Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kenaikan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat diperkirakan tinggal menunggu waktu, mengingat belum adanya tanda-tanda penurunan harga avtur. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan PT Pertamina, yang sedang membutuhkan dana untuk menjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, akan selalu menjual BBM nonsubsidi, seperti avtur, dengan harga pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Naiknya tarif penerbangan tak terhindarkan. Avtur masih tetap mahal karena dilepas ke harga keekonomian,” ucap Mamit kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahalnya avtur menjadi alasan maskapai penerbangan untuk mengusulkan kenaikan TBA tiket pesawat. Kenaikan harga dipandang mendesak lantaran porsi bahan bakar dalam biaya produksi maskapai mencapai 30-40 persen.
Menurut Mamit, harga avtur masih terus naik karena berbagai kondisi, khususnya invasi Rusia ke Ukraina. Saat harga minyak dunia menyentuh level US$ 110 per barel saja, kata dia, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah menembus US$ 95,72 per barel, jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$ 63 per barel. Pada awal bulan ini, harga minyak bahkan sempat menyentuh US$ 123,5 per barel.
Pada awal April lalu, Pertamina sudah menaikkan harga berbagai produk BBM nonsubsidi, seperti Pertamax Turbo (RON 98) dari Rp 13.500 menjadi Rp 14.500 per liter, Pertamina Dex (CN 53) dari Rp 13.200 menjadi Rp 13.700 per liter, serta Dexlite (CN 51) dari Rp 12.150 menjadi Rp 12.950 per liter. “Begitu pula avtur yang nonsubsidi, pasti sudah tidak bisa diredam-redam (harganya),” ujar Mamit.
Saat bertemu dengan Komisi Transportasi DPR, Selasa lalu, pelaksana tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Nur Isnin Istiartono, mengatakan harga avtur rata-rata per Juni 2022 sudah naik 64 persen dibanding harga pada 2019. Harga avtur per Juni tercatat sebesar Rp 17.753 per liter. Karena kondisi ini, pemerintah mengizinkan penerapan tuslah atau harga tambahan 10 persen dari TBA sejak April lalu.
“Fuel surcharge dapat dikenakan karena harga bahan bakar sudah naik dalam tiga bulan berturut-turut, dan itu membuat biaya operasi pesawat meningkat 10 persen,” kata dia.
Direktur Arista Indonesian Aviation Center, Arista Atmadjati, pun menyebutkan harga minyak mentah belum akan melandai dalam waktu dekat. Selain karena konflik Rusia-Ukraina, harga bahan bakar dipengaruhi oleh situasi politik di kawasan lain, seperti di Timur Tengah dan Asia Timur. “Dampaknya masih panjang. Sepanjang itu terjadi, maskapai akan sulit membeli avtur.”
Saat dimintai konfirmasi oleh Tempo, pejabat sementara Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial and Trading, Irto Ginting, memastikan harga avtur selalu disesuaikan dengan mekanisme pasar. “Harganya berbeda-beda di setiap bandara, memang sesuai dengan pasar.”
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo