oh, ndak, sudah lepas itu. Harus lepas kalau duduk di sini (staf khusus),” ujar Irwandy setelah mengikuti
rapat di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat, 6 Desember lalu. Pertemuan di Fairmont, Selasa,
3 Desember lalu, akhirnya ditutup tanpa keputusan.

KHAIRUL ANAM, RETNO SULISTYOWATI

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BABAK BARU MISI LAMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus