Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Akar Lonjakan Harga Pangan

Kenaikan harga pangan beberapa tahun terakhir tak terlepas dari kenaikan harga BBM dan pemangkasan alokasi pupuk bersubsidi.

29 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembeli memilih kualitas beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, 12 Februari 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lonjakan harga pangan selama beberapa tahun terakhir dinilai tak terlepas dari kenaikan harga Pertalite dan solar bersubsidi pada 2022 serta pemangkasan alokasi pupuk bersubsidi.

  • Pada 2023, dampak fenomena El Nino ikut mengerek harga pangan hingga awal 2024. Tak cukup tekanan cuaca yang tidak mendukung, harga pangan makin naik karena momentum pemilihan umum pada Februari 2024 dan menjelang Ramadan.

  • Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi memprediksi harga beras pada Maret akan sesuai dengan HET, bertepatan dengan berlangsungnya masa panen.

JAKARTA - Lonjakan harga pangan selama beberapa tahun terakhir dinilai tak terlepas dari kenaikan harga Pertalite dan solar bersubsidi serta pemangkasan alokasi pupuk bersubsidi. Naiknya harga Pertalite dan solar bersubsidi pada 2022 menyebabkan biaya distribusi serta transportasi naik.

“Pada gilirannya, ikut menaikkan harga-harga lain,” kata pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, kemarin.

Pada 3 September 2022, Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Harga solar bersubsidi pun dikerek dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Kenaikan harga Pertalite dan solar bersubsidi terjadi karena melonjaknya harga minyak mentah dunia dari US$ 60 per barel menjadi US$ 110 per barel imbas perang Rusia-Ukraina. Pemerintah terpaksa menaikkan harga Pertalite dan solar bersubsidi lantaran subsidi BBM terancam membengkak lebih dari Rp 700 triliun jika harga BBM bersubsidi tak naik.

Kenaikan harga Pertalite dan solar bersubsidi mendongkrak ongkos produksi pertanian, seperti transportasi, upah buruh, panen tanam, dan bajak. Akibatnya, harga gabah yang dijual petani meningkat. 

Melansir data Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), harga produksi gabah pada 2022 naik menjadi Rp 5.667 per kilogram setelah harga BBM naik. Adapun sebelumnya harga produksi gabah berada di level Rp 4.523 per kg pada 2019.  

Beban kenaikan harga barang imbas dari harga baru BBM pun ditambah dengan pemangkasan alokasi pupuk bersubsidi. Pada 2023, pemerintah mengurangi anggaran subsidi pupuk menjadi Rp 24 triliun. Pengurangan anggaran subsidi pupuk melanjutkan tren pemangkasan. Pada 2019, anggarannya mencapai Rp 34,1 triliun dan dipotong menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 2023, dampak fenomena El Nino ikut mengerek harga pangan hingga awal 2024. Tak cukup tekanan cuaca yang tidak mendukung, harga pangan makin naik karena momentum pemilihan umum pada Februari 2024 dan menjelang Ramadan pada bulan berikutnya, yakni Maret. “Demand sektor pangan makin tinggi sehingga makin mengeskalasi kenaikan harga,” kata Eliza.

Aktivitas di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, 28 Februari 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Komoditas pangan mengalami tren kenaikan harga serentak, seperti beras premium dan medium, telur, minyak goreng curah, gula, daging ayam, cabai, serta bawang. Dampak dari kenaikan harga-harga, kata Eliza, menambah biaya produksi sehingga peternak dan petani menyesuaikan harga. Saat ini imbas dari kenaikan harga secara agregat dibebankan kepada konsumen. 

Dia mengatakan tingginya inflasi pangan tak serta-merta membuat inflasi inti ikut naik. Kontribusi inflasi pangan ke total inflasi relatif rendah, hanya 20 persen. Sementara itu, kontribusi harga beras ke inflasi inti sekitar 3 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat beras terus mengalami inflasi bulanan sejak Januari hingga Desember 2023. Pada Desember 2023, inflasi beras tercatat 0,48 persen secara bulanan. Laju inflasi ini relatif lebih rendah dibanding pada Desember 2022 yang sebesar 2,3 persen month-on-month

Perkembangan harga gabah dan beras juga menunjukkan adanya kenaikan di semua rantai distribusi pada akhir tahun lalu. Harga gabah kering panen di tingkat petani naik 0,12 persen secara bulanan dan 19,58 persen secara tahunan pada Desember. Sementara itu, harga gabah kering giling di tingkat petani naik 1,2 persen secara bulanan dan 29,37 persen secara tahunan. 



Kenaikan harga pangan pada akhir tahun tersebut juga terekam pada Panel Harga Badan Pangan Nasional. Beberapa komoditas yang harganya ditutup menanjak pada 2023, antara lain beras premium, beras medium, kedelai biji kering, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit merah, gula konsumsi, dan minyak goreng curah.  

Kendati inflasi pangan relatif tinggi, BPS mencatat inflasi umum pada 2023 berada di rentang yang ditargetkan pemerintah, yakni sebesar 2,61 persen. Inflasi umum tahun lalu bahkan menjadi yang terendah dalam 20 tahun jika angka inflasi selama masa pandemi 2020-2021 dikecualikan. BPS mencatat turunnya inflasi umum dari 5,51 persen pada 2022 menjadi 2,61 persen pada 2023 disebabkan oleh landainya pergerakan komponen inflasi inti dan turunnya inflasi akibat harga yang diatur pemerintah. 

Menurut Eliza, sektor pangan merupakan barang inelastis, yang berarti perubahan harga memiliki dampak kecil jika dibanding volume permintaan. Dengan demikian, kenaikan harga pangan tidak mempengaruhi jumlah permintaan konsumsi. Sebab, pangan merupakan bagian dari kebutuhan dasar hidup. Namun konsekuensi dari harga pangan yang terus naik membuat daya beli masyarakat makin tergerus. “Jika tidak ada penyesuaian pendapatan, akan ada pos belanja yang dikurangi untuk membeli kebutuhan sehari-hari.”

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan menyoroti kenaikan harga beras yang konsisten naik sejak Oktober 2023. Kenaikan sebesar Rp 100-200 per kg per pekan dan mencapai puncaknya seusai pemilu. Kini beras premium tercatat di kisaran Rp 18.500, sedangkan beras medium di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 10.900, yang rata-rata di pasaran dibanderol Rp 14 ribu per kg. 

Menurut Ikappi, kenaikan harga beras disumbang oleh bantuan pangan sebagai bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah sebelum pemilu. Kebutuhan bansos pangan, kata Reynaldi, membuat pasokan beras ke pasar tradisional menjadi sedikit, yang kemudian membuat harganya meningkat. Alasan tersebut lebih diyakini pedagang pasar daripada klaim Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang menyebutkan harga beras naik karena produktivitas menurun. 

Reynaldi berharap pemerintah memberikan perhatian lebih ke petani agar harga pangan dapat kembali turun. Salah satunya dengan memperbesar anggaran subsidi pupuk di sentra pertanian. Akses subsidi pupuk juga perlu diperluas untuk kelompok penerima. “Anggaran harus besar agar menjadi kebijakan skala prioritas untuk produktivitas pangan lebih baik,” katanya. 

Kenaikan harga pangan diprediksi berlanjut hingga bulan depan, khususnya dua pekan sebelum Ramadan. Reynaldi berharap pemerintah menggelar operasi pengendalian harga di pasar tradisional untuk stabilisasi harga bahan pokok. Salah satunya dengan mengeluarkan semua beras yang dimiliki pemerintah, termasuk sisa beras impor. “Mengingat pada pertengahan Maret sudah panen raya, jangan sampai petani rugi karena masih ada beras impor di tangan pemerintah.”

Lonjakan Harga Pangan

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dari Bank Indonesia mencatat kenaikan harga pangan menjelang Ramadan 2024. Per Rabu, 28 Februari lalu, hampir semua komoditas mengalami lonjakan harga, dari beras, cabai, daging, hingga minyak goreng. Harga rata-rata nasional beras medium sebesar Rp 15.900 per kg atau naik 1,92 persen dari sehari sebelumnya. Sedangkan harga beras medium atau kualitas super 1 sebesar Rp 17.200 per kg atau naik 1,47 per kg. 

Harga cabai merah besar juga naik 4,27 persen menjadi Rp 76.850 per kg. Cabai merah keriting pun naik 2,9 persen menjadi Rp 70.950 per kg. Namun harga cabai rawit hijau tercatat turun 2,69 persen menjadi Rp 52.450 per kg dan cabai rawit merah turun 3,82 persen menjadi Rp 69.300 per kg. 

Kemudian harga daging kualitas super 1 naik 0,14 persen menjadi Rp 138.300 per kg dan daging sapi kualitas 2 naik 0,08 persen menjadi Rp 129.300 per kg. Gula pasir juga naik 0,27 persen menjadi Rp 18.300 per kg. 

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengingatkan bahwa pemerintah perlu mewaspadai lonjakan harga pangan, khususnya beras, menjelang Ramadan. Musababnya, tren harga pangan yang kian tinggi ini bakal berkontribusi besar pada tingkat inflasi. Menurut Yusuf, kenaikan harga beras dalam 1,5 tahun terakhir ini sangat tinggi. Walhasil, panen raya pada Maret hingga Juni 2023 dan impor beras sepanjang 2023, yang menembus 3 juta ton, tidak mampu meredam kenaikan harga beras ini.

Ekonom dari CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, melihat persoalan harga pangan yang saat ini terjadi seperti fenomena gunung es. Banyak pihak hanya melihat harga pangan tinggi karena El Nino yang menyebabkan pasokan berkurang serta kebijakan restriksi berbagai negara. Namun, jika digali lebih dalam, ia melihat sengkarut pangan ini tidak lepas dari tata kelola pangan di Tanah Air yang masih semrawut. 



Dari nihilnya data pangan yang akurat dan real-time, disunatnya insentif bagi petani, hingga dipangkasnya subsidi pupuk dan kenaikan harga solar yang menyebabkan biaya produksi meningkat. Semua faktor ini, Yusuf menuturkan, merupakan biang kerok kenaikan harga di tingkat konsumen. Belum lagi berbicara rantai pasok yang masih panjang sehingga menyebabkan inefisiensi serta kurangnya riset guna menggenjot produksi yang berakibat Indonesia terus bergantung pada impor. "Ketergantungan impor ini sudah bertahun-tahun lamanya, bukan satu atau dua tahun terakhir saja."

Eliza Mardian mengatakan stabilisasi harga pangan berada dalam kewenangan penuh pemerintah. Harga pangan dapat stabil jika pemerintah mampu menjaga kelancaran distribusi serta melakukan pengawasan secara berkala dan ketat. Musababnya, persoalan distribusi pangan akan menentukan harga di pasar. Karena itu, pemerintah perlu menjamin kelancaran distribusi dan tata kelola stok yang baik didukung oleh data yang akurat serta real-time.

Kapal MV Phu Thanh menurunkan 10 ribu ton beras impor dari Thailand di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, 26 Februari 2024. TEMPO/Budi Purwanto



Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memprediksi harga beras pada Maret sesuai dengan HET, bertepatan dengan berlangsungnya masa panen. Panen raya pada bulan depan diprediksi mencapai 3,5 juta ton. Menjelang panen, harga gabah saat ini di pasaran mengalami tren penurunan. “Harga GKP (gabang kering panen) sudah mulai turun,” katanya kepada Tempo.

Arief menjamin harga beras akan berangsur turun menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2024. Penurunan harga beras akan terjadi seiring dengan penurunan harga gabah di petani. Ia optimistis harga gabah akan terus menurun karena panen lokal sudah mulai terjadi di beberapa wilayah. Arief memprediksi harga gabah di petani turun hingga Rp 6.500 per kg. 

"Minggu-minggu ini panen lokal sudah dimulai sehingga harga gabah akan berangsur turun dari bulan lalu di rentang Rp 8.600-8.700 per kg," ujarnya. Arief memprediksi jumlah konsumsi beras selama Ramadan hingga Idul Fitri meningkat 20-30 persen dari konsumsi beras normal. Meski demikian, pemerintah memastikan stok beras tetap aman dengan menjaga ketersediaan beras di pasaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membanjiri beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).

Eliza mengatakan panen pada Maret tidak langsung membuat harga beras turun tajam. Dia memprediksi harga beras masih di kisaran Rp 15 ribu per kg. Kondisi tersebut berbanding terbalik untuk harga gabah di tingkat petani yang cepat turun. Dia memproyeksikan harga gabah saat panen nanti bisa jatuh hingga Rp 5.500-6.000 an per kg. “Ketika panen raya, harga di tingkat petani dan tingkat pedagang itu lebih cepat penurunannya di tingkat petani.”

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menuturkan pihaknya terus melakukan berbagai langkah dan upaya dalam mengendalikan harga beras sehingga dapat menjaga stabilitas di pasaran. Salah satunya dengan menggelontorkan pasokan dari beras program SPHP ke pasar-pasar. “Sehingga diharapkan beras di pasaran dapat segera kembali ke kondisi normal untuk kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto memastikan stok cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan penyaluran selama Ramadan hingga Lebaran. “Stok cadangan beras pemerintah yang dikuasai Bulog saat ini ada 1,4 juta ton dan masih ada sisa kuota penugasan impor tahun ini sebanyak 1,5 juta ton. Jadi jumlahnya sangat cukup untuk kebutuhan penyaluran selama puasa dan Lebaran,” katanya.

Suyamto mengatakan stok beras yang ada saat ini di gudang Bulog mampu memenuhi kebutuhan penyaluran beras program SPHP ke pasar induk, pasar tradisional, dan retail modern. Stok beras Bulog juga mampu memenuhi penyaluran bantuan pangan beras yang menyasar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM), yang direncanakan hingga Juni 2024.

RIANI SANUSI | ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus