Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MELENGGANG kembali sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto dituding mendapat bantuan dari pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian ini berencana menggandeng kubu penantangnya, Bambang Soesatyo, dalam kepengurusan partai beringin. Kepada Tempo yang menemuinya di rumah pribadinya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Desember lalu, Airlangga menjelaskan dinamika pemilihan ketua umum dan rencananya memimpin Golkar.
Pemerintah disebut mendukung Anda dalam musyawarah nasional Golkar....
Saya adalah pemerintah. Saya mengurusi ekonomi di pemerintahan Presiden Jokowi, maka stabilitas ekonomi itu kunci. Namun kebetulan saya juga memegang partai politik. Kami tak ingin ada situasi atau peristiwa destabilisasi yang membuat ekonomi tidak tumbuh sehingga kami ingin menjaga stabilitas politik itu.
Bagaimana dengan dukungan Presiden Jokowi?
Presiden itu mendukung Golkar dengan menjadikan saya menteri koordinator. Kami sekarang mendapat dua kursi menteri koordinator, dua menteri, dan satu wakil menteri. Ini modal politik terbesar pasca-reformasi.
(Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengungkapkan bahwa Istana bersikap netral dalam penyelenggaraan Musyawarah Nasional X Golkar. “Istana tak cawe-cawe,” ujarnya.)
Anda sudah empat kali bertarung menjadi Ketua Umum Golkar sejak 2014. Apa yang membedakan dengan pemilihan kali ini?
Pada 2014, saya dikerjain orang. Tapi saya bertarung dengan aturan main yang benar. Kalau jalan saya ditutup, saya enggak bisa maju. Hal yang sama terulang pada 2016, dan saya tahu siapa yang bermain pada waktu itu. Saya prinsipnya politik itu no hard feeling.
Setelah menjadi ketua umum, apa rencana politik Anda pada 2024?
Munas memberi mandat kepada ketua umum untuk mengatur strategi, koalisi, dan penentuan figur calon presiden serta wakil presiden. Saya juga diberi wewenang untuk menentukan timing yang pas soal manuver di 2024.
Setelah 2009, Ketua Umum Golkar tak otomatis mendapat tiket menjadi calon presiden atau wakil presiden. Bagaimana Anda mengantisipasinya?
Saya belajar dari Presiden Jokowi bahwa menentukan momentum itu penting sehingga dukungan publik menjadi sangat kuat. Selama pemerintahan Jokowi ini saya belajar bahwa tak boleh terlalu cepat, tapi jangan sampai terlambat.
Anda sudah menghitung elektabilitas?
Belum sampai ke sana. Sekarang saya sedang berfokus ke pemilihan kepala daerah serentak 2020.
Bagaimana Anda mengkonsolidasi partai yang sempat terbagi menjadi dua kubu sebelum munas?
Seperti yang saya katakan di pidato penutupan munas, tak ada lagi kubu Airlangga dan Mas Bambang setelah munas berakhir. Sekarang hanya ada pendukung Golkar, dan saya akan bekerja untuk semua kelompok di partai. Rekonsiliasi sudah selesai di munas dengan masuknya semua kader senior yang menjadi representasi kekuatan di partai.
Anda akan melibatkan pendukung Bambang dalam kepengurusan?
Kami punya formatur yang membentuk dan menyeleksi kader yang akan duduk dalam kepengurusan. Mas Bambang menitipkan empat-lima orang saja. Di antara nama-nama itu ada yang sudah duduk menjadi anggota DPR. Kami tinggal memikirkan yang belum punya posisi di DPR.
Benarkah salah satu posisi yang Anda tawarkan ke mereka adalah pos duta besar?
Beberapa memang sudah ditawarkan, tapi kami belum memutuskan.
Anda akan mempertahankan pengurus Golkar periode sebelumnya?
Ada istilah “Don’t change a winning team”. Kader senior Golkar juga sudah diputuskan untuk menjabat posisi kunci, seperti Pak Aburizal Bakrie, Pak Akbar Tandjung, dan Pak Agung Laksono. Tinggal Pak Jusuf Kalla menjadi kandidat Dewan Penasihat. Namun kami perlu bertemu dan bicara secara formal dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo