Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
The Fed akan menaikkan suku bunga tahun depan.
Krisis utang Evergrande, raksasa properti Cina, bakal mempengaruhi pasar finansial negara berkembang.
Bagaimana mencegah dua kejadian besar dunia ini bagi ekonomi Indonesia?
PASAR finansial global akan bergejolak pekan-pekan mendatang. Ada dua pusat guncangannya. Satu dari Amerika Serikat, satu lagi dari Cina. Keduanya akan mempengaruhi pergerakan dana investasi dalam skala amat besar, berpindah demi mencari aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari Amerika ada dua perkara. Yang pertama sebetulnya sudah masuk radar pemantauan investor, tak terlalu mengejutkan. Sebagaimana perkiraan banyak analis ataupun ekonom, The Federal Reserve makin kuat memberi isyarat bakal mulai mengurangi suntikan likuiditas ke pasar alias tapering sebelum akhir tahun. Pasar setidaknya sudah mengantisipasi: aliran dana US$ 120 miliar per bulan dari The Fed segera menyurut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan hal kedua, yang cukup mengagetkan sekaligus mencemaskan bagi pasar negara berkembang, adalah arah pergerakan suku bunga. Dalam sidang The Federal Open Market Committee, Kamis, 23 September lalu, muncul proyeksi baru yang patut membuat cemas investor pasar negara berkembang. Sembilan dari 12 anggota komite itu memproyeksikan suku bunga rujukan The Federal Reserve naik pada 2022, tahun depan.
Sebelumnya, The Fed selalu memberi ancar-ancar bahwa suku bunga baru naik pada 2023. Kenaikan bunga yang datang lebih cepat, plus tapering yang mulai berlangsung akhir tahun ini, sudah pasti akan mendorong perpindahan dana investasi global. Pasar di semua negara akan terkena dampaknya. Sedangkan pasar negara berkembang harus lebih siap menghadapi kemungkinan terbangnya modal asing yang mencari aman.
Ketika pasar masih mereka-reka bagaimana merespons proyeksi baru suku bunga The Fed, di Tiongkok terjadi guncangan yang rentetan konsekuensinya juga bisa merembet ke seluruh dunia. Evergrande, salah satu perusahaan properti terbesar dari Cina, mengalami kesulitan keuangan yang amat serius. Pada Kamis, 23 September lalu, Evergrande luput memenuhi tenggat pembayaran kupon obligasi dalam dolar Amerika senilai US$ 83,5 juta.
Kewajiban membayar kupon obligasi itu benar-benar baru pucuk gunung es dari krisis yang bisa meledak. Evergrande memanggul beban utang yang seluruhnya diperkirakan lebih dari US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.500 triliun. Sebagian besar utang itu berupa obligasi yang berdenominasi dolar Amerika. Maka yang terancam adalah investor dari seluruh dunia. Utang satu perusahaan ini nilainya kurang-lebih setara dengan total nilai seluruh surat berharga negara Republik Indonesia dalam rupiah yang per 22 September lalu sebesar Rp 4.442 triliun.
Jika Evergrande benar-benar mengalami gagal bayar, pasar obligasi global berdenominasi dolar Amerika bakal guncang. Yang paling menakutkan investor, krisis finansial semacam ini biasanya mudah menular. Jika ada pertanda bahwa pemerintah Cina akan membiarkan saja Evergrande ambruk, investor yang cemas bisa beramai-ramai melepas obligasi dolar terbitan perusahaan-perusahaan Cina ataupun negara berkembang lain untuk mencari aman.
Efek kerumunan ini berpotensi menggandakan dorongan perpindahan dana investasi yang awalnya merupakan antisipasi tapering dan kenaikan bunga The Fed. Menularnya kepanikan investor itu sangat mungkin juga menyerempet pasar finansial Indonesia.
Hingga Jumat siang, 24 September lalu, misteri masih menyelimuti nasib Evergrande, yang masih punya masa tenggang 30 hari untuk memenuhi kewajiban pembayaran kupon itu. Pasar masih yakin, pemerintah Cina tak akan membiarkan Evergrande roboh. Perusahaan ini sudah menjadi gergasi terlalu besar yang tak bisa dibiarkan jatuh. Jika kewajiban Evergrande yang amat besar itu benar-benar tak terpenuhi, bukan cuma investor global yang terpukul. Efek berantainya bakal amat panjang, termasuk bisa mengganggu ekonomi Cina.
Krisis Evergrande sangat merugikan investor lokal di Cina, pembeli properti yang sudah menaruh uang panjar. Ada pula tagihan jangka pendek sebesar US$ 142 miliar dari pemasok ataupun kontraktor. Perusahaan ini juga menerbitkan berbagai produk keuangan yang menyedot tabungan investor retail di seluruh Cina.
Alih-alih memasuki kuartal IV 2021 dengan lebih rileks, investor harus lebih waspada. Tahun 2021 belum selesai memberikan berbagai kejutan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo