Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah anggota BPK terseret kasus korupsi.
Kali ini ada politikus kandidat anggota BPK yang terseret kasus pidana.
Proses seleksi anggota BPK saat ini dianggap kendur karena tidak melalui tes kemampuan audit.
KASUS dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia menyeret anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan status perkara tersebut sudah masuk tahap penyidikan. “Tersangka akan ditetapkan setelah penyidik memperoleh cukup bukti pada saat penyidikan,” kata Alex pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan belum mengetahui informasi bahwa status kasus tindak pidana rasuah tersebut sudah naik ke tahap penyidikan. Pada Rabu, 28 Agustus 2024, Tessa mengatakan kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. “Saya menjawab berdasarkan data register yang ada di penyidikan, dan sampai saat ini belum ada.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang jelas, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan telah memeriksa dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan satu anggota BPK berinisial ANS, yang diduga Anggota V BPK Ahmadi Noor Supit. Tempo berupaya meminta tanggapan Ahmadi tentang pemeriksaan KPK dalam kasus dugaan korupsi CSR Bank Indonesia melalui pesan tertulis ke sejumlah nomor telepon selulernya dan akun media sosialnya. Tempo juga meminta tanggapan Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Hadi dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat BPK Teguh Widodo. Namun, hingga laporan ini ditulis, belum ada tanggapan dari mereka.
Ini bukan pertama kalinya anggota BPK terseret pusaran kasus korupsi. Sepanjang 2019-2024, ada beberapa anggota BPK yang divonis bersalah dalam kasus korupsi. Salah satunya Rizal Djalil, yang menjadi pejabat BPK pada 2009-2019. Bekas anggota DPR dari Partai Amanat Nasional ini dijatuhi vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. KPK mendakwa Rizal menerima suap S$ 100 ribu dan US$ 20 ribu atau sekitar Rp 1 miliar dalam proyek sistem air minum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan. Rizal mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong, Bogor, Jawa Barat, sejak Mei 2021.
Rizal Djalil di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Oktober 2019. Tempo/Imam Sukamto
Ada pula mantan Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, yang pada 20 Juni 2024 dinyatakan terbukti menerima suap Rp 40 miliar dalam proyek pembangunan base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Suap tersebut dijejalkan untuk mengamankan status opini wajar tanpa pengecualian Kementerian Komunikasi dengan cara menghilangkan temuan BPK yang mengarah pada korupsi proyek BTS. Achsanul divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Di samping kasus-kasus yang telah berujung di meja hijau, dalam beberapa persidangan kasus rasuah, saksi beberapa kali mengungkapkan adanya keterlibatan BPK. Misalnya dalam sidang korupsi proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek II atau Mohamed Bin Zayed pada 14 Mei 2024. Dalam sidang itu, saksi Sugiharto, bekas penyelia PT Waskita Karya (Persero), mengaku pernah diminta menyiapkan Rp 10,5 miliar oleh atasannya untuk diberikan kepada BPK guna memoles temuan dalam proyek tersebut.
Dalam sidang kasus korupsi Kementerian Pertanian pada 19 Juni 2024, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, menyebutkan ada permintaan uang Rp 12 miliar oleh auditor BPK. Tujuannya adalah BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Kasdi mengaku mengetahui adanya permintaan uang Rp 12 miliar itu dari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian yang telah beberapa kali bertemu dengan auditor BPK.
Dalam kesaksiannya, Kasdi mengatakan bekas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, bersama beberapa pejabat eselon I pernah mendatangi kantor BPK. Ada juga pertemuan yang dilakukan Syahrul dengan Anggota IV BPK Haerul Saleh tanpa kehadiran pihak lain. "Ada pembicaraan empat mata, saya tidak tahu isinya.”
Dalam sidang lain, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Hermanto mengatakan institusinya mendapat permintaan dana Rp 12 miliar dari auditor BPK. Imbalannya adalah Kementerian Pertanian beroleh predikat WTP dari BPK, meski ditengarai ada kejanggalan anggaran dalam proyek food estate di era Syahrul Yasin Limpo.
Ihwal kesaksian dalam sidang kasus korupsi Kementerian Pertanian, BPK dalam keterangan resmi pada 9 Mei 2024 menyatakan tetap berkomitmen menegakkan nilai-nilai dasar lembaga auditor negara itu, yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme, dalam setiap pelaksanaan tugas. “Apabila ada kasus pelanggaran integritas, hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses melalui sistem penegakan kode etik.”
•••
BADAN Pemeriksa Keuangan memegang peran sentral dalam memastikan kewajaran penggunaan keuangan negara. Pemeriksaan BPK acap mengungkap penyelewengan atau korupsi oleh penyelenggara pemerintahan. Karena itu, menurut Manajer Riset dan Data Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Badiul Hadi, dalam beberapa kasus rasuah yang sudah terungkap, ada peran auditor bahkan anggota BPK yang menutupi temuan dalam pemeriksaan keuangan negara. “Ketika kasus korupsi itu terungkap, mereka pasti terseret,” ujarnya pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Karena itu, Badiul menambahkan, jajaran anggota BPK idealnya diisi oleh para profesional di bidang audit, akuntansi, dan keuangan negara yang memiliki integritas dan independensi alih-alih politikus. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan kualitas pengawasan dan hasil kerja BPK yang lebih obyektif. Pasalnya, ia melihat posisi politikus sebagai anggota BPK akan mempengaruhi independensi lembaga tersebut. Politikus pun berpotensi memiliki konflik kepentingan dengan penyelenggara pemerintahan yang diperiksa.
Jumlah pelamar posisi anggota BPK pada tahun ini mencapai 75 orang. Dari jumlah tersebut, Komite IV Dewan Perwakilan Daerah telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada 10-11 Agustus 2024. Selanjutnya, para senator itu merilis sepuluh nama terbaik. Dari sepuluh nama tersebut, berdasarkan penelusuran Tempo, enam berlatar belakang politikus. Bahkan ada di antaranya yang pernah berurusan dengan kasus pidana.
Mukhamad Misbakhun, misalnya, yang saat ini menjabat anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, yang membidangi keuangan dan perbankan. Dia tercatat pernah divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah terbukti bersalah dalam kasus penggunaan surat palsu dalam permohonan letter of credit Bank Century senilai US$ 22,5 juta pada 2010. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Misbakhun dengan hukuman 2 tahun penjara. Pada 2012, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Misbakhun sehingga dia dinyatakan bebas.
Nama lain, anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fathan Subchi, tercatat pernah diperiksa KPK pada 2017 dalam kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka So Kok Seng alias Aseng. Kala itu Fathan mengaku tidak mengenal Aseng. Dia menyatakan tak pernah sekali pun bertemu dengan komisaris PT Cahaya Mas Perkasa itu. "Saya enggak pernah kenal, enggak pernah ketemu," ujarnya pada Januari 2017.
Selain itu, Jon Erizal, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, pernah dipanggil komisi antirasuah pada April 2011 untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi biaya pengangkutan kereta rel listrik hibah dari pemerintah Jepang di Kementerian Perhubungan. Pada Oktober 2011, Jon, yang juga Direktur PT Power Telecom atau Powertel, pun dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Soemino Eko Saputro.
Di luar sepuluh nama terbaik versi DPD, Mulfachri Harahap yang terdaftar dalam deretan 75 nama calon anggota BPK juga pernah dipanggil KPK pada 20 Februari 2019. Kala itu Ketua Fraksi PAN di DPR itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Taufik Kurniawan, bekas Wakil Ketua DPR dari PAN, dalam kasus suap perolehan anggaran dana alokasi khusus fisik pada perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 untuk alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016.
Kendati memiliki latar belakang tersebut, Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto mengungkapkan, saat ini para calon anggota BPK dari kalangan politikus berpeluang lebih besar ketimbang kandidat lain karena konstitusi mengatur pengujian dan pemilihan anggota BPK berujung di DPR.
Agus juga menilai proses seleksi anggota BPK saat ini relatif kendur karena tahapannya tidak melalui tes kemampuan audit dan tes psikologi untuk menguji keteguhan dan integritas calon. Risikonya, tahapan yang selama ini terbukti dijalankan meloloskan anggota BPK yang akhirnya bermasalah. “Mekanismenya harus diperketat sehingga bisa menghasilkan orang-orang dengan kemampuan audit dan integritas yang teruji.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Mutia Yuantisya dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Di Tepi Jurang Rasuah"