Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
The Fed tidak menaikkan bunga acuan sehingga pasar stabil.
Ada kemungkinan bunga The Fed naik pada Desember mendatang.
Indonesia menghadapi ancaman berat di tahun politik.
KEPUTUSAN The Federal Reserve atau The Fed tidak menaikkan suku bunga pada Kamis pekan lalu ibarat pil penenang yang untuk sementara mampu menenteramkan pasar. Akibatnya, kurs dolar Amerika Serikat terhadap berbagai mata uang, termasuk rupiah, menurun cukup cepat. Kurs rupiah yang sempat menyentuh batas psikologis 16 ribu per dolar Amerika bergerak kembali ke kisaran 15.700 per dolar pada akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sentimen positif juga berimbas pada pasar obligasi. Imbal hasil obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun turun dari 7,39 persen pada 24 Oktober lalu menjadi 6,97 persen. Jika yield turun, artinya harga obligasi naik. Ini kabar baik bagi investor yang menanamkan uangnya di obligasi pemerintah Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun investor sebaiknya tidak terlalu larut dalam euforia. Sebab, The Fed akan bersidang lagi pada 12-13 Desember mendatang. Saat itu The Fed akan menetapkan keputusan penting: suku bunga acuan naik lagi atau tetap bertahan.
Berbagai data ekonomi Amerika Serikat sebetulnya menunjukkan satu kesimpulan: The Fed masih perlu menaikkan bunga lagi untuk menjinakkan inflasi. Bagaimanapun, menjaga inflasi adalah salah satu mandat utama The Fed. Lagi pula, inflasi tinggi akan menyengsarakan orang banyak, terutama mereka yang hidup dengan pendapatan tetap. Pekerja yang harus hidup dari gaji bulanan, misalnya. Menurut data terakhir, angka inflasi Amerika per September 2023 masih sebesar 3,7 persen, cukup jauh di atas target rata-rata The Fed sebesar 2 persen.
Ketua The Fed Jay Powell juga sudah melempar isyarat. The Fed tetap berkomitmen mencapai suatu ramuan kebijakan moneter yang cukup restriktif sehingga pelan-pelan bisa membawa angka inflasi turun ke 2 persen. Cuma, menurut Powell, The Fed belum terlalu yakin apakah kondisi itu sudah tercapai saat ini.
Ini memang dilematis bagi The Fed. Jika bunga naik, inflasi mungkin turun. Tapi obat inflasi ini bukanlah tanpa efek samping. Masyarakat juga akan menanggung beban berat. Ongkos berutang naik sehingga perputaran roda ekonomi melambat.
Jika bunga naik terlalu jauh, ekonomi Amerika akan terperosok ke perangkap resesi dan sulit keluar dari sana. Masih ada lagi satu soal: efek buruk kenaikan bunga The Fed akan merambat ke pasar finansial dunia. Pasar akan terguncang-guncang lagi. Pelarian modal, terutama dari negara berkembang, bisa mengalir makin deras. Banyak negara harus menghadapi krisis karena nilai mata uang mereka mendadak berguguran meskipun tak ada masalah serius pada ekonomi negeri itu.
Indonesia harus memasuki situasi itu dalam keadaan kurang menguntungkan. Ada jadwal pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden atau pilpres 2024. Bagi pasar, haluan ekonomi Presiden Indonesia berikutnya tentu penting dan pasti mendapat perhatian serius. Masalahnya, program-program para calon presiden yang sudah dipaparkan sejauh ini masih terlihat tidak realistis, penuh target muluk-muluk dan obral janji manis.
Sementara itu, kenyataannya ada ancaman krisis keuangan berskala global yang bisa meletus setiap saat. Apa yang akan dilakukan Presiden Indonesia 2024-2029 untuk mengatasi kemungkinan krisis itu? Pertanyaan ini belum terjawab. Di panggung politik Indonesia, segalanya masih berjalan sebagaimana biasanya, seolah-olah tak ada ancaman yang bisa membahayakan ekonomi negara.
Yang sudah tampak malah kemungkinan terjadinya krisis politik, yakni krisis konstitusi karena runtuhnya kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi. Ini sebetulnya lebih berbahaya ketimbang ketiadaan program nyata untuk mengatasi krisis.
Krisis politik dan sengketa konstitusional ini bisa membuat perpindahan kekuasaan tidak berjalan lancar. Apalagi jika pertikaian politik melimpah ke jalanan dalam bentuk protes massa yang berkepanjangan. Itu bisa menimbulkan ketidakpastian.
Kesimpulannya, pasar finansial Indonesia kini menghadapi dua tantangan serius. Bunga tinggi di Amerika Serikat masih akan memicu kaburnya modal dan meningkatnya ketidakpastian di arena politik. Setidaknya, untuk sementara waktu, dana investasi portofolio global akan menjauh dari Indonesia. Itulah yang sekarang sedang berlangsung, pelan-pelan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dua Ancaman di Pasar Finansial"