Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tiga Usul Insentif untuk Menyelamatkan Bisnis Penerbangan

Asosiasi penerbangan mendesak stimulus segera diberikan.

24 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pesawat Lion Air di Bandara Sukarno Hatta, Tangerang, Banten, 2 maret 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pembahasan stimulus untuk dunia penerbangan mulai mengerucut ke sejumlah usul utama. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan insentif masih dibahas bersama Kementerian Keuangan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, serta Menteri Koordinator Perekonomian. “Kami sudah optimis beberapa usul akan tembus karena di tingkat kemenko sudah disambut baik,” ucap dia kepada Tempo, kemarin.

Sejumlah usul yang mengemuka, menurut Novie, antara lain stimulus biaya parkir pesawat untuk meringankan beban maskapai yang kini hanya mengoperasikan 20-30 persen dari jumlah total pesawatnya, akibat sepinya penumpang. Kewajiban maskapai nantinya akan digantikan dengan stimulus yang disuntikkan pemerintah kepada PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero).

Kementerian Perhubungan juga mengusulkan bantuan biaya untuk tes cepat atau rapid test yang kini diadakan secara mandiri oleh maskapai sebelum memberangkatkan penumpang. Usul insentif kedua ini membutuhkan hitungan jumlah penumpang per tahun yang dilayani setiap maskapai serta perkiraan durasi penerapan rapid test.

Usul lain yang juga menonjol adalah alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian Perhubungan untuk menambal kewajiban biaya kalibrasi jasa navigasi yang biasanya harus dibayar maskapai kepada Airnav Indonesia. “Semua ini tinggal penentuan besaran saja. Kami sudah ajukan angka-angka hasil kajian, kemudian dihitung lagi oleh regulator keuangan,” kata Novie. Dia menambahkan, angka insentif tak akan sebesar wacana yang sempat diusulkan Kementerian sebelum masa pandemi.

Pada Februari 2020, pemerintah sempat akan mengalokasikan APBN hingga Rp 500-550 miliar sebagai subsidi tiket pesawat ke 10 destinasi wisata domestik yang dianggap paling merugi karena Covid-19. Potongan harga itu didukung alokasi diskon avtur sebesar Rp 265,5 miliar dari PT Pertamina (Persero), serta akumulasi keringanan biaya jasa hingga Rp 100 miliar dari Airnav. Saat itu, insentif hanya direncanakan untuk tiga bulan dan hanya menyasar 25 persen jumlah kursi di setiap penerbangan.

“Besaran usul baru tak akan sebesar itu, karena kita harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini, bukan berbasis akhir 2019,” tutur Novie. Dia belum bisa berjanji kapan pembahasan akan selesai.

Selama masa pandemi, pemerintah melonggarkan batasan keterisian pesawat yang semula hanya separuh menjadi 70 persen. Lewat persetujuan Kementerian Keuangan, ada juga keringanan pajak penghasilan (Pph) pasal 21, 23, dan 25, juga pelonggaran kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP), terhadap pelaku usaha yang terkena dampak pandemi. Maskapai milik negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, mendapat suntikan dana talangan Rp 8,5 triliun.

Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Indonesia (INACA), Bayu Sutanto, mengatakan sudah mengusulkan empat stimulus yang dianggap paling bisa menyokong operator penerbangan di masa pandemi. Usul itu adalah pembebasan biaya parkir pesawat di bandara, pembebasan bea masuk impor suku cadang, bantuan dana kompensasi untuk sumber daya manusia yang terkena dampak kebijakan pemangkasan pegawai, serta pembebasan pajak penghasilan karyawan.

Usul pajak penghasilan, menurut Bayu, sudah disetujui pemerintah, namun hanya untuk karyawan yang penghasilannya di bawah Rp 40 juta per tahun. “Kami usul batasannya dinaikkan dan berlaku untuk semua staf karyawan, serta jangka waktunya diperpanjang.”

Presiden Direktur Lion Air, Edward Sirait, mengakui semua operator penerbangan, apalagi pihak swasta, membutuhkan sokongan dari pemerintah. Kegiatan operasional Lion saat ini yang hanya sekitar 20 persen dari kapasitas normal. Di masa awal transisi pasca-pembatasan, Lion Grup pun sempat beberapa kali membekukan operasi karena kesulitan mengerek jumlah penumpang, “Pemerintah tahu cara membantu maskapai seperti apa, kami lihat saja.”

Adapun Direktur Utama Maskapai Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan masih menunggu pencairan dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun dari pemerintah. Sambil menunggu, Garuda berdiskusi dengan Kementerian BUMN agar bisa mendapat bridging pinjaman dari bank-bank milik negara.

FRANSISCA CHRISTY  ROSANA | VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Tiga Usul Insentif untuk Menyelamatkan Bisnis Penerbangan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus